Oleh: Tim Riset PASPI (Bagian Kedua-Selesai)
III. Impor Minyak Nabati Amerika Serikat
Semakin meningkatnya konsumsi minyak nabati AS serta variasi minyak nabati yang lebih
banyak,menyebabkan kemampuan produksi minyak domestik untuk memenuhi konsumsinya mengalami penurunan yakni dari 98 persen tahun 2001 menjadi 80 persen tahun 2018. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan atau widening gap antara produksi dan konsumsi minyak nabati di negara ini. Untuk memenuhi konsumsi minyak nabati domestik, maka pemerintah AS mengimpor minyak nabati. Volume impor minyak nabati Amerika Serikat mengalami peningkatan dengan laju 9,1 persen per tahun atau meningkat dari 1,28 juta ton tahun 2001 menjadi 4,95 juta ton tahun 2018.
Berdasarkan pangsa impornya, minyak nabati yang diimpor oleh Amerika Serikat adalah minyak rapeseed (33 persen), minyak sawit (26 persen), minyak kelapa (23 persen), minyak zaitun (8 persen), minyak bunga matahari (2 persen) dan minyak kedelai (3 persen).
Meskipun Amerika Serikat merupakan salah satu produsen minyak kedelai terbesar di dunia dengan produksi domestiknya mampu memenuhi konsumsi, namun minyak kedelai juga merupakan salah satu komoditas minyak nabati yang diimpor dengan volume yang terus mengalami peningkatan yakni dari 26 ribu ton menjadi 166 ribu ton pada periode 2001-2018.
Sementara itu, minyak rapeseed dan minyak bunga matahari yang juga notabenenya di produksi di dalam negeri juga belum mampu memenuhi konsumsinya sehingga harus mengimpor. Impor minyak rapeseed meningkat yakni dari 343 ribu ton menjadi 1.75 juta ton pada periode tahun 2001-2018. Sedangkan volume impor minyak bunga matahari juga meningkat dari 34 ribu ton menjadi 88 ribu ton pada periode yang sama.
Menanjaknya popularitas minyak sawit di Amerika Serikat yang ditunjukkan dengan tingginya tingkat permintaan berimplikasi pada volume impor minyak sawit yang terus meningkat. Volume impor minyak sawit meningkat dari 112 ribu ton menjadi 1.55 juta ton pada periode 2001-2018. Selain impornya terus meningkat, pangsa impor minyak sawit juga mengalami peningkatan yakni dari 10 persen menjadi 33 persen pada periode yang sama. Peningkatan volume dan pangsa impor minyak sawit di AS menunjukkan bahwa Amerika Serikat memiliki ketergantungan impor minyak sawit yang semakin tinggi.
Peningkatan pangsa minyak sawit baik dalam struktur impor dan konsumsi minyak nabati AS, serta adanya persaingan antara minyak kedelai dan minyak sawit di pasar AS menyebabkan kekhawtiran pemerintah Amerika Serikat. Kekhawatiran ini tampaknya membuat Amerika Serikat lebih protektif pada minyak sawit dibandingkan minyak sawit, hal ini dilakukan untuk melindungi industri minyak kedelai Amerika Serikat.
Salah satu bentuk proteksionisme pemerintah Amerika Serikat terhadap produsen kedelai domestik dari persaingan minyak nabati AS yakni melakukan gerakan anti sawit dan black campaign. Melalui Asosiasi minyak kedelai USA (American Soybean Association – ASA) yang mempelopori gerakan anti tropical oil sejak awal tahun 1980-an. Pada saat itu, ASA menuduh minyak sawit sebagai tropical oil mengandung kolesterol yang berbahaya bagi penyakit kardiovascular dan pernah mengajukan resolusi kepada Kongres USA agar minyak sawit dilarang masuk ke Amerika Serikat. Namun pembuktian yang dilakukan oleh para ahli-ahli yang diajukan oleh negara produsen tropical oil khususnya Indonesia dan Malaysia, tuduhan tersebut tidak terbukti.
(Selanjutnya dapat di baca di Majalah Sawit Indonesia Edisi 93, 15 Juli – 15 Agustus 2019)