Mahendra Siregar adalah sosok penting dalam proses advokasi sawit di luar negeri. Sepanjang karirnya, Mahendra lebih banyak berada di dalam lembaga pemerintah. Jabatan terakhirnya adalah Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) periode 2013-2014. Namun, sejak November 2015, ia dipercaya memimpin badan yang mengurusi negara produsen minyak sawit yaitu Council Palm Oil Producing Countries (CPOPC).
Di saat ada persoalan minyak sawit baik di dalam dan di luar negeri, Mahendra Siregar mempunyai tugas untuk memperjuangkan sawit dari kampanye negatif.
Salah satunya, persoalan yang sedang dihadapi yaitu pengesahan rancangan proposal energi yang menghapus penggunaan biodiesel dari kelapa sawit oleh para politisi Uni Eropa pada, pertengahan bulan lalu. Saat ini negara produsen Crude Palm Oil (CPO), Indonesia dan Malaysia sedang menghadapi problem besar dan mengancam ekspor minyak sawit ke Uni Eropa.
Para politisi Uni Eropa mendukung “Report on the Proposal for a Directive of the European Parliament and of the Council on the Promotion of the use of Energy from Renewable Sources”dalam pemungutan suara di kantor Parlemen Eropa, Strasbourg, Prancis, pada awal Januari tahun ini.
Proposal energi tersebut mengatur energi terbarukan akan digunakan sedikitnya 35 persen dari keseluruhan penggunaan energi Eropa pada 2030. Termasuk ketentuan bahan bakar dari energi terbarukan, yang membatasi bahan bakar dari makanan dan tanaman yang dituding menyebabkan penggundulan hutan dan kenaikan harga pangan, yaitu kelapa sawit.
Mahendra Siregar merupakan sosok dengan pembawaan yang cukup tenang maka ketika menyampaikan kecaman pada Uni Eropa terkait pengesahan rancangan proposal yang menghapus penggunaan Biodiesel dari Kelapa Sawit, tidak dengan emosi yang meledak-ledak. Namun, ia menyampaikan persoalan yang sedang dihadapi dengan tenang dan sistematis.
Dalam pandangannya pengesahan proposal pelarangan penggunaan biodiesel dari kelapa sawit sebagai bentuk diskriminasi yang ada di Uni Eropa. Menurutnya, persoalan diskriminasi ini persoalan yang mendesak dan perlu dibahas. Bahkan dirinya menjelaskan sudah melakukan koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri untuk segera menyatakan sikap.
Lebih lanjut, Mahendra mengatakan Kementerian Luar Negeri, sudah membentuk tim terdiri dari Kementerian Koordinator bidang Perekonomian dan Kementerian Perdagangan untuk merumuskan peta persoalan dan melihat situasi, kemudian menyampaikan langkah-langkah yang akan dilakukan. Persoalan ini harus cepat diantisipasi dan direspon dengan baik jangan sampai terlalu jauh baru ada melangkah.
“Yang pasti, kita juga sudah melihat Kementerian Luar Negeri sudah mengirimkan surat pada kementerian luar negeri masing-masing Negara yang ada di Uni Eropa dan mengirimkan surat ke Menteri luar negeri komisi Uni Eropa. Langkah selanjutnya, Langkah selanjutnya melihat perkembangan kemudian memobilisasi dan melihat penjelasan lebih lanjut di level operasional serta akan memberi masukan pada Presiden untuk menunjukkan sikapnya,” jelasnya.
Meningkatnya produksi biodiesel Indonesia mendorong pertumbuhan eksport yang pesat, terutama ke Uni Eropa. Namun, untuk melindungi produsen domestiknya, Uni Eropa menciptakan hambatan perdagangan yaitu dengan pengenaan pajak impor yang tinggi dengan tuduhan adanya dumping atas import biodiesel Indonesia dan Argentina.