MOJOKERTO, SAWIT INDONESIA – Kabul adalah petani sawit yang berbeda dari petani lainnya. Ia berkeinginan mencari alternatif penghasilan diluar budidaya sawit. Apalagi harga sawit sangat fluktuatif sehingga ketika harga turun menjadi sebuah petaka baginya.
Salah satu solusinya adalah menanam sayuran di sela pohon sawit. Ide bertani sayur ini muncul secara alami di benaknya. Pria berusia 47 tahun ini menjalankan sesuai pengetahuan yang dimiliki. Akan tetapi hasil tanaman sayurannya belum sesuai harapan. Hasil panennya tidak banyak, bahkan tidak sebanding dengan modal yang dikeluarkan untuk bibit dan kebutuhan perawatan.
Kendati mengalami kegagalan in, Kabul kembali mencoba untuk bercocok tanam sayuran lagi. Namun bedanya, dia bersama dua orang rekannya berkomitmen melaksanakan konsep pertanian terpadu yang tidak hanya bertani tetapi juga beternak. Konsep pertanian terpadu ini dia dapatkan dari pelatihan yang diperolehnya dari tempat belajar Pertanian Terpadu Taman Edukasi Pertanian Abatani di Mojokerto, Jawa Timur yang difasilitasi oleh CSR BGA Group Kalteng.
Pelatihan Pertanian Terpadu berlangsung selama 10 hari yang diikuti 4 orang perwakilan kelompok masyarakat tani binaan BGA Group dari Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Harapannya , peserta ini menjadi trainer atau pembimbing pertanian terpadu bagi masyarakat didaerahnya masing-masing.
Sepulang pelatihan ini, Kabul beserta rekannya langsung mengimplementasikan pengetahuannya. Berjalan kurang lebih 4 bulan, hasilnya pun mulai tampak. Misalnya sayuran ketimun, jagung, terong dan cabai. Komoditas sayuran ini sudah sekali dipanen, hasilnya cukup membantu kebutuhan hidupnya.
Selain bercocok tanam sayuran, Kabul juga beternak ayam, kambing dan ikan. Semua diintegrasikan dilahan tanaman sawit seluas 2 hektar miliknya.
Kabul mengatakan bahwa, tanamannya ada yang bisa dipanen mingguan, bulanan, tiga bulanan dan enam bulanan. Tanaman sayuran seperti Bayam, kangkung, ketimun dapat dipanen setiap minggu dengan rotasi tanaman yang direncanakan. Misalnya, sayuran ketimum, dalam 5 minggu Kabul sudah dapat memanen hasilnya. Ukurannya dalam satu ‘bedengan’ sekitar 15 meter dan lebar 80 cm.
“Ketimun sudah saya panen pak, hasilnya kruang lebih 117 kg, Alhamdulillah dijual kepada masyarakat sekitar kurang lebih dapat Rp1,4 jutaa, ” ujar Kabul.
Setelah berhasil menerapkan Pertanian Terpad, Kabul aktif melakukan training kepada petani sekitar. Dia tidak segan memberi pengetahuan yang dimilikinya dengan harapan agar sama-sama terhidar dari dampak turunnya harga TBS. Kadang lahan Pertanian Terpadu milik Kabul juga sering dikunjungi berbagai instansi atau lembaga untuk studi banding.
“Setiap minggu selalu ada yang datang pak di sini. Kadang ada anak SMK Pertanian yang magang di sini. Saya senang dapat membantu petani sekitar untuk menerapkan Pertanian Terpadu ini di lahannya masing-masing.” Ujar Kabul.
Kabul mengaku semua yang dia tanam merupakan tanaman organik atau tanpa pestisida. Bahkan, pengendalian hamapun ia pun menggunakan pestisida organik yang bersumber dari tanaman Kenikir, Paitan, Tuba dan Cocok botol. Menariknya, dengan pengendalian hama menggunakan bahan alami ini membuat hasil tanamannya tumbuh subur dan tidak merusak tanaman. Penerapannya sama dengan pestisida kimia, namun bahannya dibuat secara manual (diperas) dan airnya digunakan untuk penyemprotan.
Untuk pupuk, kabul juga menggunakan pupuk kandang serta MOL (Micro Organism Lokal) untuk menyuburkan tanah. Menurutnya MOL inilah yang membuat tanamannya tumbuh subur walaupun di lahan yang berpasir dan berkapur.
Selain sayuran dan peternakan, Kabul juga menanam tanaman herbal diantara pepohonan sawitnya. Aneka tanaman herbat herbal itu dia manfaatkan untuk pembuatan MOL dan keperluan sehari-hari. Ada juga tanaman bernilai jual tinggi seperti tanaman vanili yang juga terdapat diantara pepohonan sawitnya.
Kabul berharap banyak petani di Desa nya, yakni Desa Kinjil, Kec. Manggao, Kab. Kotawaringin Barat dapat melaksanakan Pertanian Terpadu ini sehingga memberikan alternatif pendapatan bagi masing-masing keluarga petani.