Salah satu produk turunan sawit yang terus dikembangkan adalah Surface Active Agent (Surfaktan). Produk ini dapat diaplikasikan di berbagai industri strategis. Perkembangan surfaktan disampaikan Prof. Dr. Ir. Erliza Hambali melalui penelitiannya di Surfactant and Bioenergy Research Center – Institut Pertanian Bogor (SBRC – IPB).
Prof. Erliza Hambali, mengatakan surfaktan adalah senyawa yang melokulnya memiliki sedikitnya satu gugus hidrofilik dan satu gugus hidrofobik. Hal ini disampaikannya saat menjadi pembicara Diskusi Sawit dengan tema “Spektrum Pengguna Oleochemical di Industri Strategis”, di Jakarta, pada November 2019.
“Surfaktan memiliki peranan penting pada berbagai industri dengan cara menurunkan tegangan antarmuka (IFT), menurunkan tegangan permukaan, menstabilkan sistem emulsi, mengubah kebebasan dan pembentukan busa,” ujarnya.
Selanjutnya, Dr. Erliza menjelaskan jenis-jenis surfaktan ada empat yaitu Anionic, Nanionic, Amfoterik, dan Cationic yang dapat diaplikasikan di beragam industri. Selain itu, pasar surfaktan di dunia yaitu 62,9% untuk produk pembersih, 8,4% untuk tekstil dan kulit, 5.5% untuk konstruksi, 5,1% untuk perminyakan, 3,4% untuk polimerisasi emulsi, 2,3% untuk pangan, 2,3% untuk agrochemicals, 1,9% untuk industri cat, 1,4% untuk kertas, 0,5% untuk plastik, 0,1 untuk bahan peledak dan 6,2% untuk industri lainnya.
“Di semua kehidupan kita tidak jauh dari surfaktan. Mulai bangun pagi dari cuci muka dan sikat gigi menggunakan produk yang dibuat dari surfaktan, untuk masak hingga digunakan untuk industri lainnya,” jelas Prof. Erliza.
Oleochemical terbagi menjadi dua kelompok yaitu Oleichemical dasar terdiri atas fatty acid, fatty ester, fatty alcohol, dan gliserol. Dari produk oleochemical dasar melalui proses lebih lanjut didapat olechemical derivates (turunannya), salah satunya surfaktan yang digunakan industri-industri strategis yang produknya dapat dinikmati konsumen.
Prof. Erliza mengatakan aplikasi surfaktan untuk berbagai produk, bahkan di sektor pertanian juga bisa untuk agrochemical. Peluang bisnis sangat terbuka dari produk hilir sawit. “Saat ini kita masih banyak impor Surfaktan Dietanolamida (DEA) karena belum ada industrinya di Indonesia yang banyak digunakan pada agrochemical padahal kebutuhannya cukup banyak,” ucapnya.
IPB juga mengembangkan surfaktan dari minyak sawit yang diaplikasikan di berbagai industri. “Di antaranya surfaktan Metil Ester Sulfonal (MES) secara luas diaplikasikan pada industri deterjen dan pembersih, kosmetik dan perawatan diri, farmasi, pangan, pertambangan (minyak), cat dan coating, kertas dan tekstil. Surfaktan Dietanolamida (DEA) juga dikembangkan dan dapat digunakan sebagai penyetabil dan pengembang busa, bahan pendispersi, emulsifier, foam boosting, dan viscocity builder di produk personal care dan kosmetika,” jelas Erliza.
Adapula dikembangkan surfaktan natrium lignosulfonate, yang dihasilkan dari pengembangan proses tandan kosong kelapa sawit sebagai pendispersi pada industri semen. Selain itu, juga mengembangkan surfaktan Alkil Poliglikosida (APG) sebagai surfaktan non-ionik yang ramah lingkungan karena terbuat dari alkohol lemak dan pati/gula sederhana juga dikembangkan digunakan untuk industri personal care product dan kosmetik (tidak berbahaya untuk mata, membran lendir dan mengurangi iritasi. APG yang sifatnya mudah terurai di alam baik aerob maupun anaerob juga digunakan pada industri tekstil dan herbisida.
(Selengkapnya dapat di baca di Majlah Sawit Indonesia, Edisi 98)