Program PSR merupakan salah satu Program Strategis Nasional. Percepatan PSR perlu menjadi prioritas bagi pemerintah dan petani. Kegiatan mengganti tanaman ini berpotensi meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani.
Pelaksanaan program PSR dengan penggunaan bibit unggul dan penerapan Good Agriculture Practice (GAP) akan meningkatkan produksi kelapa sawit tanpa harus melakukan pembukaan lahan baru, sehingga dapat meningkatkan pendapatan pekebun rakyat secara optimal.
Program PSR ditargetkan dari tahun 2020-2022 untuk lahan seluas 540 ribu hektare dan didukung pembiayaan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) sebesar Rp30 juta/hektare untuk maksimal lahan seluas 4 hektare/pekebun.
“Program PSR yang hari ini kita laksanakan adalah upaya kita untuk mewujudkan target dan keberlanjutan program tersebut. Diharapkan penanaman di kebun-kebun rakyat lainnya akan dilanjutkan,” ucap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam sambutannya di acara Penanaman Perdana program Peremajaan Sawit Kemitraan Strategis dengan tema Semangat Kemitraan Strategis untuk Percepatan Program Sawit Rakyat yang berlangsung di Kecamatan Kandis, Kabupaten Siak, Kamis (24/02).
Ketentuan kemitraan yang telah dirancang selain untuk mempercepat pelaksanaan PSR, sekaligus bertujuan untuk memastikan kualitas kebun sawit rakyat akan tumbuh dengan kualitas yang sama dengan kualitas kebun perusahaan mitranya. “Perusahaan mitra diharapkan bertanggung jawab untuk membantu pekebun membangun kebun sawitnya dengan kualitas minimal sama dengan kebun mitranya atau bahkan lebih baik dengan memanfaatkan teknologi yang terkini serta memastikan aspek keberlanjutan baik dari segi ekonomi, sosial, dan lingkungan,” jelas Menko Airlangga.
Sementara itu dari sisi pembiayaan, Pemerintah juga menyediakan dukungan Kredit Usaha Rakyat (KUR) denganbunga yang disubsidi dan grace period selama 5 tahun. Dengan dukungan tersebut, pekebun membayar cicilan setelah tanaman sawitnya menghasilkan. Menko Airlangga juga secara simbolis menyerahkan KUR dari berbagai bank penyalur seperti BNI, BRI, BPD Riau, Bank Syariah Indonesia, dan Bank Sinarmas Syariah.
Eddy Abdurrachman, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, menjelaskan bahwa total dana Peremajaan Sawit Rakyat yang telah tersalurkan mencapai Rp 6,59 triliun sepanjang 2016-2021. Dana ini menjangkau 242.537 hektare dan 105.684 petani. Tujuan dari PSR adalah meningkatkan produktivitas dan kualitas TBS petani, penerapan praktik perkebunan yang baik (Good Agricultural Practices), dan memperbaiki tata ruang perkebunan.
“PSR telah menjangkau 21 provinsi. Program ini sesuai regulasi yang ada. Penyaluran dana diberikan setelah BPDPKS menerima rekomendasi teknis dari Ditjen Perkebunan. Rekomendasi teknis ini datang dari bawah melalui proposal diusulkan pekebun melalui gapoktan atau koperasi,” ujarnya.
Eddy mengatakan berdasarkan usulan tadi setelah dilakukan verifikasi. Barulah diterbitkan rekomendasi teknis ole Ditjen Perkebunan. Sejak 2016-2020, terjadi peningkatan dana PSR yang diterima oleh petani. Kenaikan signifikan mulai berlangsung sejak 2018 seluas 12.609 hektare. Selanjutnya 2019 mencapai 90.492 hektare lalu meningkat 94.033 hektare pada 2020.
“Tetapi, realisasi dana PSR turun menjadi 42.212 hektare. Turunnya realisasi ini dipengaruhi rekomendasi BPK. Yaitu sebelum rekomtek Ditjen Perkebunan diterbitkan sebaiknya lahan harus clean and clear. Pengajuan calon kebun perlu di-cross check dengan BPN dan Kementerian LHK. Ini membuat agak turun kendati sudah banyak pengajuan dari petani,” ujarnya.
Dalam catatan BPDPKS, ada lima point tantangan PSR yang dihadapi petani. Pertama, legalitas calon lahan yang masuk kedalam kawasan hutan atau wilayah HGU meskipun telah memiliki umur tanaman lebih dari 25 tahun. Kedua, status kepemilikan lahan yang tumpang tindih.
Ketiga, minimnya petani yang memiliki kelembagaan dan tidak bankable. Keempat, keengganan pekebun yang kehilangan penghasilan selama masa peremajaan terutama di periode 2021 dimana harga TBS sangat tinggi. Kelima, koordinasi antara SKPD di daerah yang belum optimal di dalam memverifikasi usulan lembaga pekebun.
Sudin, Ketua Komisi IV DPR RI mengharapkan BPDPKS lebih aktif untuk menyelesaikan tantangan dan kendala PSR. Caranya BPDPKS dapat menjalin komunikasi dengan stakeholder seperti Ditjen Perkebunan, BPN dan KLHK.
“Sebaiknya sebulan sekali, BPDPKS mengumpulkan dinas perkebunan maupun gapoktan untuk sosialisasikan kendala PSR. Termasuk besaran dana PSR Rp 30 juta per hektare dan penggunaannya,” jelas Sudin.
Eddy menuturkan sesuai kapasitas lembaganya pihak selama ini aktif membangun komunikasi dengan Ditjen Perkebunan dan instansi terkait seperti KLHK dan BPN. Yang terjadi sekarang ini petani ada mengundurkan diri lantaran harga TBS sedang tinggi.
“Kami bekerja sama dengan GAPKI dan APKASINDO dalam percepatan PSR. Sebagai contoh, ada kebun PSR tumpang sari dengan tanaman lain seperti sayur dan sorgum,” paparnya.
Dalam rekomendasi RDP Komisi IV DPR RI dan BPDPKS, mendesak agar penggunaan dana BPDPKS lebih berpihak kepada peningkatan kesejahteraan petani kelapa sawit, antara lain melalui peningkatan program intensifikasi sawit rakyat, pelatihan SDM hingga dukungan sarana dan prasarana untuk kegiatan kebun sawit rakyat. Selanjutnya Komisi IV DPR RI mendorong Pemerintah melalui BPDPKS untuk meningkatkan alokasi penyaluran pada kegiatan intensifikasi untuk optimalisasi hulu produk sisawit di Tahun 2022.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 124)