Pemerintah sedang merancang aturan baru bagi sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Petani akan diberikan bantuan pendanaan untuk sertifikasi ISPO.
Seusai konsultasi publik regulasi ISPO di pengujung September, Ermanto Fahamsyah, Tim Asistensi Deputi II Kemenko Perekonomian RI, baru ingat saat melihat tema di spanduk. ”Harusnya bukan perubahan (Perpres ISPO) melainkan penggantian,” ujarnya dalam Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Presiden Tentang Perubahan Perpres ISPO pada akhir September 2023 di Jakarta.
Konsultasi publik ini bagian kegiatan dari proses revisi Perpres ISPO Nomor 44/2020 yang telah berjalan semenjak 22 Juni 2023. Sedangkan, usulan perubahan regulasi ini disampaikan Menko Perekonomian RI pada akhir Januari 2023.
Plh.Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian RI, Dida Gardera menjelaskan proses revisi Perpres ISPO telah dimulai dengan mengirimkan surat kepada Presiden RI Joko Widodo tentang izin prakarsa penyusunan Perpres tentang Perubahan Atas Perpres 44/2020 tentang ISPO pada 31 Januari 2023.
“Pak Menko mengirimkan surat tersebut kepada Bapak Presiden,” jelasnya.
Ada tiga alasan perubahan Perpres ISPO; pertama, sertifikasi sawit ini harus menjangkau rantai pasok kelapa sawit termasuk produk hilir. Kedua, berkaitan penyempurnaan dan restrukturisasi kelembagaan ISPO agar kredibilitasnya dapat diakui negara lain dan organisasi internasional.
“Aspek ketiga berkaitan reformulasi pembiayaan sertifikasi ISPO supaya ada kejelasan,” jelasnya.
Dida menyebutkan Presiden telah memerintahkan untuk melakukan rapat pembahasan antar kementerian lembaga dimulai paling lambat 14 (empat belas) hari sejak persetujuan penyusunan Perpres ini diterima. Selanjutnya, arahan Presiden supaya penyusunan Perpres harus diselesaikan pada 2023.
Langkah selanjutnya Kemenko Perekonomian RI membentuk Panitia Antar Kementerian dan Non Antar Kementerian berkaitan Perubahan Perpres ISPO yang terdiri dari 10 perwakilan yaitu Kemenko Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian ESDM, Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan, Sekretariat Kabinet, Badan Standardisasi Nasional, dan BPDP Kelapa Sawit.
“Konsultasi Publik di hari ini merupakan rangkaian kegiatan progress perubahan Perpres ISPO. Harapannya, ISPO diterima seluruh masyarakat dan konsumen di pasar internasional,” ujar Dida.
Ermanto Fahamsyah menyebutkan pergantian Perpres ISPO 44/2020 ini sudah tidak sesuai dengan kebutuhan hukum dan perkembangan internasional. Selain itu, ada pula usulan penambahan sistem sertifikasi dan standar rantai pasok ISPO Hilir yang berlaku untuk produk minyak kelapa sawit; produk turunan, termasuk bahan bakar nabati (biodiesel), produk sampingan, dan limbah.
“Jadi sertifikat ISPO akan diwajibkan pula kepada industri hilir dan bioenergi kelapa sawit,” tambahnya.
Dalam rancangan Perpres ISPO yang baru akan ada 7 bab dan 31 pasal. Ketujuh bab tersebut diantaranya ketentuan umum, sertifikasi kelapa sawit berkelanjutan Indonesia, kelembagaan, keberterimaan lalu daya saing pasar serta peran serta, pembinaan serta pengawasan, ketentuan peralihan dan penutup.
Isu menarik lain dalam aturan baru ini adalah petani dapat mengajukan bantuan biaya Sertifikasi ISPO. Usulan ini dimuat dalam presentasi Dr. Prayudi Syamsuri, Direktur Pemasaran dan Hasil Perkebunan Kementerian Pertanian RI yang berjudul Kebijakan Pengembangan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.
Nantinya, sumber pembiayaan sertifikasi ISPO petani dapat bersumber dari APBN dan APBD serta sumber lain sesuai peraturan perundang-undangan. Pembiayaan ISPO kepada petani dapat digunakan untuk pelatihan, pendampingan pemenuhan prinsip dan kriteria ISPO, dan sertifikat ISPO awal.
“Tetapi biaya penilikan dan sertifikasi ulang ISPO menjadi tanggungan petani,” kata Prayudi.
Tantangan berat pemerataan sertifikasi ISPO adalah kebun petani. Dari data Kementerian Pertanian RI, perkebunan sawit rakyat/petani baru mengantongi 34 sertifikat. Jauh tertinggal dari perkebunan swasta 764 sertifikat dan perkebunan negara 65 sertifikat. Total luas lahan bersertifikat ISPO di Indonesia 4,071 juta ha atau 24,9% dari luas perkebunan sawit nasional.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 144)