Serangan Ganoderma Boninense terus meningkat di sentra perkebunan sawit Indonesia. Pada 2023, luas perkebunan sawit yang terkena serangan Ganoderma mencapai 170.593 Ha. Jika tidak dikendalikan, ada potensi yield produksi sawit drop sampai 90%.
“Dari Medan sampai Rantau Prapat, kita melihat banyak sekali pohon bertumbangan. Kondisi (itu diakibatkan) serangan Ganoderma. Walaupun infrastruktur perkebunan sawit di Sumatera Utara sudah sangat baik tetap saja pelaku usaha kewalahan dalam pengendalian Ganoderma,” ujar Dr. Darmono Taniwiryono, Co-Founder Roundtable Ganoderma Management dalam 2nd Technical Meeting Roundtable Ganoderma Management di Bogor pada awal Maret 2024.
Walaupun daerah lain sentra sawit lainnya seperti Riau, Jambi, dan Bengkulu belum terlihat pohon sawit bergelimpangan akibat Ganoderma. Tetapi berdasarkan hasil Safari Ganoderma di Riau itu sudah sangat tinggi serangan di perkebunan sawitnya.
”Memang tidak terlihat tetapi ancamannya jelas karena provinsi seperti Riau, Jambi, dan Bengkulu sebagai sentra sawit lalu hampir 50% dikelola petani. Apa bila 10 tahun lalu lagi kondisinya sama seperti Sumatera Utara, maka sesuai studi Patterson bahwa Indonesia akan kehilangan sawit pada 2050,” urai Darmono.
Namun analisis Darmono memperkirakan kerusakan pohon yang disebabkan Ganoderma akan lebih cepat terjadi dari analisis Patterson. Asumsinya, banyak petani tidak mengetahui gejala serangan Ganoderma kepada tanaman.
“Jadi kekhawatiran ini bukan hoax tetapi ini (Ganoderma) nyata. Malahan ketika tanaman sudah kena serangan Ganoderma skala berat, dianggap tersambar petir,” jelasnya.
Merujuk Warta PPKS (2024) yang ditulis Eka Wijayanti dkk berjudul “Kejadian Penyakit Busuk Pangkal Batang Pada Tanaman Kelapa Sawit Menjelang Tanam Ulang Di Sumatra Utara Bagian Barat” bahwa penyakit BPB sebelumnya bukanlah merupakan penyakit yang merugikan secara ekonomi, terutama pada areal generasi I kelapa sawit yang merupakan konversi dari hutan dan tanaman karet.
Serangan berat hanya terjadi pada kelapa sawit berumur lebih dari 30 tahun. Namun, sistem budidaya monokultur yang masif menyebabkan tingkat serangan G. boninense meningkat dari 3,7% menjadi 42,2% selama 8 tahun atau mengalami kenaikan sebesar 4,8% per tahunnya.
Sekjen GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) Hadi Sugeng menyebutkan serangan ganoderma boninense yang menyebabkan penyakit busuk pangkal batang pada tanaman kelapa sawit selama ini diyakini bersifat mematikan. Karena apabila terlihat gejalanya pada suatu tanaman, maka tanaman tersebut sudah terlambat untuk disembuhkan dan harus segera dieradikasi untuk menghindari penularan pada tanaman lainnya.
Berdasarkan data Kementan, produktivitas tanaman kelapa sawit nasional pada tahun 2023 diperkirakan sekitar 3,69 ton CPO/ha/thn. Angka ini turun dari tahun 2021 yang mencapai 3,75 ton CPO/ha/thn. Belum ada laporan pasti apa penyebab utama penurunan produktivitas ini, namun adanya serangan Ganoderma bisa menjadi salah satu penyebab dari penurunan produktifitas. Sebagai informasi, Sumatera Utara yang merupakan daerah tertua perkebunan sawit nasional, produktivitasnya mengalami penurunan signifikan dari 4,75 ton CPO/Ha/Thn pada tahun 2021 menjadi 4,03 ton CPO/ha/th di tahun 2023. Demikian halnya di Riau terjadi penurunan dari 3,73 ton CPO/Ha/Thn menjadi 3,710 ton/ha/thn
Serangan yang menyebar/ ekstrim dan harus di-Eradikasi, menyebabkan jumlah tegakan tanaman perhektar berkurang, sehingga produktifitas per-ha juga berkurang dan bisa menyebabkan secara komersial perkebunan tersebut tidak layak lagi diusahakan. Realitas di lapangan, serangan Ganoderma boninense ternyata tidak hanya ditemukan pada tanaman kelapa sawit yang telah di replanting (generasi kedua, ketiga dan seterusnya), tetapi juga ditemukan pada tanaman generasi pertama yang belum pernah replanting.
“Penyakit busuk pangkal batang, tidak hanya ditemukan di wilayah Sumatera, tetapi juga ditemukan di Sulawesi dan Kalimantan,” urainya.
Fakta penyebaran Ganoderma di wilayah luar Sumatera sudah terbukti. Serangan Ganoderma telah ditemukan di perkebunan sawit Sulawesi Barat. Berdasarkan data yang telah dilaporkan melalui aplikasi Sipereda Kementerian Pertanian RI, trend peningkatan intensitas serangan Ganoderma di Kabupaten Mamuju Tengah (Mateng) mengalami peningkatan serangan yang cukup signifikan. Pada Januari 2023 luas serangan sebesar 2.714 Ha mengalami peningkatan hingga 8.794 Ha pada Desember 2023 dengan kategori intensitas serangan ringan.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Perkebunan Sulbar, Herdin Ismail menyampaikan, hal itu tidak bisa dianggap sepele mengingat laju infeksi penyakit Ganoderma yang sangat cepat, sehingga harus segera diambil langkah-langkah pengendalian secara komprehensif untuk mencegah semakin meluasnya serangan Ganoderma.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 149)