Uryupina Alisa Eduardovna, Akademisi MGIMO University dari Moskow, menyebutkan Indonesia perlu memperkuat kerjasama perjanjian kemitraan untuk mengokohkan pasar sawitnya di kawasan Uni Ekonomi Eurasia.
Gagasan ini disampaikan Uryupina Alisa saat menjadi pembicara Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) pada November 2023 di Nusa Dua, Bali. Ia menjelaskan pandangannya mengenai peluang minyak sawit di pasar Uni Ekonomi Eurasia. Dalam penjelasannya disusun kebeberapa poin kunci termasuk kerjasama antar wilayah, perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif European Union (EU) – Indonesia (IEU-CEPA), perjanjian perdagangan bebas EAEU (EEU) – Indonesia (FTA) dan mencakup beberapa statistik penting.
“Kami mulai dengan menggaris bawahi konsep inter regionalisme, dengan fokus pada hubungan antar wilayah, dalam hal ini EU dan Indonesia. Inter regionalisme menjadi fokus yang signifikan dengan dua kategori yang berbeda: inter regionalisme murni, yang melibatkan kerjasama antara dua asosiasi tingkat regional dan quasi-inter regionalisme, dimana kerjasama terjadi antara asosiasi tingkat regional dan negara anggota,” kata Alisa.
“Dialog Uni Eropa dengan Indonesia dianggap sebagai bagian dari kebijakan inter regional yang bertujuan untuk meningkatkan hubungan dengan ASEAN dan berpotensi mengarah pada perjanjian kawasan perdagangan bebas Uni Eropa -ASEAN,” imbuhnya.
Kemudian, paparan beralih kenegosiasi IEU – CEPA yang dimulai pada Juli 2016 dengan 15 putaran yang telah dilaksanakan yang terbaru pada Juni 2023.
“Perjanjian tersebut menawarkan beberapa keuntungan termasuk memfasilitasi perdagangan barang dan jasa mengurangi hambatan tarif dan non – tarif, meningkatkan aliran investasi langsung asing, dan mendorong pembangunan keberlanjutan. Namun, hambatan seperti produksi minyak kelapa sawit, ekspor nikel, deforestasi dan perbedaan dalam pandangan hak asasi manusia dan budaya juga dicatat. Dan, pemilu di Indonesia tahun mendatang dapat mempengaruhi agenda perekonomian Indonesia,” jelas Alisa.
Dalam konteks Uni Ekonomi Eurasia atau Eurasian Economic Union (EEU) telah aktif berinteraksi dengan ASEAN dan negara -negara anggotanya. “Mereka telah mendirikan zona perdagangan bebas dengan Vietnam dan Singapura dan negosiasi dengan Indonesia sedang berlangsung. Proses negosiasi, mulai dari pembentukan kelompok penelitian pada September 2020 hingga putaran pertama dan putaran kedua yaitu negosiasi pada April dan Juli 2023,” lanjut Alisa.
Selanjutnya, perempuan asal Rusia ini juga menyampaikan statistik ekspor EEU ke Indonesia menunjukkan bahwa logam, produk kimia, dan produk mineral adalah arah industri utama. Item produk khusus mencakup pupuk kalium, batu bara, forrolegera, baja setengah jadi, dan aluminium. Perlu diperhatikan ekspor ini mengalami fluktuasi dalam beberapa tahun terakhir.
Sementara, struktur impor EEU dari Indonesia menyoroti produk pangan dan bahan baku pertanian, mesin dan peralatan, tekstil, alas kaki, produk industri kimia, karet dan logam sebagai arah industri utama.
“Item produk yang paling menonjol adalah minyak kelapa sawit, yang mengalami peningkatan impor yang signifikan. Statistik menunjukkan bahwa pangsa negara – negara EEU dan impor minyak kelapa sawit global meningkat dari 2,1% (2017) menjadi 2,7% (2021), terutama karena impor Rusia. Rusia, sebagai anggota terbesar EEU dan salah satu konsumen terbesar minyak kelapa sawit di dunia, menempati peringkat kesembilan secara global dalam impor minyak kelapa sawit,” urai Alisa.
“Minyak kelapa sawit adalah bahan penting dalam industri makanan dan pengolahan Rusia, dengan presentase yang ditentukan untuk sektor – sektor berbeda,” sambungnya.
Sebagai informasi, negara – negara EEU yang terdiri dari Rusia, Armenia, Belarusia, Kyrgyzstan, dan Kazakhstan, terutama memproduksi minyak bunga matahari. Namun, impor minyak nabati di EEU telah tumbuh secara signifikan dengan Rusia, Kazakhstan, dan Belarus menjadi konsumen utama. Bahkan,impor minyak nabati di negara – negara EEU meningkat sebesar 24% antara tahun 2017 dan 2021 dengan Rusia sebagai konsumen terbesar, diikuti oleh Kazakhstan dan Belarus.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 146)