Dalam beberapa tahun terakhir, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyoroti tren pertumbuhan produktivitas sawit nasional yang terus melemah. Masalah ini tidak bisa dianggap enteng lantaran kebutuhan minyak sawit terus meningkat dalam satu dekade terakhir baik di dalam dan luar negeri.
Tim redaksi Majalah Sawit Indonesia, berkesempatan mewawancarai Sekjen GAPKI, M. Hadi Sugeng Wahyudiono atau akrab dipanggil Pak Hadi Sugeng untuk membedah masalah produktivitas sawit di Indonesia. Pria kelahiran Lamongan ini memberikan pemaparan selama satu jam lebih berkaitan pangkal masalah “lemahnya” produktivitas sawit sekaligus upaya pembenahannya.
Hadi Sugeng menjelaskan luas perkebunan sawit Indonesia mencapai 16,38 juta hektare. Terdiri dari perkebunan dengan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) 1,5 juta hektare dan Tanaman Menghasilkan (TM) 14,88 juta hektare.
“Dari luas tanaman menghasilkan tadi, terdapat 6,57 juta hektare adalah tanaman berusia tua di mana sudah memasuki pertumbuhan produktivitas yang negatif,” urai Hadi.
Alumnus Universitas Jember ini merujuk data Statistik Perkebunan bahwa rerata pertumbuhan produktivitas sawit secara nasional terjadi perbaikan dari periode 2016-2022. Walaupun demikian memang tidak signifikan dan berfluktuasi.
“Tantangan terbesar memang di perkebunan rakyat. Rata-rata produktivitas sawitnya 2,5 ton CPO per hektar per tahun. Sedangkan produktivitas kebun swasta secara nasional 3,4 ton CPO per hektar per tahun dan perkebunan milik BUMN di angka 3,6 ton CPO per hektar per tahun,” kata Hadi.
Hadi mengatakan perbedaan produktivitas ini disebabkan berbagai faktor fundamental yaitu pemakaian varietas unggul bersertifikat, praktek agronomi (rawat,panen, pemupukan, dll), dan pelibatan teknologi serta implementasi hasil riset dan development.
Sebagai organisasi yang berusia 43 tahun, GAPKI memberikan perhatian besar untuk membenahi produktivitas sawit Indonesia. Hadi menguraikan ada sejumlah strategi yang telah disusun GAPKI supaya kebun sawit kembali produktif. Tujuannya produksi dapat mengimbangi tren kebutuhan minyak sawit yang terus meningkat setiap tahun.
“Di tahun Indonesia emas 2045, produksi minyak sawit kita ditargetkan 100 juta ton CPO. Target ini sangat mungkin dicapai dengan tanpa menambah luasan, caranya mendongkrak produktivitas nasional menjadi 6-7 ton CPO per hektar per tahun,” tambah Hadi menguraikan penjelasannya.
Berikut ini hasil wawancara Tim Majalah Sawit Indonesia bersama Sekjen GAPKI, Hadi Sugeng di Kantor GAPKI yang berada di Jakarta Pusat, pada pertengahan Februari 2024:
Bagaimana pandangan Bapak mengenai produktivitas sawit Indonesia yang berjalan stagnan dalam 5 tahun terakhir?
Selama 5 tahun terakhir produksi sawit relatif stagnan bahkan cenderung menurun, ini sangat penting untuk dicarikan jalan keluarnya. Idealnya produksi terus ditingkatkan sesuai dengan volume kenaikan kebutuhan dalam negeri dan volume eksport tetap dipertahankan. Data Nasional dan GAPKI menunjukkan bahwa permintaan dalam negeri dalam kurun waktu yg sama cenderung meningkat (untuk food, oleochemical, dan bioenergi) dampak dari pertambahan penduduk dan program mandatori biodesel. Kalau produksi tidak bisa ditingkatkan, maka akan ada yang dikorban kanpaling sederhana yaitu volume ekspor akan dikurangi yang berdampak penerimaan devisa negara akan mengalami penurunan.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 148)