Industri oleokimia nasional berpeluang besar menguasai pasar kebutuhan oleokimia dunia. Industri oleokimia berperan dalam mengolah minyak sawit menjadi produk kimia bernilai tambah tinggi antara lain, fatty acid, fatty alcohol, glycerine, methyl ester, dan atau turunannya.
Indonesia sebagai produsen terbesar minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) di dunia. Kini, Indonesia berpeluang menjadi basis industri oleokimia dunia yang mengungguli Malaysia, Cina, India, bahkan Uni Eropa. lndustri oleokimia Indonesia dalam 3 tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan yang positif. Hal ini diungkapkan Rapolo Hutabarat Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) dalam Seminar Oleokimia bertemakan “Ragam Industri Pengguna Produk Oleokimia Indonesia”.
Seminar ini terselenggara berkat kerjasama Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN) dan Majalah Sawit Indonesia di Jakarta, Rabu (3 Juli 2019). Kegiatan ini mendapatkan dukungan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) karena industri oleokimia sebagai produk turunan sawit yang mampu menciptakan lapangan kerja, investasi, penerimaan pajak, dan stimulus ekonomi daerah.
Pembicara yang hadir antara lain Aziz Pane (Ketua Umum APBI), Dr.Liandhjani (Ketua Bidang Industri Perkosmi), Lila Harsya (Kemenperin RI), dan Dr.Ir. Tatang Hernas Soerawidjaja (Ketua Ikatan Ahli Bioenergi).
Rapolo mengatakan jumlah perusahaan oleochemical di Indonesia tahun 2016 sebanyak 17 perusahaan kapasitas produksi 10,970.700 ton/tashun dengan nilai investasi mencapai Rp 4,7 triliun. Selanjutnya dari 2017-2018 terdapat 19 perusahaan dan tahun 2019 naik menjadi 20 perusahaan dengan total kapasitas produk oleokimia nasional sebanyak 11,326 juta ton/tahun. Penambahan investasi industri oleokimia di awal tahun 2019 mencapai Rp 4,84 triliun.
Pada 2019, dari total kapasitas produksi oleokimia 11,326 juta ton terdiri dari fatty acid 4,55 juta ton, fatty alcohol 2,12 juta ton, gliserin 883.700 ton, metil ester 1,93 juta ton dan soop nodle berjumlah 1,83 juta ton. “Kenaikan produksi tahun ini ditopang investasi baru dua perusahaan oleokimia yang berlokasi di Dumai (Riau). Selain itu, dua perusahaan tadi sudah menjadi anggota Apolin,” ujar Rapolo.
Sementara itu, investasi oleokimia tahun 2017 sebesar Rp 4,7 triliun di Dumai. Selanjutnya tahun 2019, ada investasi senilai Rp 1,1 triliun di Riau. Saat ini Apolin menaungi 10 perusahaan oleokimia dari 20 pabrikan yang telah eksis di Indonesia. “Adapun kapasitas yang running saat ini utilitasnya kisaran 70%-80%,” sebut Rapolo.
Adapun volume ekspor produk oleokimia dengan 15 HS code tahun 2017 sebesar 1,9 juta ton, tahun 2018 meningkat menjadi 2 juta ton. Nilai ekspor tahun 2017 sebesar USD 1,5 miliar dan USD 2,3 miliar di tahun 2018.
(Selengkapnya dapat di baca di Majalah Sawit Indonesia Edisi 93, 15 Juli – 15 Agustus 2019)