“Sejak Instiper lahir, kami memang berdedikasi untuk mencetak SDM di bidang perkebunan,”ujar Dr. Ir. Harsawardana,M.Eng, Rektor Instiper.
Instiper Yogyarta yang berdiri sejak 1958, dan sejak awal didirikan Instiper bertujuan untuk mengisi kebutuhan sumber daya manusia setelah kebijakan nasionalisasi aset perusahaan Belanda di Indonesia. “Instiper ini mempunyai semangat mengisi kebutuhan SDM perkebunan. Setelah tenaga perkebunan asal Belanda pulang ke negaranya, pasca nasionalisasi,” ujar Harsawardana.
Ia menjelaskan Instiper punya kemampuan dan pengalaman terbaik untuk mencetak sumber daya manusia di bidang perkebunan terutama kelapa sawit. Hal ini terbukti dari para alumninya yang tersebar bekerja di sektor perkebunan. Jumlah alumni Instiper diperkirakan mencapai 14 ribu orang dimana 60% bekerja di industri sawit.
“Dukungan dari alumni terhadap Instiper sangatlah kuat. Itu sebabnya, orang bicara perkebunan pasti identik dengan Instiper,” ujar Harsawardana saat ditemui di kantornya pada akhir Agustus 2019.
Pengakuan ini terlihat dari kerjasama dan kepercayaan perusahaan sawit yang bekerjsama dengan Instiper. Harsawardana menjelaskan bahwa Instiper dapat menjadi penghubung baik kebutuhan SDM perkebunan dalam rangka memperkuat kompetensi yang bersifat teknis dan non teknis. Hingga saat ini, Instiper telah menjalin kerjasama dengan 55 perusahaan. Sebagian besar merupakan perusahaan kelapa sawit ternama di Indonesia seperti Astra Agro, Sinarmas Agri, Wilmar, Asian Agri, Minamas, Gama Plantation, Bumitama Gunajaya Agro, dan DSN Grup.
Dibandingkan lembaga pendidikan SDM perkebunan lainnya, Instiper Yogyakarta sangat adaptif menghadapi perkembangan teknologi dan revolusi industri 4.0. Dalam hal ini, revolusi industri 4.0 ditandai proses smart industry yang mengacu peningkatan otomatisasi, machine to machine dan komunikasi human to machine, dan artificial intelligence (AI).
Dalam pandangan Harswardana, saat ini perkembangan masyarakat dunia menghadapi teori kelangkaan dan keberlimpahan. Teori ini menjadi pegangan Instiper. Karena sumber daya yang dulu terbilang langka saat ini menjadi berlimpah. Sedangkan, teknologi yang awalnya langka sekarang menjadi berlimpah.
“Ketersediaan teknologi yang melimpah saat ini dapat diakes untuk dimanfaatkan bidang pertanian dan perkebunan untuk menyediakan sumber daya yang sekarang terbatas. Padahal, teknologi dulu terbilang sulit dimanfaatkan bagi perkebunan, sedangkan sekarang berbeda. Pada saat ini sektor pertanian berkaitan erat dengan teknologi,” papar lulusan S-3 Rheinisch-Fredrich-Wilhems Universität, Bonn Jerman.
“Pada saat ini kami menempatkan ICT sebagai tulang punggung Instiper. Karena itu, kami sangat serius dalam membangun dan memanfaatkan perkembangan teknologi untuk meningkatkan kinerja Instiper”, papar Harsawardana.
Tranformasi Instiper menuju teknologi dan digitalisasi diwujudkan melalui New INSTIPER with Advanced Technology (NIwAT) 18/22. NIwAT 18/22. Program ini diperkenalkan sejak 7 Maret 2018 saat kuliah umum Menristekdikti Mohammad Nasir di GRHA INSTIPER. Harsawardana menjelaskan bahwa penggunaan teknologi sudah diperkenalkan kepada para mahasiswa Instiper sejak masuk kuliah. Pengenalan ini sudah dimulai sejak kegiatan Orientasi Kampus dan Kenal Kebun (OKKABUN). Melalui OKKABUN, mahasiswa diberikan pengenalan untuk menjadi bagian transformasi dari masa Sekolah Menengah Atas (SMA) ke Perguruan Tinggi. Tujuannya menjadikan mahasiswa bisa belajar secara mandiri, kreatif, bertanggung jawab, dan dapat bekerja dalam tim.
Dalam proses belajar mengajar, mahasiswa juga dilatih menggunakan instrumen dan aplikasi digital. Mahasiswa Instiper dibekali beragam kemampuan seperti mekanisasi, otomatisasi, robotik, pengelolaan perkebunan menggunakan drone,dan membuat aplikasi untuk smartphone. Kemampuan itulah yang menjadi nilai tambah lulusan Instiper untuk berdinamika dengan revolusi industri 4.0.
(Selengkapnya dapat di baca di Majalah Sawit Indonedia, Edisi 95)