Sektor industri oleokimia berbasis pengolahan minyak sawit menghasilkan produk yang sangat diminati konsumen global di masa pandemi. Peluang ini dibaca Kementerian Perindustrian RI melalui serangkaian strategi untuk meningkatkan industri oleokimia.
Putu Juli Ardika, Plt. Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian RI menjelaskan bahwa Indonesia sangat unggul sebagai produsen kelapa sawit dunia di mana 45% minyak nabati dunia disuplai dari Indonesia dan itu berbasis produk sawit.
“Siapa pun yang melawan sawit secara ekonomi, dia melawan sesuatu yang produktif. Jadi kalanu tidak melakukan hal-hal yang tidak produktif, maka akan tertinggal,” terang dia.
Dia yakin bahwa kedepan ini merupakan keunggulan produk Indonesia. Sementara itu, proses hlirisasi sawit setiap tahun makin bernilai tambah. Pada 2020 bahan baku produk hilir sawit 80% diolah dan diperjual belikan dan tinggal 15% masih dijual dalam bentuk bahan baku atau minyak sawit mentah (CPO).
“Sehingga nilai tambah cukup signifikan dan kami mencatat di Kemenperin ada 160 produk hilir yang telah diproduksi dalam negeri baik itu untuk keperluan pangan, nutrisi maupun bahan kimia (oleokimia) dan sebagai bahan bakar baru terbarukan,” terang dia.
Saat ini, produk oleokimia sabun dan glycerine (bahan baku hand sanitizer) yang dipakai untuk kebersihan dalam rangka memutus rantai penyebaran virus COVID-19. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah menjadikan industri oleokimia sebagai salah satu prioritas nasional sejak tahun 2010, dan konsisten memberikan dukungan agar sektor ini tumbuh mantap dan berkelanjutan.
“Kemenperin menyiapkan beberapa fasilitas dan dukungan bagi industri oleokimia agar tetap produktif, bahkan di tengah pandemi,” ujar Putu Juli Ardika dalam webinar bertemakan “Momentum Industri Oleokimia Indonesia di Pasar Global: Peluang dan Tantangan”, Kamis (9 September 2021).
Kegiatan ini diselenggarakan oleh Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN) dan Majalah Sawit Indonesia yang didukung oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Dilanjutkan Putu Juli, fasilitas tersebut antara lain penerbitan dan monitoring Izin Operasional Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) bagi perusahaan industri dan perusahaan kawasan industri agar dapat tetap beroperasi di masa pandemi dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. “Apalagi industri oleokimia termasuk dalam sektor kritikal yang dapat tetap beroperasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat,” tambah Putu.
Selanjutnya, industri oleokimia juga termasuk dalam sektor industri yang mendapat fasilitas Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yaitu harga beli di plant gate sekitar USD6/MMBTU sesuai Perpres No. 40 tahun 2016. Fasilitas ini telah diterima oleh sekitar 20 pabrik oleokimia dari 11 perusahaan dan dirasakan sangat efektif dalam mendukung daya saing produk ekspor industri oleokimia.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum APOLIN Rapolo Hutabarat memberikan apresiasi dan terima kasih kepada Kemenperin yang telah konsisten mendukung kebijakan HGBT, sehingga kinerja industri oleokimia dapat mengimbangi peningkatan kebutuhan pasar.
Kebijakan primer lain yang bermanfaat mendukung kinerja industri oleokimia adalah penetapan tarif pungutan ekspor bahan baku CPO dan/atau CPKO lebih tinggi dari pada produk intermediate/hilir, untuk menjaga pasokan bahan baku bagi industri oleokimia domestik. “Industri oleokimia juga memperoleh dukungan berupa advokasi tarif pungutan ekspor kelapa sawit CPO dan turunannya yang lebih pro-industri pengolahan, sesuai PMK No. 191/2020 juncto PMK 76/2021,” jelas Plt. Dirjen Industri Agro.
Putu menjelaskan, dukungan dan fasilitasi tersebut bertujuan untuk mempertahankan industri oleokimia agar tetap berada pada momentum kinerja berketahanan tinggi (high resilience). “Kemenperin juga mendorong sektor industri oleokimia sebagai penghela program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), seiring percepatan-perluasan program vaksinasi COVID-19 masyarakat,” tandasnya.
Meskipun tantatangan yang dihadapi cukup banyak dalam pengembangan produk tersebut karena dahulu mempunyai minyak di dalam tanah. “Sekarang kita mempunyai minyak ramah lingkungan di atas tanah dan ini sumberdaya yang bisa menggerakan Indonesia maju, mandiri dan inklusif,” kata Putu.
Pada masa pendemi oleokimia ini banyak digunakan dan berperan dalam memutus rantai penyebaran virus corona. Awal pandemi Januari-Mei 2020 terjadi kenaikan ekpor produk oleokimia 10.47% dengan volume 1,66 juta ton atau senilai USD 1,53 miliar.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 119)