CPOPC (Council of Palm Oil Producing Countries) membangun kepentingan bersama negara produsen sawit untuk menjaga dan menaikkan citra positif sawit di pasar global.
Semenjak Juni lalu, Dr. Rizal Affandi Lukman dipercaya menjabat Sekretaris Jenderal Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) atau Dewan Negara-negara Produsen Minyak Sawit. Pria kelahiran Bandung ini memiliki pengalaman panjang di pemerintahan diantaranya Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Perekonomian RI.
“Saya masuk CPOPC sejak Juni 2022, jadi setiap 3 tahun pergantian pengurusan. Tugas CPOPC memperkuat peran CPOPC, dengan kepengurusan yang baru ingin melakukan repositioning peran dari CPOPC, dan perlu melakukan hal-hal strategis untuk keberlanjutan industri sawit,” ujar Dr. Rizal mengawali perbincangan.
Rizal menjelaskan bahwa jabatan Sekretaris Jenderal yang sebelumnya memiliki nomenklatur Direktur Eksekutif. Peranan dan fungsi Sekretaris Jenderal tetap sama yaitu mengkoordinasikan dan memfungsikan sekretariat CPOPC untuk meningkatkan peran antara Indonesia dan Malaysia mempunyai common interest (kepentingan bersama) untuk menjaga dan menaikkan citra positif sawit di pasar global. dan meminimalisir dan menghilangkan diskriminasi sawit di pasar global.
CPOPC adalah organisasi antar pemerintah negara penghasil minyak sawit yang bertujuan untuk mempromosikan, mengembangkan, dan memperkuat kerja sama dalam budidaya dan komoditas kelapa sawit di antara negara-negara anggota. Saat ini beranggotakan Indonesia – Malaysia, dan membuka kesempatan pada negara lain untuk bergabung.
Saat ditemui di kantornya pada akhir September, Dr. Rizal Affandi Lukman, M.A menyebut peranan CPOPC ke depan sangat penting mengingat beragam isu yang ditudingkan pada industri kelapa sawit masih akan terus ada. Untuk itu, pihaknya mengajak negara-negara penghasil dan pemilik lahan kelapa sawit yang signifikan untuk menjadi anggota.
“Sekarang sudah ada 4 negara berstatus observer countries yang kami sudah terima surat pengajuan menjadi anggota CPOPC yaitu Honduras, Kolombia, Papua Nugini dan Ghana . Mereka sedang memproses ratifikasi di dalam negerinya masing-masing,” jelasnya.
Meski memiliki peran dalam perekonomian nasional dan berkontibusi pada kebutuhan akan minyak nabati dunia, industri kelapa sawit masih kerap dituding dengan berbagai isu-isu negatif, terutama di Uni Eropa.
Dikatakan Rizal, isu-isu yang tidak jarang dituding berangkat dari besarnya manfaat Palm Oil. Minyak sawit juga disebut sebagai produk minyak nabati yang paling produktif dibanding minyak nabati lain yang ada di dunia. Sehingga posisi minyak sawit sangat kompetitif dan produktif yang menyebabkan produk minyak nabati seperti kedelai, rapa, bunga matahari dan lainnya menjadi tersaingi.
“Maka kami menduga sentimen negatif sawit yang ada mulai dari isu lingkungan hingga kesehatan untuk menghalangi minyak sawit untuk masuk ke Uni Eropa. Ada beberapa negara di Uni Eropa yang bahkan mencantumkan label free palm oil atau tanpa kandungan minyak sawit pada kemasan produknya. ” ucapnya.
Tantangan lain adalah skor nutrisi di kemasan produk makanan (kandungan ada sawitnya atau tidak). Walaupun, ada beberapa negara yang mendukung dan menolak. Menurutnya, pelabelan skor nutrisi ini menjadi alarm banyak sekali yang melihat minyak sawit sebagai kompetitor sehingga berbagai cara dan aspek dilihat untuk membangun sentimen negatif (deferostasi hingga muncul kebijakan Renewable Energy Directiveatau RED II).
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 132)