Defisit impor minyak dan gas (migas) sebesar US$ 13,4 miliar menjadi penyumbang terbesar defisit neraca perdagangan tahun 2018 sebesar US$ 8,57 miliar. Akibat kenaikan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia yang didorong pertambahan jumlah penduduk dan pendapatan per kapita.
Kebutuhan BBM setiap hari mencapai 1,3 juta barel, yang dipenuhi dari kilang dalam negeri 910 ribu barrel/hari dan impor 370 barel/hari serta biodiesel 50 ribu barel/hari. Defisit impor migas sebesar US$ 13,4 miliar menjadi penyumbang terbesar defisit neraca perdagangan tahun 2018 sebesar US$ 8,57 miliar. Pernyataan ini disampaikan Hammam Riza, Kelapa Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT), dalam Workshop “Pemanfaatan Minyak Sawit untuk Green Fuel dalam Mendukung Ketahanan Energi dan Kesejahteraan Petani Sawit”, pada Selasa (16 Juli 2019), di Jakarta.
Menurut Hammam, di masa mendatang Indonesia harus bisa mengurangi impor minyak mentah agar neraca perdagangan menjadi lebih baik, dan harga Crude Palm Oil (CPO) bisa stabil, serta kesejahteraan petani dan pekerja sektor sawit bisa terjaga. “Untuk itu, harus ada upaya untuk mengurangi impor BBM dengan melakukan diversifikasi BBM dengan sumber energi lain terutama bahan bakar nabati atau green fuel,” ujarnya.
Workshop yang dilangsungkan BPPT dengan menghadirkan banyak tokoh baik dari pemerintah, pakar energi, akademisi dan peneliti serta pakar sawit melihat persoalan kemandirian energi dari dua dimensi yaitu minyak sawit untuk ketahanan energi dan kesejahteraan petani sawit.
Sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia, Indonesia saat ini mampu produksi CPO mencapai 44 juta – 46 juta ton dari lahan sawit seluas 14 juta hektare (ha). Bahkan pada 2025, produksi CPO Indonesia diprediksi akan mencapai 51,7 juta ton.
Jika melihat angka produksi tentu sangat membanggakan, karena diproduksi dari komoditas strategis yang saat ini menjadi unggulan di sektor pertanian yang mampu berkontribusi pada perekonomian nasional. Industri kelapa sawit telah mempekerjakan 5,3 juta petani swadaya dan sebanyak 17 juta orang menggantungkan hidupnya dari sawit.
Hal senada juga disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan yang hadir menjadi pembicara kunci, sawit memberikan potensi kontribusi yang besar di antaranya untuk perekonomian termasuk serapan tenaga kerja. “CPO juga mampu memberikan kontribusi yang banyak bagi Indonesia, di antaranya kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja tinggi, selain itu sawit juga berkontribusi dalam menekan impor karena akan membuat neraca transaksi berjalan menjadi defisit,” kata Luhut.
Kendati produksi minyak sawit cukup membanggakan dan mampu berkontribusi pada perekonomian nasional. Namun, di sisi lain angka produksi 51,7 juta ton CPO akan mengakibatkan over supply, apalagi pada 2030 ada ancaman pelarangan produk minyak sawit secara total di Eropa dan Amerika. Kondisi tersebut yang harus menjadi perhatian bersama seluruh stakeholder.
Untuk itu, BPPT bersama berbagai stakeholders termasuk Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS), Kementerian Pertanian, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian, GAIKINDO, APROBI, Institut Teknologi Bandung (ITB), dan lain-lain telah mempelopori pengkajian dan penerapan teknologi biodiesel untuk mengurangi impor BBM dan antisipasi oversupply CPO.
(Selengkapnya dapat di baca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 93, 15 Juli-15 Agustus 2019)