JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Industri sawit tidak bisa dituduh sebagai penyebab utama kebakaran di lahan gambut. Data dari tiga institusi menunjukkan bahwa kebakaran di perkebunan sawit berkisar 10%-13%.
Dalam presentasi Bayu Krisnamurthi, Direktur Utama BPDP Kelapa Sawit, ditunjukkan data World Resource Institut (WRI) yang bersumber data NASA per November 2015 bahwa kebakaran di konsesi sawit 7 persen, pulp and wood plantation 33%, diluar konsesi 56% dan logging konsesi 4%.
Data CIFOR menampilkan sumber kebakaran berasal di lahan sawit status APL sekitar 11%, oil palm forest 5%.
Sementara itu, data Global Forest Watch memperlihatkan kebakaran lahan sawit 10 persen. diluar konsesi 60 persen, konsesi pulp wood 26 persen.
“Dengan melihat berbagai data tadi, apakah bisa dikatakan sawit ini penyebab utama kebakaran pada tahun 2015,” kata Bayu Krisnamurthi dalam Seminar “Penanganan Kebakaran Secara Profesional Dalam Pembangunan Perkebunan Sawit di Lahan Gambut”, Jakarta, Senin (7/10).
Menurut Bayu, tidak relevan mengaitkan kebakaran lahan gambut dengan perkebunan sawit. Pasalnya, penggunaan lahan gambut untuk sawit sekitar 13% atau 1,5 juta ha dari luas lahan perkebunan di Indonesia mencapai 11,4 juta ha.
Lebih lanjut, kata Bayu, dengan data lahan sawit yang terbakar sekitar 10 persen. Sementara itu, lahan sawit di lahan gambut 13 persen. Ini berarti lahan sawit di lahan gambut yang terbakar kurang lebih 2 persen.
“Proses pengendalian gambut butuh keseriusan. Di sisi lain dana pemerintah terbatas untuk itu. Disinilah, sawit ingin menjadi solusi dari pencegahan kebakaran dan pengelolaan gambut yang baik,” jelasnya.
Darmono Taniwiryono, Ketua Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia (MAKSI), mengatakan seminar gambut yang diadakan MAKSI bertujuan memberikan rekomendasi kepada pemerintah yang berasal dari pemikiran para ahli. “Ketika bicara gambut seolah-olah hanya satu perspektif. Padahal gambut bermacam-macam dan ini (seminar) akan membantu pemerinth. Kita hrs tahu gambut bisa dibudiyakan dan dikonservasi,”jelasnya.
Seminar menghadirkan akademisi dan kalangan pemerintah seperti Prof.Supiandi Sabiham (Ketua HGI), Bambang Prasetya, Kepala Badan Standardisasi Nasional. Selain itu, dua pembicara dari Rusia antara lain Nikolai Korshunov dan Natalia Maximova. (Qayuum)