PEKANBARU, SAWIT INDONESIA – Pemerintah diminta meninjau ulang substansi Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan yang diterbitkan 6 September 2017. Pasalnya, isi aturan ini mempersulit petani untuk menyelesaikan persoalan status lahan mereka yang teridentifikasi masuk kawasan hutan.
Dr.Sadino, Pengamat Hukum Kehutanan, mengatakan terbitnya Perpres 88 Tahun 2017 sejatinya harus diapresiasi karena membantu petani rakyat yang kebanyakan lahannya terkait kawasan hutan. Tetapi, setelah substansi aturan ini dipelajari ternyata tidak akan banyak membantu petani sawit. Yang terjadi adalah isi Perpres 88/2017 cenderung pro kawasan hutan.
“Aturan ini bukannya ingin membantu petani rakyat. Bahkan saya yakin, Presiden Jokowi tidak tahu isi sesungguhnya perpres ini. Karena yang menyusun beleid ini dari kementerian,” kata Sadino dalam Diskusi Forum Sawit Riau di Pekanbaru, Riau, Kamis, 14 Desember 2017sadino.
Tujuan utamanya beleid menyasar bukan untuk kepentingan petani dalam arti luas, yaitu dibatasi untuk kepentingan permukiman, fasilitas umum dan/atau fasilitas sosial; lahan garapan; dan/atau hutan yang dikelola masyarakat adat. Jika diperhatikan dari batasan Pasal 5 ayat (1) petani sawit tidak semuanya terlindungi.
Sadino mengatakan petani kelapa sawit biasanya mempunyai surat keterangan tanah atau SKT dan juga sudah bersertifikat hak milik. Yang menjadi pertanyaan, apakah sertifikat maupun SKT masuk dalam golongan lahan garapan ? seperti yang diatur dalam Pasal 7 di dalam perpres ini telah melanggar hak konstitusional hak petani.
Setelah membaca isi perpres ini menyeluruh, kata Sadino, aturan ini sama sekali tidak berpihak kepada Petani Kelapa Sawit. Hutan yang dikelola masyarakat hukum adat tidak terkait dengan petani kelapa sawit.
Sadino mengusulkan supaya dilakukan uji materi Perpres 88/2017 ke pihak Mahkamah Konstitusi. Pasalnya, aturan ini tidak akan banyak membantu petani sawit yang kebunnya di kawasan hutan.
“Kita harus bantu Pak Jokowi karena status kawasan hutan tidak jelas hanya klaim sepihak (Kementeian LHK). Kalau seharusnya Perpres 88 dapat menjadi solusi ternyata faktanya tidak. Maka, harus ada kemauan untuk revisi Perpres 88,” tegas Sadino.