Industri sawit Malaysia menghadapi krisis tenaga kerja di perkebunan sebagai dampak pandemi Covid-19. Untuk mencegah resiko berkepanjangan, pemerintah Malaysia meminta bantuan Indonesia untuk segera mengirimkan tenaga kerjanya.
“Pemerintah Malaysia ingin menjalin G to G agreement dengan Indonesia berkaitan pengiriman tenaga kerja Indonesia. Kami ingin suplai labour Indonesia ditingkatkan dan mereka memperoleh perlindungan, ”ujar Datuk Hajjah Zuraida Menteri Industri Perkebunan dan Komoditas Malaysia pada awal Desember 2021.
Pernyataan ini diungkapkannya dalam jumpa pers 9th Ministerial Meeting Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) yang dihadiri juga oleh Menko Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto, di Jakarta, pada awal Desember 2021.
Untuk mendukung perkebunan sawitnya, Malaysia membutuhkan 132 ribu pekerja asing. Zuraida mengatakan kerja sama pengiriman tenaga kerja dari Indonesia diharapkan segera terealisasi dalam waktu dekat.
Nantinya, sebagian besar pekerja asing ini akan mengisi kebutuhan tenaga pemanenan di perkebunan.
Pemerintah Malaysia berupaya menyelesaikan masalah kekurangan tenaga kerja asing di sektor perkebunan sawit. Pasalnya, industri kelapa sawit negeri akan menanggung kerugian sebesar RM 30 billion bahkan lebih besar apa bila masalah ini tidak segera diselesaikan.
“Industri (sawit) kami akan rugi 30 billion ringgit jika masalah kekurangan pekerja tidak terselesaikan sampai Desember ini,” kata Datuk Hajjah Zuraida.
Nilai kerugian industri sawit Malaysia RM 30 billion atau setara Rp 102,9 triliun ini disebabkan minimnya tenaga kerja asing yang bekerja di perkebunan. Zuraida menjelaskan bahwa pemerintah Malaysia akan mendatangkan 32 ribu pekerja asing termasuk dari Indonesia untuk mengisi kebutuhan ini.
“Tenaga kerja dari Indonesia menjadi fokus utama untuk memenuhi kebutuhan perkebunan sawit di Malaysia,” jelasnya.
Pemerintah Malaysia akan memberlakukan standar operasional prosedur (SOP) ketat bagi tenaga kerja asing. Para pekerja asing yang direkrut diwajibkan sudah vaksinasi lengkap dan menyediakan tempat karantina layak untuk mengendalikan Covid-19.
“Dengan SOP ini, pekerja asing termasuk Indonesia akan terlindungi dan dapat terlayani dengan baik. Selain itu, kami pastikan tidak ada agen (agen pekerja) yang merugikan pekerja dan mengambil keuntungan dengan kebijakan ini,” ujar Zuraida.
Selain itu, biaya mendatangkan pekerja migran akan menjadi tanggung jawab perusahaan. Zuraida menjelaskan pengusaha juga harus memastikan seluruh pekerjanya telah mendapatkan vaksinasi Covid-19 di mana biaya ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 122)