JAKARTA, SAWIT INDONESIA – pemerintah melakukan berbagai upaya agar komoditas strategis agar tetap bertahan terhadap tekanan dari pihak asing. Hal tersebut diungkapkan Deputi Koodinator Bidang Pangan dan Pertanian, Kementerian Koordinator Perekonomian, Musdhalifah Machmud saat menjadi salah satu pembicara dalam Diskusi bertemakan “Peluang Pasar Sawit Berkelanjutan Indonesia”, pada Rabu (7 Agustus 2019), di Jakarta.
Menurut Musdhalifah, langkah-langkah yang diambil di antaranya pembenahan tata kelola, aspek sosial dan kelembagaan petani sawit. Bukan hanya membangun kelembagaan petani tetapi kemampuan petani perlu ditingkatkan. “Upaya ini sudah berjalan bersama dengan korporasi (perusahaan) dan institusi lain untuk melakukan pendampingan dalam meningkatkan kemampuan dan kesejahteraan.
“Selain itu, pembenahan data. Kita harus memperjuangkan agar mendapatkan data yang valid kerjasama dengan berbagai kementerian/lembaga terkait. serta perbaikan tracebility karena bagian dari proses bisnis yang harus dilakukan bukan hanya untuk perkelapasawitan tetapi pada komoditas lainnya. Hal ini juga sudah menjadi tuntutan untuk mewujudkan keamanan rantai pasok,” ujarnya.
Untuk menghadapi Uni Eropa, pemerintah saat ini juga membentuk Project Management Office (PMO) untuk menghadapi regulasi dan berbagai isu negatif sawit. “PMO bertugas untuk mengakomodir dan merumuskan langkah-langkah yang dilakukan oleh berbagai pihak terkait respons terhadap EU Delegated Act Renewable Energy Directive (RED) II,” pungkas Musdhalifah.
Seperti diketahui, kebijakan diskriminatif oleh Komisi Eropa melalui penerbitan RED II menempatkan kelapa sawit sebagai komoditas berisiko tinggi terhadap kerusakan hutan (deforestasi) atau Indirect Land-Use Change (ILUC).
Hal senada terkait tekanan dari pihak asing, disampaikan Agus Purnomo Managing Director Sustainability and Strategic Stakeholder Engagement Golden Agri Resources Ltd. Saat ini, industri sawit Indonesia tengah menghadapi berbagai tekanan. Baik dari pihak eksternal maupun dari internal. Dari pihak eksternal datang dari pemerintah Uni Eropa di antaranya kebijakan Renewable Energy Directive (RED) I dengan tuduhan anti dumping dan RED II dengan turunannya ILUC yang beresiko pada tinggi karena konversi hutan menjadi kebun.
Sementara dari internal, tuduhan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dengan berbagai isu mulai dari deforestasi, biodeversity, Hak Asasi Manusia, sosial, lingkungan dan kesehatan.
“Tidak hanya itu, tekanan lain juga datang dari pasar di luar Eropa, seperti India yang menggunakan isu Sustainability. Perlahan namun pasti akan mempengaruhi pasar di India. di Jepang juga sudah mulai muncul berbagai pengaturan sustainable palm oil. Jadi memang pasar di luar terus menambah persyaratan-persyataran untuk penjualan minyak sawit,” kata Agus.
Terkait dengan peningkatan produktivitas petani sawit program Peremajaan Sawit Rakyat juga terus dijalankan. di tahun ini, ditargetkan 200 ribu hektar. Dan, perbaikan tata kelola perkebunan kelapa sawit dengan menerapkan berbagai cara salah satunya memperbaiki pola budidaya yang dilakukan petani lewat program peremajaan sawit rakyat.
“Merujuk pada informasi dana hibah untuk program peremajaan sawit rakyat hingga tahun 2019, sebanyak 28.276 hektar telah mendapatkan Dana PSR, lantas sekitar 39.989 hektar proses penyaluran Dana PSR di BPDP-KS dan sejumlah 16.960 hektar dilakukan verifikasi bertahap melalui aplikasi PSR,” tambah Musdhalifah.
Sementara, sebagai komitmen pemerintah terhadap lingkungan juga dilakukan melalui penerapan kebijakan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). “Sistem sertifikasi ISPO bersifat independen. Penilaian sertifikasi dilakukan oleh lembaga sertifikasi yang diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional dan disetujui oleh Komisi ISPO. dan, sistem sertifikasi ISPO mengacu dan sesuai dengan sistem dari International Organization for Standarization (ISO),” kata Aziz Hidayat, Ketua Komisi ISPO.
“Saat ini, sertifikasi ISPO yang terbit sebanyak 502 dengan luas areal 4.115.434 hektar (29,30% dari total luas kebun sawit 14,3 juta hektar), total Tandan Buah Segar (TBS) 52.209.749 ton/tahun dan produktivitas CPO 11.567.779 ton/tahun (31% dari total produksi CPO 37,8 juta ton/tahun,” tambah Aziz.