• Beranda
  • Rubrik
    • Analisis
    • Artikel
    • Berita Terbaru
    • Edisi Terbaru
    • Event
    • Hama Penyakit
    • Hot Issue
    • Inovasi
    • Kinerja
    • Oase
    • Palm Oil Good
    • Pojok Koperasi
    • Profil Produk
    • Sajian Utama
    • Seremoni
    • Sosok
    • Tata Kelola
  • Tentang Kami
  • Susunan Redaksi
  • Hubungi Kami
Facebook Twitter Instagram
Tuesday, 6 June 2023
Trending
  • Pembelian TBS Petani Periode Satu Minggu Kedepan Naik Menjadi Rp 2.265,01/Kg  
  • ‘EU is no rating agency’: Indonesia, Malaysia hit out at deforestation rules’
  • KSP Melakukan Pemantauan Langsung Pengelolaan Tanggap Bencana karhutla di Pontianak, Kalimantan Barat
  • Pertamina Secara Perdana Menyalurkan Biosolar 35% (B35)
  • Top Palm Oil Producers Lobby EU to Ease New Deforestation Rules
  • Wisel Tawarkan 4 Traktor John Deere Untuk Perkebunan Sawit
  • Mentan SYL Memastikan Perkembangan Varietas-Varitas Tanaman Unggul Terus Dilakukan dari Waktu ke Waktu
  • Kebijakan Ekspor CPO Melalui Bursa Berjangka di Indonesia
Facebook Instagram Twitter YouTube
Majalah Sawit Indonesia OnlineMajalah Sawit Indonesia Online
Subscribe
  • Beranda
  • Rubrik
    • Analisis
    • Artikel
    • Berita Terbaru
    • Edisi Terbaru
    • Event
    • Hama Penyakit
    • Hot Issue
    • Inovasi
    • Kinerja
    • Oase
    • Palm Oil Good
    • Pojok Koperasi
    • Profil Produk
    • Sajian Utama
    • Seremoni
    • Sosok
    • Tata Kelola
  • Tentang Kami
  • Susunan Redaksi
  • Hubungi Kami
Majalah Sawit Indonesia OnlineMajalah Sawit Indonesia Online
Home » Kebijakan EU Mengenai Deforestation Free Products
Tata Kelola

Kebijakan EU Mengenai Deforestation Free Products

By Redaksi SI2 months ago8 Mins Read
WhatsApp Facebook Twitter Telegram LinkedIn Pinterest Email
rosediana suharto
rosediana suharto
Share
WhatsApp Facebook Twitter Telegram LinkedIn Pinterest Email

Oleh: Rosediana Suharto,MSc., PhD (Executive Director of Responsible Sustainable Palm Oil Initiative)

  1. Latar Belakang 

Akhir akhir ini Komisi Uni Eropa gencar mengeluarkan kebijakan yang sifatnya trade barrier (hambatan perdagangan) , tujuan umumnya adalah untuk membatasi deforestasi dan degradasi hutan yang dipicu oleh konsumsi dan produksi di negara anggota  UE,   pada gilirannya, diharapkan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dan hilangnya keanekaragaman hayati.

Sesuai informasi dari FAO, telah terjadi peningkatan yang mencolok dalam tingkat gangguan hutan tropis yang lembab (deforestasi dan degradasi hutan) dalam beberapa tahun terakhir (+2,1 juta ha/tahun selama 5 tahun terakhir dibandingkan dengan periode 2005–2014), mencapai tingkat yang mendekati angka tersebut. Pada awal 2000-an degradasi hutan merupakan kontributor utama peningkatan  tersebut, sebagian besar disebabkan oleh gangguan jangka pendek.

Deforestasi bruto di seluruh Eropa (termasuk Federasi Rusia), meningkat dari 88.000 hektar pada 1990-2000, menjadi 201.000 hektar pada 2010-2015, dan kemudian turun menjadi 69.000 hektar pada 2015-2020 (FAO, 2020).

Degradasi hutan dapat disebabkan oleh gangguan alami dan antropogenik,  selanjutnya dapat menyebabkan deforestasi. Tanpa pengurangan tingkat gangguan saat ini, hutan yang tidak terganggu di daerah tropis yang lembab diperkirakan  akan hilang seluruhnya pada tahun 2050.

Oleh karena itu, deforestasi dan degradasi hutan merupakan salah satu tantangan lingkungan yang paling penting. Meningkatkan tindakan untuk memerangi deforestasi dan degradasi hutan akan menjadi elemen penting dalam berusaha secara efektif melawan  krisis planet yang mengancam masa depan kita bersama, krisis iklim dan keanekaragaman hayati.

Tujuan khusus EU untuk membatasi deforestasi dan degradasi hutan yang dipicu oleh konsumsi dan produksi UE adalah :

  • Meminimalkan konsumsi produk yang berasal dari rantai pasokan yang terkait dengan deforestasi atau degradasi hutan.
  • Meningkatkan permintaan dan perdagangan UE untuk komoditas dan produk legal dan ‘bebas deforestasi’.

Kebijakan yang sama mendasari kebijakan renewable Directive I, II dan III namun payung hukum yang lebih besar adalah Kebijakan Green Deals, yang dipayungi kebijakan yang lebih besar lagi yaitu Treaty on the Functioning of the European Union (TFEU).

Sulit bagi Indonesia untuk  menerapkan ketentuan baru ini karena Indonesia adalah  negara yang perubahan penggunaan lahannya cukup tinggi (high Land Use Change (LUC)  dan High Indirect Land Use Change (ILUC)). Disamping itu komoditi yang menurut EU penyebab deforestasi (deforestation driven commodities) adalah cocoa, coffee, palm oil, soya bean, timber dan ternak. Empat dari 6 komoditi tersebut diproduksi di Indonesia.

  • Kebijakan deforestation free products (product yang bebas deforestasi)

Belakangan ini sejumlah pembicara tentang perkebunan dan  minyak sawit banyak orang  membahas  deforestation free supply chain dan tanggapan mereka masing-masing, pada umumnya mereka menyebut kebijakan ini sebagai deforestation free supply chain sedangkan EU menyebut sebagai deforestation free’ commodities and products atau deforstation free products, tetapi judul pada draft Regulasi yang ada pada saat ini  adalah “Proposal for a REGULATION OF THE EUROPEAN PARLIAMENT AND OF THE COUNCIL on the making available on the Union market as well as export from the Union of certain commodities and products associated with deforestation and forest degradation and repealing Regulation (EU) No. 995/2010”, judul ini masih dapat berubah sesuai putusan EU Parlemen untuk final Regulation.

Proposal regulasi ini pertama kali diumumkan dalam Komunikasi Komisi 2019 tentang Meningkatkan Tindakan UE untuk Melindungi dan Memulihkan Hutan Dunia (selanjutnya disebut “Komunikasi 2019”), dimana Komisi berkomitmen untuk “menilai langkah regulasi dan non-regulasi sisi permintaan tambahan dan memastikan tingkat playing field dan pemahaman bersama tentang rantai pasokan/supply chain  bebas deforestasi, dalam  meningkatkan transparansi rantai pasokan dan meminimalkan risiko deforestasi dan degradasi hutan yang terkait dengan impor komoditas ke UE. Komitmen ini telah dikofimasi dengan kebijakan  European Green Deal, juga strategi pada tahun 2030 yaitu EU Biodiversity Strategy and the Farm to Fork Strategi,  kebijakan deforestation and forest degradation products ini  yang masih berada pada tahap  proposal legislatif pada 2022.

2.1 Dasar Hukum

• Legal basis

Kompetensi UE untuk bertindak di area deforestasi dan degradasi hutan berasal dari beberapa pasal pada  Perjanjian tentang Fungsi Uni Eropa (TFEU) the Functioning of the European Union (TFEU) terkait dengan perlindungan lingkungan Menurut Pasal 191 (1) TFEU “melestarikan, melindungi, dan meningkatkan kualitas lingkungan, melindungi kesehatan manusia, memanfaatkan sumber daya alam secara hati-hati dan rasional, mempromosikan langkah untuk menangani masalah lingkungan regional atau dunia, dan khususnya memerangi perubahan iklim” didefinisikan sebagai tujuan dari kebijakan Perhimpunan terhadap lingkungan.

Adopsi langkah di tingkat Uni Eropa  yang bertujuan memerangi deforestasi dan degradasi hutan akan berkontribusi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK), meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim dan mengurangi dampak manusia terhadap keanekaragaman hayati dan dengan demikian akan memberikan kontribusi yang signifikan untuk setiap tujuan. Kebijakan lingkungan Pasal 192 TFUE  harus dijadikan sebagai dasar hukum usulan tersebut.

Konsekuensi deforestasi and forest degradation di satu wilayah dapat berdampak global. Oleh karena itu, sudah sepantasnya baik produk dalam negeri maupun produk yang dikeluarkan untuk diedarkan secara bebas atau diekspor dicakup dalam proposal berdasarkan dasar hukum yang diusulkan. Kegiatan ini  memungkinkan untuk mematuhi Pasal 191(2) TFEU yang mensyaratkan kebijakan lingkungan untuk mengarah pada perlindungan tingkat tinggi sesuai Pasal 3(3) Perjanjian tentang Uni Eropa (TFUE) yang  mempromosikan tingkat  perlindungan  dan peningkatan kualitas lingkungan ditetapkan sebagai salah satu tujuan Perhimpunan.

Inisiatif legislatif ini bertujuan untuk meminimalkan kontribusi UE terhadap deforestasi dan degradasi hutan,  akan dicapai dengan membangun sistem uji tuntas wajib berjenjang, mengandalkan definisi bebas deforestasi, dikombinasikan dengan sistem pembandingan. Seperti yang dianalisis dalam “Penilaian Dampak terkait dengan meminimalkan risiko deforestasi dan degradasi hutan yang terkait dengan produk yang ditempatkan di pasar UE” (selanjutnya disebut “Penilaian Dampak” atau “Impact assessment“), diharapkan bahwa langkah-langkah ini akan menjadi instrument yang paling efektif dalam membatasi  UE deforestasi dan yang paling efisien di antara kebijakan yang dipilih dalam persiapan inisiatif ini.

2.2 Instrumen Yang Akan Digunakan Oleh EU

Dalam menentukan komoditi atau produk yang dapat  diterima oleh pasar EU perlu  diadakan  harmonisasi untuk menghindari koeksistensi standar yang berbeda antara Negara Anggota, hal ini akan mengganggu prinsip dasar pergerakan bebas barang. Peraturan akan menetapkan persyaratan langsung untuk semua operator,sehingga memberikan kepastian hukum yang diperlukan dan kemungkinan membangun  pasar yang terintegrasi penuh di seluruh UE. Peraturan juga memastikan bahwa kewajiban dilaksanakan pada waktu yang sama dan dengan cara yang sama di semua 27 Negara Anggota.

            Instrumen yang akan digunakan  diatur di dalam European Union Timber Regulation (EUTR) dan akan diadaptasi dan diperbaiki dalam Regulasi ini, melalui pengenalan fitur baru yaitu Due Diligence (Pasal 4) , persyaratan informasi geografis atau geo-lokasi yang menghubungkan komoditas dan produk di lahan  diproduksi (pasal 9), meningkatan kerjasama dengan bea cukai (pasal 14 dan 24), tingkat pemeriksaan minimum (pasal 14) serta benchmarking  negara (pasal 25-26). Pasal yang kami refer disini adalah draft aturan  “Proposal for a REGULATION OF THE EUROPEAN PARLIAMENT AND OF THE COUNCIL on the making available on the Union market as well as export from the Union of certain commodities and products associated with deforestation and forest degradation and repealing Regulation (EU) No 995/2010”.

Memperhatikan Regulasi EUTR dan Forest Law Enforcement, Governance and Trade Regulation (FLEGT Regulation /FLEGT), Fitness Check telah mencapai Kesepakatan Kemitraan Sukarela (Voluntary Partnership Agreement/VPA) FLEGT dalam hal peningkatan partisipasi pemangku kepentingan dan perbaikan kerangka kerja tata kelola hutan di negara-negara mitra sudah cukup baik  dan pada saat yang sama, menyoroti sejumlah kekurangannya. Terdapat sedikit bukti bahwa VPA secara keseluruhan telah berkontribusi dalam mengurangi penebangan liar. Sementara sistem UE yang ditetapkan berdasarkan Regulasi akan menjadi alat yang efisien untuk menurunkan biaya kepatuhan bagi operator UE, instrumen utama untuk operasionalisasinya yaitu VPA, belum memberikan hasil seperti yang diharapkan.

Salah satu masalah utama sehubungan dengan Peraturan FLEGT adalah kenyataannya bahwa mitra dagang utama UE belum menunjukkan minat untuk terlibat dalam proses VPA, sehingga hanya 3% impor kayu ke UE yang dicakup oleh sistem operasional VPA. Lebih dari 15 tahun setelah Rencana Aksi FLEGT menetapkan dasar untuk proses ini pada tahun 2003, hanya satu negara dari 15 negara yang telah terlibat dengan UE dalam proses VPA, yang memiliki sistem lisensi FLEGT yang beroperasi dan hanya satu negara dari 10 teratas Mitra perdagangan kayu UE terlibat dalam proses VPA. Negara tersebut adalah Indonesia.

Kesimpulan

  1.  Regulasi yangn telah diterapkan EU cukup baik yaitu EUTR dan FLEGT sedangkan untuk dasar hukum kerja sama EU telah diterapkan  VPA suatu sistem kerja sama yang baik, namun  belum efektif untuk mendukung penerapan Due Diligence  system karena dasar hukum/Regulasi  belum dapat diterapkan secara menyeluruh.
  2. Dari 15 negara hanya Indonesia yang menerapkan FLEGT dan perdagangan  timber yang tidak disertifikasi masih sangat tinggi.
  3. Mungkin kita akan masih akan menunggu  ketentuan “Deforestation free products or commodities “ hingga dikeluarkan sebagai  aturan final. 
  4. Di dalam draft tersebut aturan yang belum selesai ini akan diberlakukan mundur pada tahun 2020
Share. WhatsApp Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Email Telegram

Related Posts

Nasib Kebun Sawit Rakyat Pasca Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Pengesahan Perppu 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Sebagai Undang-Undang

4 weeks ago Berita Terbaru

Wilmar Bangun Sekolah Berkualitas di Kebun Sawit

3 months ago Tata Kelola

Membedah Otoritas KLHK Dalam Kebijakan HGU

4 months ago Tata Kelola

Minamas Plantation Deklarasi Sekolah Peduli Api di Indragiri Hilir

5 months ago Tata Kelola

Peluang Indonesia Pasca Putusan RED II di WTO

6 months ago Tata Kelola

Babak Baru Revisi Permentan Harga TBS

9 months ago Tata Kelola

Produktivitas Sawit Rakyat Terus Merosot

9 months ago Tata Kelola

Peran Data Ilmiah Menghadang Diskriminasi Sawit

10 months ago Tata Kelola

Ekspor Terhambat Stok Menumpuk

11 months ago Tata Kelola
Edisi Terbaru

COVER MAJALAH SAWIT INDONESIA, EDISI 139

Edisi Terbaru 1 week ago1 Min Read
Event

Promosi Sawit Sehat Dan Lomba Kreasi Makanan Sehat UKMK Serta Masyarakat

Event 3 months ago1 Min Read
Latest Post

Pembelian TBS Petani Periode Satu Minggu Kedepan Naik Menjadi Rp 2.265,01/Kg  

3 hours ago

‘EU is no rating agency’: Indonesia, Malaysia hit out at deforestation rules’

4 hours ago

KSP Melakukan Pemantauan Langsung Pengelolaan Tanggap Bencana karhutla di Pontianak, Kalimantan Barat

5 hours ago

Pertamina Secara Perdana Menyalurkan Biosolar 35% (B35)

6 hours ago

Top Palm Oil Producers Lobby EU to Ease New Deforestation Rules

7 hours ago
WhatsApp Telegram Facebook Instagram Twitter
© 2023 Development by Majalah Sawit Indonesia Development Tim.

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.