• Beranda
  • Rubrik
    • Analisis
    • Artikel
    • Berita Terbaru
    • Edisi Terbaru
    • Event
    • Hama Penyakit
    • Hot Issue
    • Inovasi
    • Kinerja
    • Oase
    • Palm Oil Good
    • Pojok Koperasi
    • Profil Produk
    • Sajian Utama
    • Seremoni
    • Sosok
    • Tata Kelola
  • Tentang Kami
  • Susunan Redaksi
  • Hubungi Kami
Facebook Twitter Instagram
Thursday, 8 June 2023
Trending
  • Jalur Kemitraan Menjadi Jembatan PSR Kebun Eks PIR-Trans dan KKPA Seluas 264.323 Ha
  • Sosialisasi PSR, Bupati Merangin: Dana BPDPKS Remajakan 4.973 Ha Kebun Petani
  • Komisi VI DPR RI Dukung Program Prioritas Nasional
  • Turun Tipis, Harga TBS Sumut Menjadi Rp2.251,14/kg Periode 7-13 Juni 2023
  • Menperin Dorong Kerja Sama Dibidang Energi Terbarukan
  • Duh, Harga Penetapan TBS Kalbar Anjlok Menjadi Rp2.065,05/kg
  • PT. Persada Sawit Mas Meningkatkan Kewaspadaan Terhadap Karhutla
  • Tampil di Festival Pendidikan Siswa Binaan Astra Agro Pamerkan Budaya Lokal
Facebook Instagram Twitter YouTube
Majalah Sawit Indonesia OnlineMajalah Sawit Indonesia Online
Subscribe
  • Beranda
  • Rubrik
    • Analisis
    • Artikel
    • Berita Terbaru
    • Edisi Terbaru
    • Event
    • Hama Penyakit
    • Hot Issue
    • Inovasi
    • Kinerja
    • Oase
    • Palm Oil Good
    • Pojok Koperasi
    • Profil Produk
    • Sajian Utama
    • Seremoni
    • Sosok
    • Tata Kelola
  • Tentang Kami
  • Susunan Redaksi
  • Hubungi Kami
Majalah Sawit Indonesia OnlineMajalah Sawit Indonesia Online
Home » Investasi Sawit Perlu Perlindungan Dan Kepastian
Hot Issue

Investasi Sawit Perlu Perlindungan Dan Kepastian

By RedaksiSeptember 8, 20145 Mins Read
WhatsApp Facebook Twitter Telegram LinkedIn Pinterest Email
Share
WhatsApp Facebook Twitter Telegram LinkedIn Pinterest Email

Pelaku industri sawit meminta pemerintah supaya memberikan jaminan kepastian dalam segala aspek mulai dari keamanan, regulasi, dan hukum. Keinginan ini didasari atas ketidakjelasan dan kekhawatiran dalam berinvestasi akibat tingginya konflik di lahan perkebunan sepanjang beberapa tahun terakhir.

Tingginya jumlah kasus konflik perkebunan sepanjang lima tahun terakhir,  membuat kegamangan pelaku industri sawit dalam mengembangkan lahan di wilayah baru. Apabila melihat data Direktorat Jenderal Perkebunan, setiap tahun pertumbuhan konflik secara rata-rata mencapai 14%. Gamal Nasir, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, mengatakan kasus yang terjadi lebih banyak didominasi masalah lahan di berbagai daerah. Dalam catatan pihaknya, jumlah  kasus gangguan usaha dan konflik perkebunan (GUKP) mencapai 822 kasus pada 2011.

Gamal Nasir menyatakan gangguan usaha dan konflik perkebunan tahun lalu terbagai atas dua tiap yakni sengketa lahan berjumlah 625 kasus dan sengketa non lahan sebanyak 197 kasus.  Ditinjau dari segi geografis, konflik perkebunan banyak terjadi di Kalimantan Tengah dan Sumatera Utara.

Joko Supriyono, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), mengatakan jumlah angka konflik lahan yang dilaporkan itu dipertanyakan, karena yang dialami oleh perusahaan tidak seperti itu. Jangan-jangan yang dimaksud ‘konflik’ oleh perusahaan dengan berbeda dengan pihak yang merasa ‘ber-konflik’. Biasanya konflik dimulai dari ‘klaim’, kemudian menjadi ‘dispute’ dan akhirnya ‘konflik’. Banyak klaim-klaim lahan oleh ‘pihak tertentu’ yang dilaporkan sebagai konflik. Klaim (yang berujung konflik) sebenarnya akibat berbagai macam penyebab antara lain kebijakan tata ruang. Masalah tata ruang yang terjadi disebabkan perbedaan kebijakan antara pemerintah daerah dan pusat  yang lebih berdasarkan kepada masalah perbedaan persepsi dan egoisme saja. Dalam kaitan tata ruang, perusahaan hanya ingin kepastian, mana areal yang boleh ditanam, mana yang tidak boleh.

Baca juga :   Ancam Kedaulatan Indonesia, Apkasindo Bakalan Gugat Uni Eropa

“Tetapi sekarang ini kondisinya serba tidak pasti. Misalkan saja, dahulu ada perusahaan anggota Gapki yang sudah melakukan perpanjangan Hak Guna Usaha atau HGU berkali-kali. Tiba-tiba saja sekarang areal tersebut sekarang dikategorikan masuk kawasan hutan,” kata Joko Supriyono kepada SAWIT INDONESIA.

Penyebab lain yang meningkatkan intensitas konflik perkebunan, menurut Joko Supriyono,  disebabkan gesekan  antara perusahaan perkebunan dan masyarakat.  Konflik dengan masyarakat ini lebih ruwet karena sebenarnya konflik dengan masyarakat ini sebagian besar dipengaruhi provokasi pihak tertentu. Provokasi ini dapat timbul kepentingan politik dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) tertentu.

Ditambahkan kembali, sangat tidak masuk  akal perkebunan yang telah beroperasi puluhan tahun dirampas maupun dirambah begitu saja oleh masyarakat. Ini  berarti kejadian ini tidak berdiri sendiri karena sarat konspirasi berbagai macam kepentingan pihak-pihak tertentu. Dalam kasus lain, status lahan sawit kerap kali dipermasalahkan dengan  berpijak kepada sejarah lahan tersebut sebagai contoh lahan tertentu di zaman  orde baru dituding diperoleh lewat cara pemaksaan dan  tanpa ganti rugi. Tudingan ini  belum tentu benar dan sudah  tidak dapat diungkit lagi cerita masa lalu tadi karena status lahan sudah  ada yang ditetapkan lewat aturan pemerintah.

Baca juga :   Miris, Harga TBS Anjlok, Kebun Petani Terlantar Tanpa Pemupukan

Mona Surya, Direktur Minanga Grup, mengakui gangguan pihak luar sering ditujukan kepada perkebunan sawitnya, kendati status lahan sudah jelas dan mempunyai Hak Guna Usaha. Penyebabnya, sering ditemukan pihak-pihak yang menjadi provokator masyarakat untuk mengganggu perkebunan sawit, dan kondisi ini lumrah ditemukan di semua perusahan perkebunan.

Menurut Joko Supriyono, aktor pemicu konflik lahan sering terjadi justru bukan berasal dari wilayah desa sekitar perkebunan, melainkan masyarakat yang tinggal jauh dari perkebunan atau dari perkotaan. Dengan masyarakat  sekitar kebun, konflik itu sangat jarang terjadi karena biasanya perusahaan telah melakukan kegiatan CSR maupun melaksanakan program plasma bagi petani setempat (ring-1 perusahaan). Dugaan saya,  gesekan horisontal yang terjadi itu didorong pihak ketiga yang melakukan provokasi dan konspirasi,” papar dia.  

Penuntasan konflik lahan ini dapat dilakukan asalkan pemerintah memberikan kepastian dan ketegasan terhadap peraturan  yang diimplementasikan. Joko Supriyono menyebutkan ketidakmampuan pemerintah menangani konflik perkebunan menciptakan  kondisi buruk kepada iklim investasi. Kalau tidak diselesaikan  segera, ini berarti terdapat kondisi  pembiaran konflik oleh pemerintah. 

Gamal Nasir mengakui  penyelesaiaan kasus konflik  lahan perkebunan masih rendah sekali akibat tanggung jawab penanganan konflik tidak semuanya berada di tangan pemerintah pusat, melainkan pemerintah daerah pula. Sebagai gambaran, jumlah penyelesaian gangguan usaha dan konflik perkebunan tahun 2009 mencapai 196 kasus selanjutnya turun menjadi 57 kasus pada 2010 dan 49 kasus pada 2011. “Turunnya tingkat penyelesaian lebih disebabkan kompleksnya kasus-kasus yang mesti ditangani,” kata Gamal.

Baca juga :   Turun Tipis, Harga TBS Sumut Menjadi Rp2.251,14/kg Periode 7-13 Juni 2023

Teguh Patriawan,  Sekretaris Dewan Minyak Sawit Indonesia, menyatakan munculnya kasus konflik lahan ini disebabkan pula pengembangan lahan untuk berbagai macam kepentingan seperti bertambahnya jumlah penduduk dan pemekaran wilayah. Untuk itu, perluasan lahan perkebunan seperti sawit masih perlu dilakukan supaya dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.

“Ke depan, perluasan lahan pertanian dan perkebunan sangat dibutuhkan untuk mengimbangi penambahan jumlah penduduk. Tetapi tetap memperhitungkan keberadaan hutan, dan hutan itu jangan sampai habis seperti di daratan Eropa,” ujar dia kepada SAWIT INDONESIA.

Manfaat Sawit

Joko Supriyono meminta pemerintah supaya melihat  industri  sawit ini ibarat angsa bertelur  emas, karena itu perlu  proteksi terhadap industri yang telah menciptakan efek multi ganda (multi player effect). Oleh karena itu,  industri sawit perlu diberikan ruang supaya tetap tumbuh sehingga manfaatnya dapat memberikan kontribusi besar kepada pembangunan nasional.

Dalam artikelnya, Teguh Wahyono, Peneliti Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), menyebutkan penanaman dan panen kelapa sawit bersifat padat karya, sehingga industri ini berperan cukup besar dalam penyediaan lapangan kerja di banyak wilayah. Diperkirakan industri kelapa sawit di Indonesia mungkin dapat menyediakan lapangan kerja bagi lebih dari 4,5 juta jiwa dan mengentaskan mereka dari kemiskinan. Manfaat lain, pekerja industri kelapa sawit mencakup pendapatan pasti, akses ke perawatan kesehatan dan pendidikan. Industri kelapa sawit memberikan pendapatan berkelanjutan bagi banyak penduduk miskin di pedesaan. (Qayuum Amri)

kelapa sawit sawit
Share. WhatsApp Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Email Telegram

Related Posts

Sosialisasi PSR, Bupati Merangin: Dana BPDPKS Remajakan 4.973 Ha Kebun Petani

8 hours ago Berita Terbaru

Turun Tipis, Harga TBS Sumut Menjadi Rp2.251,14/kg Periode 7-13 Juni 2023

9 hours ago Berita Terbaru

Duh, Harga Penetapan TBS Kalbar Anjlok Menjadi Rp2.065,05/kg

11 hours ago Berita Terbaru

Beban Ekspor CPO Turun Menjadi US$118/MT Periode 1-15 Juni 2023

2 days ago Berita Terbaru

Mendag Kumpulkan Pengusaha Sawit Bahas Bursa CPO

2 days ago Berita Terbaru

Masyarakat Desa Kasikan dan Talang Danto Tolak Perpanjangan HGU PTPN V, Apa Sebabnya?

3 days ago Berita Terbaru

Ancam Kedaulatan Indonesia, Apkasindo Bakalan Gugat Uni Eropa

6 days ago Berita Terbaru

Miris, Harga TBS Anjlok, Kebun Petani Terlantar Tanpa Pemupukan

6 days ago Berita Terbaru

Harga TBS Ambruk, Apkasindo Usulkan Penundaan Pungutan CPO Kepada Ketua Satgas Sawit

6 days ago Berita Terbaru
Edisi Terbaru

COVER MAJALAH SAWIT INDONESIA, EDISI 139

Edisi Terbaru 1 week ago1 Min Read
Event

Promosi Sawit Sehat Dan Lomba Kreasi Makanan Sehat UKMK Serta Masyarakat

Event 3 months ago1 Min Read
Latest Post

Jalur Kemitraan Menjadi Jembatan PSR Kebun Eks PIR-Trans dan KKPA Seluas 264.323 Ha

4 hours ago

Sosialisasi PSR, Bupati Merangin: Dana BPDPKS Remajakan 4.973 Ha Kebun Petani

8 hours ago

Komisi VI DPR RI Dukung Program Prioritas Nasional

9 hours ago

Turun Tipis, Harga TBS Sumut Menjadi Rp2.251,14/kg Periode 7-13 Juni 2023

9 hours ago

Menperin Dorong Kerja Sama Dibidang Energi Terbarukan

10 hours ago
WhatsApp Telegram Facebook Instagram Twitter
© 2023 Development by Majalah Sawit Indonesia Development Tim.

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.