Membicarakan sustainability (keberlanjutan) sangatlah menarik dalam upaya membangun industri sawit yang kuat dan berdaya tahan lama. Tentu saja, budidaya sawit yang berkelanjutan sulit dibicarakan di atas kertas karena mesti langsung ada praktek secara langsung di lapangan. Pasalnya, sustainability ini erat kaitannya pola pikiran dan sikap karyawan mulai dari level bawah sampai atas.
Majalah SAWIT INDONESIA berkesempatan mewawancarai Ida Bagus Mayun, di Bogor. Berikut ini petikan wawancaranya:
Bagaimana tanggapan terkait isu sustainability di industri sawit?
Sawit merupakan satu-satunya komoditi yang masih bisa dibanggakan dan berperan positif karena ditinjau dari aspek politik, sosial dan ekonomi sudah memberikan kontribusi riil kepada semua pihak. Oleh karena itu, industri sawit harus dijaga sebaik-baiknya. Tentu saja, sektor kelapa sawit jangan sampai bernasib sama seperti komoditi di zaman dahulu antara lain cengkeh, pala, lada, coklat, gula, dan tembakau yang sempat menempati posisi pertama dunia. Tapi sekarang hilang begitu saja dan, tidak seperti dulu lagi sebagai akibat ketidakinginan bangsa ini untuk menjaga komoditi tadi.
Industi sawit mesti melaksanakan praktek sustainability karena kepentingannya sangat besar bagi kemajuan negara ini, yang sudah semestinya menjadi tanggung jawab bangsa Indonesia. Sebenarnya, sebelum ada Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), pemerintah telah menetapkan persyaratan kepada perusahaan sumber daya alam yaitu Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang salah satu isinya mensyaratkan kelestarian lingkungan. Hingga sekarang, banyak perusahaan sawit sudah menerapkan.
Sejauh mana praktek sustainability diterapkan perusahaan kelapa sawit?
Sudah ada perubahan paradigma yaitu betapa pentingnya membangun sustainability di dalam diri perusahaan dari kedalam dan ke luar agar investasinya aman. Adanya kesadaran baru juga didorong oleh lahirnya RSPO, ISPO, tuntutan pasar dan organisasi nonpemerintah (NGO). Ini mempercepat proses pembangunan kesadaran sustainability. Dulu orang hanya membicarakan aspek ekonominya saja atau mengejar keuntungan semata. Sekarang mulai tumbuh keseimbangan konservasi lingkungaan maupun soisal.
Kalau melihat kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh perusahaan dari lingkungan atau Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) itu sebenarnya sudah terangkum dalam Sustainable Palm Oil. Buktinya perusahan secara nyata sudah membuat divisi baru soal lingkungan sekarang dalam setiap pelatihan karyawan baru, disisipkan materi sustainability, tanggung jawab social (CSR) dan proper lingkungan. Artinya, sedari awal sudah ditanamkan kesadaran praktek sawit berkelanjutan di masa mendatang.
Praktek dan implementasi sustainability tidaklah mudah dilakukan. Selama ini apa saja kendalanya?
Sustainability merupakan hal baru di perusahaan sawit, walaupun budaya sustainability dari dulu sudah ada tapi lebih mengedepankan aspek ekonomi ketimbang sosial dan lingkungan. Solusinya, harus menyadari bahwa praktek tersebut penting buat kita dan caranya perusahaan harus membuat kebijakan tentang masalah pelestarian lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati. Awalnya perusahaan dapat membentuk divisi tersebut yang khusus menangani sustainability yang ditempat SDM khusus dengan kemampuan dapat menangani HCV mulai dari identifikasi, analisis, membuat anggaran biaya, monitoring, evaluasi dan rehabilitasi.
Tentu saja, hal paling utama dari semuanya itu adalah kesadaran. Oleh karena itu, SDM perlu dilatih dan diikutsertakan lewat pelatihan dan training ke perusahaan supaya lahir pemahaman soal kelestarian lingkungan. Barulah, kebijakan sustainability dibuat oleh perusahaan. Langkah berikutnya, perlu bekerjasama dengan masyarakat sekitar karena ini penting setelah penguatan kedalam dan setelah itu ke luar.
Apa nilai tambah perusahaan dari sustainability?
Imej perusahaan akan menjadi baik terhadap pemerintah maupun masyarakat. Ketika kita melakukan itu, imej pun akan tercipta. Ini bentuk kepatuhan terhadap perundang-undangan yang berlaku. Jadi dalam bidang pelestarian lingkungan hidup, persyaratan pasar dan ketentuan peraturan perundang-undangan bisa dilaksanakan. Kendati tidak bisa instan namun ada usaha untuk melakukan perbaikan. Contohnya, ada kawasan sudah ditunjuk jadi HCV maka tidak boleh diganggu.
Bagaimana dengan ISPO dan RSPO?
Itu tergantung dari kebijakan perusahaan karena ISPO belum familiar di dunia. Makanya Permentan No. 19 Tahun 2011 bisa dinaikkan ke tingkat Peraturan Presiden atau masukan ke dalam Badan Standar Nasiona (BSN). Hal ini akan memperkuat standar ISPO sebagai referensi perdagangan internasional. Ke depan, harus dipikirkan supaya ISPO ini dapat menjadi bentuk aturan seperti Peraturan Presiden. Industri sawit harus dijamin keberlangsungannya karena menjadi kebanggaan bangsa ini.
Jangan malu mengikuti RSPO dengan pengujian lapangan, dimana perusahaan sawit menerapkan prinsip dan kriteria (P&C)secara sukarela untuk dikaji terlebih dahulu. Kalau bisa audit RSPO bisa diintegrasikan dengan ISPO untuk menghemat biaya dan waktu. Biaya pengawasan sudah mahal apalagi kondisi harga CPO anjlok dan ini menjadi beban tersendiri. Padahal prinsip dan kriteria ISPO sama dengan RSPO hampir 90%.
Langkah apa yang diambil perusahaan untuk memperkuat praktek sawit berkelanjutan?
Di perusahaan setiap apel pagi para karyawan diberi pembekalan tentang menjaga kelestarian lingkungan dan itu dilakukan di setiap divisi. Di beberapa lokasi di pasang rambu-rambu atau tanda HCV. Ini awal untuk menanamkan kesadaran bahkan dari dulu perusahaan sudah menggunakan burung hantu untuk mengontrol tikus di seluruh kebun sawit. Semenjak 2009, perusahaan telah membangun divisi sustainability untuk mengantisipasi perkembangan global.
Awalnya, saya itu koordinator riset yang setelah melihat perkembangan maka perusahaan bentuk divisi lingkungan. Pasca, implementasi RSPO barulah berubah nama menjadi sustainability yang membawahi lingkungan, CSR, keselamatan, dan Good Management Practice. Yang diharapkan, perusahaan mendukung sepenuhnya praktek dan implementasi sustainability dari aspek materi dan non materi. (bebe)