Sebulan setelah pencabutan larangan ekspor CPO dan minyak goreng, harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit petani semakin anjlok. Saat ini, petani menerima harga TBS antara Rp 1.500-Rp 1.200/kg. Sejumlah pabrik mengurangi pembelian bahkan ada yang menutup sementara.
Kamis malam, 9 Juni 2022, petani sawit dari 22 provinsi meriung dalam pertemuan virtual. Ada 180 petani yang memiliki keluhan sama: anjloknya harga TBS sawit. Data Posko Pengaduan Harga TBS sawit yang dikelola APKASINDO menunjukkan harga sawit yang diterima petani swadaya rerata Rp 1.600 – Rp 2.000/kg. Sementara itu, harga TBS petani mitra perusahaan antara Rp 2.100 – Rp 2.600/kg.
“Dari 22 provinsi, harga TBS terendah berada di Bangka Belitung sekitar Rp 1450 – Rp1700 per kilogram yang diterima petani dari pabrik sawit,” ujar Dr. Gulat ME Manurung, Ketua Umum DPP APKASINDO, dalam rapat tersebut.
Dalam rapat tersebut, perwakilan DPW APKASINDO Bangka Belitung menyebutkan rendahnya harga TBS akibat banyak pabrik sawit di daerahnya yang tutup akibat penuhnya tangka penyimpanan CPO. Berlimpahnya CPO ini disebabkan pihak refineri mengurangi pembelian CPO pabrik sawit tidak. Pihak refineri beralasan ekspor belum normal.
Kondisi serupa terjadi di daerah lain seperti Bengkulu. Jhon Simamora, sekretaris wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) mengatakan masih terdapat beberapa pabrik yang tidak menerima TBS dari petani, adapun pabrik yang buka dalam hal ini pabrik sangat membatasi kuota pembelian TBS dari petani. Pada 17 Juni 2022, harga TBS Bengkulu mencapai pada level terendah yakni berkisar diangka Rp 1.200 – Rp 1.250 per kilogram.
Dari laporan yang dikumpulkan anggota APKASINDO malam itu, ada 37 unit pabrik sawit menghentikan pembelian TBS sawit. Terdiri dari Riau 6 unit, Sumut 5 unit, Bengkulu 5 unit, Kalimantan Utara 2 unit, Bangka Belitung 9 unit, Sumatera Selatan 3 unit, Banten 1 unit, dan Aceh 6 unit.
Selain harga turun, sejumlah pabrik melakukan tindakan pemotongan timbangan TBS petani. Sebagaimana disampaikan oleh Ketua DPW APKASINDO Kalimantan Timur, Lampung, Bengkulu, Riau, Aceh, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan bahwa rata-rata pabrik sawit melakukan potongan timbangan antara 10%-15% khususnya petani swadaya non mitra. Setelah dilakukan pemeriksaan kepada 22 provinsi sawit yang hadir ternyata potongan ini juga terjadi di daerah lain, antara 7%-15%.
Gulat menguraikan apa bila Petani A mengantar TBS kepabrik sawit sebanyak 1.000 kilogram maka yang dibayar oleh pabrik sawit hanyaRp 850 per kilogram (jika potongannya 15%). Tentu saja ini sangat merugikan petani sawit. Taksiran dari rapat tersebut diketahui bahwa jika pabrik sawit tanpa kebun tersebut kapasitas 45 ton/jam.
“Apa bila potongan timbangan di pabrik sawit sebesar 15%, Maka satu hari pabrik sawit tersebut telah “merampok” TBS petani sebesar 135 ribu kilogram TBS dengan nilai Rp 240 juta per hari dan satu bulannya bisa mencapai Rp 7,2 miliar,” kata Gulat.
“Peserta ratas juga mengeluhkan tidak ada pabrik sawit yang patuh terhadap penetapan harga TBS Dinas Perkebunan, baik terhadap petani mitra dan swadaya. Dari ratas tersebut diketahui dari 22 Provinsi sawit tidak satupun pabrik sawit yang patuh terhadap harga Penetapan Dinas Perkebunan dengan alasan hampir sama, tangki penyimpanan penuh” cerita Gulat.
Akumulasi dari anjloknya harga TBS selama dua bulan inilah yang mengakibatkan terjadi aksi serentak membakar Tandan Buah Segar (TBS) sawit yang mereka panen. Aksi ini dilakukan serentak mulai dari Aceh sampai Papua.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 128)