Indonesia sangat beruntung mempunyai suatu badan yang difungsikan untuk mendukung program-program terkait dengan kelapa sawit. Pembentukan BPDPKS dengan program-program yang ditugaskan kepadanya sangat strategis dalam upaya mendukung keberlanjutan industri kelapa sawit Indonesia.
Program-program yang ditugaskan kepada BPDPKS ditujukan untuk meningkatkan kinerja sektor sawit Indonesia, menyerap kelebihan CPO di pasar dalam rangka stabilisasi harga serta meningkatkan kesejahteraan petani. Program-program yang berdampak langsung adalah :Peremajaan sawit rakyat, Sarana dan Prasarana dan Pengembangan SDM Perkebunan Kelapa Sawit. Sedangkan program yang tidak berdampak langsung adalah mandatori biodiesel, Penelitian dan Pengembangan, serta Promosi dan Kemitraan kelapa sawit yang berdampak pada peningkatan citra positif kelapa sawit.
Integrasi antara hulu dan hilir sangat menentukan dalam pencapaian sasaran peningkatan kinerja sektor sawit. Disektor hulu untuk upaya peningkatan kesejahteraan rakyat diperlukan Peningkatan Produktivitas Sawit Rakyat dilakukan melalui penanaman bibit bersertifikat, dan memberikan pelatihan/pendidikan teknis dan non tekknis serta perbaikan sarana dan prasarana untuk efisiensi biaya produksi dan transportasi dan dukungan terhadap ISPO. Sedangkan di sektor hilir, diperlukan Industri yang dapat menyerap produksi CPO nasional untuk pengendalian overstock produk sawit serta upaya mempertahankan dan memperluas pasar domestik dan luarnegeri.
Program Hilirisasi perlu disiapkan untuk meningkatkan nilai tambah dan mensubtitusi barang impor, seperti indutri biohidro karbon, dan oleokimia berikut insentif yang perlu disediakan. Bagaimana perspektif 4 sampai 5 tahun ke depan industri Kelapa Sawit Indonesia? Pada tahun2023 diperkiraan produksi dan stok CPO akan mencapai lebih dari 56 juta ton dan pada tahun 2026 mencapai lebih dari 59 juta ton. Pada tahun 2023 Produksi CPO ini telah mempunyai alokasi masing-masing yaitu untuk Ekspor CPO dan turunannya sebesar 28,4 juta ton, Pangan (Food) sebesar 10,8 juta ton, Biodiesel sebesar 11,4 juta ton, olekimia sebesar 1,2 juta ton dan stock sebesar 4,4 juta ton. Meskipun ini akan memberikan lebih banyak peluang di sektor hilir, peningkatan produksi harus diimbangi dengan peningkatan captive market baru untuk produk minyak sawit.
Indonesia sangat berkomitmen terhadap upaya memperluas dan menciptakan lebih banyak pasar domestik untuk produk hilir minyak sawit. Program biofuel yang berkelanjutan juga akan sangat penting untuk mencapai target dalam memperluas pasar lebih lanjut. Dengan strategi untuk menyerap produksi besar CPO di dalam negeri, pada saatnya nanti Indonesia akan jauh lebih tangguh dan posisinya lebih kuat di tengah gejolak dinamika minyak nabati dunia.
Di Indonesia minyak sawit telah dimanfaatkan untuk memproduksi berbagai macam produk baik untuk bioenergi, pangan dan oleokimia. Seperti yang ditujukkan pada Gambar di atas pengolahan kelapa sawit menjadi oleokimia masih sangat sedikit, yaitu sekitar 32 jenis produk oleokimi adasar dan oleo-derivatives seperti fatty acid, fatty ester, fatty alcohol, sabun, deterjen dan beberapa jenis surfaktan dan emulsifier (MES, DEA) dan soap noodle. Perkembangan produk oleokimia sawit di Malaysia sudah lebih maju dengan 120 jenis produk oleokimia dasar dan oleo-derivatives. Penggunaan produk oleokimia terbesar adalah sebagai bahan aktif surfaktan (metil ester sulfonat, alcohol sulfat, fatty amine, gliserol ester, dan lain-lain) pada berbagai produk dan industri (>70%).
Ketersediaan minyak bumi sebagai bahan baku petrokimia yang semakin menipis, menyebabkan harga minyak bumi semakin meningkat dan berdampak pada harga petrokimia yang semakin tinggi. Kondisi ini mengakibatkan saat ini semakin banyak industri yang beralih menggunakan oleokimia dan bioenergi untuk mensubtitusi petrokimia, karena bahan bakunya dapat diperbaharui, harganya yang relatif lebih murah, lebihaman (tidak toksik) dan produknya lebih ramah lingkungan. Di berbagai belahan dunia saatini juga sedang menggalakkan penggunaan bahan bakar yang bersumber dari nabati dengan menggunakan bahan baku (tanaman) yang cocok dengan kondisi geografis masing-masing, seperti kedelai di Amerika, rapeseed dan bunga matahari di Eropa, serta tebu di Brazil.
Minyak sawit mampu menggantikan minyak bumi, minyak nabati lainnya dan minyak hewani, sehingga pemanfaatan minyak sawit sebagai bahan baku produk oleokimia berkembang dengan pesat. Perkembangan ini terutama didorong oleh harga minyak sawit yang lebih rendah dibandingkan minyak/lemak alami lainnya dan ketersediaannya yang tinggi di pasar dunia.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 142)