Program Peremajaan Sawit Rakyat melalui kemitraan dapat menjadi pilihan perusahaan untuk membantu petani. Salah satu masalah utama adalah legalitas lahan dan tumpang tindih aturan.
Mahmudi, Direktur Produksi dan Pengembangan PT Perkebunan Nusantara III (Persero) menjelaskan bahwa perkebunan sawit yang awalnya dimulai dari dibawanya empat biji yang ditanam di Kebun Raya Bogor, lalu sekarang telah berkembang menjadi komoditas sangat strategis.
“Percepatan PSR perlu dilakukan kolaborasi secara bersama-sama supaya produktivitas sawit dapat ditingkatkan,” ujar Mahmudi saat berbicara dalam IPOS Forum 2022.
Sebelumnya, masalah produktivitas ini sempat diutarakan Joko Supriyono, Ketua Umum GAPKI di hari pertama IPOS Forum 2022. Joko Supriyono mengatakan pelaku industri menghadapi pekerjaan rumah untuk memperbaiki produktivitas sawit yang dihasilkannya setiap tahun. Ada kecenderungan telah terjadi penurunan produktivitas (yield), di sisi lain biaya produksi terus meningkat.
“Produktivitas sawit secara nasional masih jauh di bawah potensi dari standar yang dibuat Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). Kita baru mencapai 47 persen dari potensi produktivitas yang semestinya dapat dicapai. Produktivitas sawit turun rerata 2 persen per tahun. Ini menandakan perusahaan belum mencapai potensi maksimal dari bahan tanaman,” ungkap Joko.
Kalkulasi penurunan produktivitas sawit ini bersumber dari kompilasi data 7 perusahaan sawit yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Joko mengakui belum ada data akurat berkaitan produktivitas sawit secara nasional. Itu sebabnya, alumni Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada ini mengambil sampel dari produktivitas sawit di 7 perusahaan tadi.
“Memang ketujuh perusahan tersebut tidak dapat mewakili perkembangan produktivitas sawit Indonesia. Tetapi, dari data tersebut ada gambaran jelas. Apa lagi, emiten sawit tersebut kontinyu melaporkan data dan sangat kredibel,” jelas Joko.
Mahmudi menyatakan semua pihak harus bersama-sama membenahi pertumbuhan industri sawit dari aspek bisnis dan produktivitas. ”Produktivitas sawit memangharus diperbaiki salah satunya melalui korporatisasi dan PSR. Tanpa akselerasi, kita butuh waktu 60 tahun untuk membenahinya,” jelas Mahmudi.
Menurut Mahmudi, Korporatisasi program PSR yang dijalankan PTPN melalui model single manajemen. Karena, usia perkebunan sawit rakyat di atas 25 tahun terdapat 3 juta hektare di seluruh Indonesia.
Holding PTPN memiliki lahan plasma sawit seluas 191.401 Hektare. Dari jumlah tersebut, sekitar 80,32% adalah tanaman yang telah berumur di atas 24 tahun. ”Itu sebabnya fokus kami berupaya mempercepat PSR ini. Korporatisasi melalui kemitraan ini artinya ada peran mitra untuk membantu petani menyelesaikan masalah yang menghambat PSR,” ujarnya.
Dikatakan Mahmudi, PTPN akan meningkatkan peranannya dalam program PSR antara lain sebagai pioneer berkembangnya kebun sawit rakyat. Seperti dari aspek benih sawit, PTPN mempunyai PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN) yang khusus membidangi kelapa sawit yaitu PPKS sebagai penyedia teknologi terbaik. ”Kerja sama terpadu dalam pengadaan bibit PT RPN melalui penangkaran bibit dan pendampingan pembibitan petani di sekitar lokasi. Akses mendapatkan benih sawit akan lebih mudah untuk dijangkau petani,” urainya.
Menurutnya, PTPN memainkan peranan sebagai Off taker, pendamping teknis, adminsitrasi & operator LC sampai dengan tanam. Mengingat, PTPN memiliki Pabrik Kelapa Sawit dengan kapasitas 3.215 ton TBS/jam dan tersebar di 75 unit PKS pada sentra perkebunan sawit rakyat.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 133)