Rencana mandatori biodiesel 40% atau B40 perlu dikaji mendalam oleh pemerintah dan stakeholder sawit. Pasalnya, produktivitas minyak sawit terus melemah. Ada kekhawatiran volume ekspor sawit semakin tergerus untuk memenuhi kebutuhan biofuel di dalam negeri.
Pemerintah berencana meningkatkan persentase pencampuran Bahan Bakar Nabati (BBN) kedalam Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Minyak Solar sebesar 40 persen atau B40 tahun ini. Tujuan mandatori biodiesel sawit di Indonesia adalah mengurangi ketergantungan pada fosil fuel dari impor, menghemat devisa, hingga membangun ketahanan energi yang makin berbasis pada renewable energi.
Namun, ada kekhawatiran dengan stagnannya produksi minyak sawit (CPO) Indonesia selama 5 tahun ini, bakal mengancam kebutuhan sawit untuk pangan.
Deputi Bidang Pangan & Agribisnis Kemenko Bidang Perekonomian, Dida Gardera mengatakan pengembangan B35 menjadi B40 diperkirakan membutuhkan 15,32 juta kilo liter atau kurang lebih 12 juta ton CPO. Menurutnya, langkah ini dipastikan tidak akan mengganggu pasokan CPO sektor pangan mengingat produksi CPO dalam negeri saat ini sekitar 47 juta ton.
“[Indonesia] Sudah memulai 2015 dari 15 persen dan 2023 sudah 35 persen dan 2024 ini direncanakan untuk menjadi B40. Harapannya ini sesuai target. Namun ini tentu akan dilihat pada uji coba yang sedang dilakukan. Terpenting juga kesiapan saranan dan prasarana,” ujar Dida dalam dialog CNBC, Senin (22/1/2024).
Dia menerangkan pasokan CPO untuk energi belum sampai mengganggu kebutuhan sawit terhadap pangan. Adapun krisis minyak goreng pada 2022 lalu tersebut, ujar Dida, lantaran kondisi pasar global yang krisis. “Ini kejadian force major ya. Dalam kondisi normal iniakan kami seimbangkan kebutuhan tersebut,” jelasnya.
Sebagai informasi, Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) menunjukkan produksi CPO tahun 2022 sebesar 51,2 juta ton yang lebih rendahdari produksi tahun 2021 sebesar 51,3 juta ton dan merupakan tahun ke-4 berturut-turut dimana produksi cenderung terus turun/stagnan sejak kelapa sawit diusahakan secara komersial di Indonesia.
Sementara, konsumsi dalam negeri tahun 2022 secara total mencapai 20,968 juta ton, lebih tinggi dari tahun 2021 sebesar 18,422 juta ton dan diperkirakan akan meningkat pada tahun-tahun mendatang. Adapun sejak program B30 diluncurkan pada 2018 hingga 2023, permintaan CPO untuk sektor energi meningkat sebesar 14% per tahun.
Ketua Umum GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) Eddy Martono, telah mewanti-wanti dari awal tahun 2024 bahwa ekspor sawit berpotensi stagnan, kalaupun naik diperkirakan 5% dari 2023. Kebijakan mandatori B35 sangat mempengaruhi kenaikan konsumsi minyak sawit di dalam negeri yang mencapai 10,8 juta ton pada 2023.
Pada 2023, volume ekspor sebesar 30 juta ton di mana terjadi penurunan dari pada tahun sebelumnya berjumlah 34 juta ton. Memasuki tahun 2024, ekspor produk sawit diperkirakan akan melemah seiring peningkatan konsumsi domestik.
Periode 2005 – 2010 terjadi penurunan produksi sebesar 10% berikutnya 2010 – 2015 turun 7,4%, kemudian periode 2015 – 2020 turun 3,2% dan seterusnya stagnan. Dalam tiga tahun terakhir sepanjang 2020 – 2022 pertumbuhan produksi adalah negatif menunjukkan adanya masalah struktural pada kelapa sawit industri.
Eddy mengakui produksi minyak sawit relatif stagnan pada periode terakhir empat tahun meskipun dengan tren menurun. Pada 2023, produksi diperkirakan sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun 2022 sebagai imbas dari pulihnya hasil produksi sawit dan tanaman yang baru dipanen.
Direktur Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) Tungkot Sipayung mengungkapkan bahwa mandatori biodiesel hingga B35 telah terbukti mencapai tujuan untuk mengurangi impor solar, mengurangi devisa impor fosil fuel, menurunkan emisi, memperbesar pasar domestik dan mengendalikan harga CPO dunia.
Diketahui, pada tahun 2022, penggunaan biodiesel, memberi penghematan devisa negara sebesar Rp122,65 triliun, dan memberikan nilai tambah terhadap CPO sebesar Rp12,2 triliun.
“Bahkan berbagai studi terbaru mengungkapkan bahwa manfaat mandatori biodiesel di Indonesia dinikmati bukan hanya produsen sawit kita termasuk petani sawit tetapi juga seluruh masyarakat,” tuturnya, Rabu (14/2/2024).
Terkait kekhawatiran program B40 yang bakal mengganggu sektor pangan (isu food-fuel trade off), dia menjelaskan jika implementasi B40 memerlukan sekitar 12 juta ton CPO, meningkat dari sekitar 10 juta ton CPO (jika B35) artinya tambahan CPO untuk B40 hanya sekitar 2 juta ton.
Dia menuturkan dari data tahun lalu, dari produksi CPO + PKO kita sebesar 51 juta ton, untuk pangan 20 persen, biodiesel 17 persen, oleokimia 3 persen dan ekspor 59 persen.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 148)