Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin menyatakan dukungannya agar petani sawit memiliki pabrik sawit sendiri. Hal ini disampaikannya saat menerima audiensi Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPP Apkasindo) pada awal Desember 2023.
Dalam pertemuan ini, Apkasindo melaporkan berbagai kendala dalam upaya hilirisasi industri sawit, termasuk belum terealisasinya pembangunan pabrik mini minyak kelapa sawit.
“Ada satu cita-cita yang diinginkan oleh Presiden dan Wapres, bagaimana agar para petani sawit itu bisa punya pabrik sawit sendiri dan itu sifatnya afirmatif,” tutur Juru Bicara Wapres Masduki Baidlowi dalam keterangannya seusai mendampingi Wapres pada pertemuan tersebut.
Namun demikian, sambungnya, hingga saat ini hal tersebut belum terwujud, salah satunya disebabkan terhambatnya regulasi dari Kementerian Pertanian.
“Sampai saat ini tidak bisa, karena ada hambatan- hambatan, [adapun] salah satu hambatan itu ada peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian,” ujarnya sebagaimana dikutip dari laman Wapres RI.
Padahal, terang Jubir, Presiden dan Wapres menginginkan agar para petani sawit yang di dalamnya juga berasal dari kalangan pondok pesantren, gereja, dan berbagai komunitas agama lainnya dapat membangun pabrik mini minyak kelapa sawit sendiri.
“Inginnya Presiden dan Wapres bagaimana agar petani yang tergabung dalam Apkasindo ini juga bisa mendirikan pabrik-pabrik kecil sehingga mereka bisa mandiri. Dan keuntungannya bisa lima kali lipat kalau misalnya mereka punya pabrik sendiri,” ujarnya.
Oleh sebab itu, menurut Jubir, Wapres akan memanggil Menteri Pertanian dan Menteri Keuangan, termasuk Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang menghimpun dana- dana sawit guna membahas persoalan tersebut, serta melaporkan hasilnya kepada Presiden.
“Karena dana-dana sawit itu sekarang sudah cukup besar, lebih dari 100 triliun rupiah, banyak digunakan oleh [program B35] Biodiesel yang pada akhirnya mengalir kepada pengusaha-pengusaha sawit besar, sementara para petani sawit menengah dan kecil ini ingin mendirikan pabrik mini belum bisa,” urainya.
Lebih jauh, Jubir mencontohkan bahwa akibat petani sawit belum dapat membangun pabrik mini minyak kelapa sawit sendiri, para petani sawit di Pegunungan Arfak, Papua Barat, merugi sekitar 30 miliar rupiah per tahun.
“Daerah Pegunungan Arfak di Papua Barat itu sangat jauh, tidak bisa sawitnya dijual, sehingga tidak bisa dipanen dan kerugian setahun itu bisa mencapai 30 miliar rupiah, uang [hilang] percuma dari para petani sawit,” tuturJubir.
“Ini saya kira sangat mengenaskan, tadi ada perwakilan dari Papua Barat yang bilang bahwa kami lapar karena kami tidak bisa menjual dan memproduksi [minyak] sawit melalui pabrik mini,” imbuhnya.
Sebelumnya, dalam pertemuan tersebut, selain menyampaikan berbagai kendala dalam program hilirisasi industri sawit, Ketua Umum Apkasindo Gulat Manurung juga melaporkan bahwa usaha sawit saat ini memiliki prospek yang cukup baik. Bahkan, program santri preneur berbasis sawit yang digagas Wapres diduplikasi kalangan gereja dengan nama Pastor preneur berbasis sawit.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 146)