Pembangunan industri kelapa sawit sebagai salah satu penopang perekonomian nasional terus digenjot pemerintah. Salah satu program yang digulirkan pemerintah untuk sektor tersebut adalah Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).
Potensi industri kelapa sawit Indonesia dapat dilihat dari data tahun 2022, di mana sektor tersebut tercatat mampu menghasilkan 46,82 juta ton minyak kelapa sawit. Dari jumlah produksi itu menyumbangkan pemasukan negara dari ekspor sebesar USD 29,66 miliar. Hal ini juga menjadikan industri kelapa sawit penyumbang ekspor terbesar negara bersama nikel.
Pemerintah terus mendorong industri sawit ini. Dan saat ini nilai ekspor sawit merupakan andalan Indonesia, nilainya USD 29,66 miliar di tahun 2022. Ini adalah ekspor terbesar bersama dengan nikel,” terang Menteri Koordinator Bidang Perekenomian, Airlangga Hartanto saat memberikan sambutan pada acara Pertemuan Nasional Petani Kelapa Sawit sekaligus HUT ke-23 Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) di Jakarta, Kamis (7/12/2023).
Produksi sawit yang besar di Indonesia juga sebagian besar disumbangkan oleh perkebunan sawit rakyat dengan mencatatkan 16 juta ton produksi. Luas lahan perkebunan milik rakyat juga mencapai 40,51 persen atau 6,21 juta ha atau 40,51 persen dari seluruh luas perkebunan sawit di Indonesia.
Perkebunan sawit rakyat inilah yang menjadi prioritas pemerintah dalam memompa produktivitas sektor industri tersebut. Lewat program PSR sepanjang tahun 2017 – 2023, luas perkebunan rakyat yang diremajakan telah mencapai 306 ribu ha dengan total dana sebesar Rp 8,5 triliun kepada 134 ribu petani.
Meskipun sudah mencatatkan kinerja cukup baik, program PSR dirasa belum cukup untuk meningkatkan produksi sektor tersebut. Presiden Joko Widodo juga menetapkan target baru mencapai 300 ribu petani agar ikut merasakan program PSR.
“Namun ini belum cukup. Arahan Bapak Presiden mau 300 ribu petani lagi,” ungkap Airlangga.
Selain program PSR, pemerintah juga telah memberikan beberapa jenis bantuan lain kepada petani rakyat dalam bentuk benih, pupuk, pestisida, dan mesin pertanian. Selain itu, pemerintah juga memberikan stimulus guna meningkatkan kompetensi sumberdaya manusia di sektor tersebut lewat program pendidikan dan pelatihan, yang di tahun 2023 telah diterima 7.000 petani dengan total dana sebesar Rp 127 miliar.
Tantangan Industri Sawit Rakyat Kedepan
Menteri Koordinator Bidang Perekenomian, Airlangga Hartanto pada acara HUT APKASINDO juga menyampaikan beberapa tantangan untuk sektor industri sawit kedepannya. Beberapa tantangan tersebut antara lain terkait dengan kebijakan European Union Deforestation Free (EUDR), serta verifikasi data keterlanjuran lahan dan sertifikasi ISPO yang harus diselesaikan APKASINDO.
Kebijakan EUDR, menurut Airlangga akan paling berpengaruh terhadap sektor industri sawit Indonesia. Ia menjelaskan kebijakan tersebut berpotensi mengeluarkan perkebunan sawit dari rantai pasok global. Kemudian adanya data protection regulation yang mengumpulkan data geolokasi kebun tanpa jaminan perlindungan data tersebut. Kemudian EUDR juga akan mengelompokkan negara kedalam tiga kategori resiko, yaitu rendah, sedang dan tinggi.
“Tentu kita ingin Indonesia risiko rendah. Oleh karena itu isu-isu keterlanjuran jadi prioritas utama Pemerintah,” tutur Menko Airlangga.
Khususnya kebijakan EUDR, sejauh ini pemerintah telah mengambil beberapa langkah untuk meminimkan resiko. Terbaru pada Mei 2023, Pemerintah Indonesia dengan Malaysia melakukan joint mission serta membentuk joint task force agar penerapan EUDR tidak merugikan negara produsen sawit.
Kemudian tantangan lain terkai tverifikasi data keterlanjuran lahan serta sertifikasi ISPO secara langsung ditegaskan Airlangga untuk diselesaikan. Hal ini berangkat dari rendahnya realisasi sertifikasi ISPO bagi petani sawit rakyat.
Sejak diterapkan pada tahun 2011, mereka yang tercatat mengikuti sertifikasi ISPO baru 819 sertifikat, dan khususnya perkebunan milik rakyat baru 107 sertifikat dengan luas lahan 426 ribu ha. Angka ini masih jauh dari target pemerintah serta menjadi catatan untuk meningkatkan kinerja kedepannya.
“ISPO ini yang tercatat baru 819 sertifikat, sawit rakyatnya hanya 107 sertifikat, luasnya hanya 426 ribu hektare, jadi PR juga untuk diselesaikan sertifikasi ini,” ujar Airlangga.
Airlangga juga menjelaskan untuk mengejar target pemerintah meningkatkan produktivitas perkebunan sawit rakyat dengan mendorong pemerintah merombak regulasi agar memberikan bantuan pendanaan kepada petani guna melakukan sertifikasi ISPO. Bantuan tersebut nantinya akan disalurkan untuk kegiatan tanda daftar usaha Perkebunan, pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan, pelatihan sistem kendali internal, pendampingan, dan sertifikasi.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 146)