Oleh: Dr. Purwadi (Direktur Pusat Sains Kelapa Sawit Instiper)
Pembangunan sawit rakyat oleh pemerintah dimulai sejak 1977 melalui pembangunan perkebunan pola PIR dan dilanjutkan dengan pola PIR Trans. Sungguh disadari bahwa pembangunan sawit untuk rakyat harus dintegrasikan dengan pabrik pengolah miliki PTPN dalam kemitraan industri, oleh karena sawit adalah komoditas yang harus diolah untuk dapat dipasarkannya. Pada saat itu petani perlu dilatih ketrampilannya, dibantu permodalannya, dibantu pengolahannya, serta pemasarannya, sehingga kemitraan menjadi keniscayaan. Petani saat itu baru memiliki budaya “bertani untuk hidup”. Model ini dikembangkan mengacu pada teori dualisme JJ Booke dan juga teori pembangunan pertanian AT Mosher.
Dalam perkembangannya sawit rakyat terus berkembang baik melalui Plasma PIR, Kemitraan, pengembangan dengan bantuan bibit oleh pemerintah mau pun swadaya. Luas sawit rakyat saat ini lebih dari 6 juta hektar, saat ini petani Plasma PIR mau pun kemitraan hanya menjadi sekitar 7 %, dan 93 % lainnya adalah petani swadaya. Upaya untuk memantapkan kemitraan ini juga sudah dibingkai dalam pasal-pasal di UU Perkebunan 2004, hal yang “krusial” terkait penetapan harga TBS juga sudah dibuat Permentan sejak 1998 dan 2018 baru saja dilakukan perubahan. Model kemitraan yang sekarang berlangsung masih mengacu pada praktek-praktek kemitraan yang sudah berlangsung 40-50 tahun yang lalu dan hanya mengakomodasi petani plasma, dan bagaimana dengan patani swadaya yang 93 % memperoleh perlindungan harga.
Kelapa sawit rakyat saat ini telah menjadi penopang kehidupan masyarakat, sebagian petani telah mulai bertransformasi dari budaya “bertani untuk kehidupan” menjadi “bertani untuk bisnis dan investasi”, saat ini telah tumbuh petani generasi kedua dengan usia rata-rata 30- 40 tahun, memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang sudah berkembang dari petani generasi kedua, mereka juga tahu, paham dan mampu memanfaatkan teknologi, mereka juga menginginkan “good governance” dalam sistem industri ini. Dengan perkembangan-perkembangan tersebut, tidak disadari oleh pemerintah sebagai administrator, dinamisator, dan regulator pembangunan sawit rakyat.
(Selengkapnya dapat di baca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 107)