JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) menginisiasi pertemuan petani dari berbagai negara produsen sawit untuk membahas masa depan komoditas, terutama persoalan petani. Pertemuan ini akan menegaskan sikap mereka untuk melawan kampanye hitam yang ditujukan kepada kelapa sawit.
Pada 22 Oktober ini, negara-negara produsen minyak kelapa sawit mengadakan pertemuan Internasional di Malaysia, Council Palm Oil Producing Countries (CPOPC) Palm Oil Supply and Demand Outlook Conference di Malaysia. Menindaklanjuti pertemuan ini, kalangan petani sawit kedepannya, akan membicarakan tentang International Palm Oil Smalholder Conference (IPOSC) dengan konsep “Palm Oil for All” yang direncanakan pada 2020 di Indonesia.
Gulat Manurung, Ketua Umum DPP APKASINDO Pembicaraan intens secara awal sudah dilakukan APKASINDO dengan Asosiasi Petani negara-negara penghasil kelapa sawit, jadi di Malaysia nanti akan mempertajam konsep dari acara tersebut. Pertemuan Petani Sawit Dunia ini akan diikuti oleh organisasi petani kelapa sawit dari negara negara produsen minyak sawit di 3 benua, yaitu Asia ( Indonesia, Malaysia, Thailand, Philipina, Papua Nugini) , Afrika (Pantai Gading,Ghana,Liberia, Nigeria, Uganda,), dan Amerika (Brazil, Kolombia, Guatemala).
“Untuk penyelenggaraan Apkasindo akan bekerja sama dengan beberapa pihak seperti Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC), DMSI, GAPKI, RPN, BPDP KS, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertanian, Kementerian Pariwisata, Kementerian Perdagangan,” ujarnya.
Gulat mengatakan pertemuan ini menjadi ajang untuk bertukar pengalaman dan wawasan antar para petani sawit dan menyuarakan bahwa sawit terbukti mampu memenuhi 17 sasaran SDGs seperti pengentasan kemiskinan, lapangan pekerjaan, hidup layak, dll) serta menyuarakan keprihatinan diskriminasi dan melawan kampanye negatif terhadap sawit. Acara di isi oleh seminar, pameran, kunjungan lapangan, bakti sosial, wisata dan kebudayaan.
“Dengan pertemuan petani sawit dari berbagai negara, kami tegaskan akan melawan kampanye negatif yang ditujukan kepada sawit. Karena berbagai kampanye tadi akan berdampak bagi kehidupan petani. Selain itu, kami akan berdiskusi untuk meningkatkan kesejahteraan petani di masing-masing negara,” ucapnya.
IPOSC diadakan dengan tujuan untuk mendorong, mengembangkan dan meningkatkan kerjasama di antara para petani sawit. Hal ini akan semakin memastikan bahwa industri minyak sawit berkontribusi terhadap pengembangan perekonomian dan kesejahteraan seluruh masyarakat.
Gulat menjelaskan industri sawit sepanjang tiga tahun terakhir telah menjadi penghasil devisa terbesar, dimana tahun 2017 devisa Negara dari sawit ini sebesar Rp 320 triliun dan tahun 2018 akibat dari kampanye negatif yang berujung kepada RED I dan II, maka Devisa Negara dari sawit turun menjadi Rp 289 triliun.
Seiring semakin strategis dan seksinya sawit, maka tantangan dan hambatan seiring pulak datangnya. Seperti masalah sosial, sengketa lahan, status kawasan hutan dan lebih terasa pada kampanye negatif sawit yang tidak habis-habisnya dilakukan oleh negara-negara penghasil komoditas pesaing minyak sawit seperti UE.
Perkebunan kelapa sawit rakyat dengan perkebunan besar korporasi seperti berpacu dalam melakukan ekstensifikasi, dimana pada tahun 2018 tercatat luas total pekebunan sawit Indonesia mencapai 14,68 juta hektar dengan persentase 59% dikelola oleh korporasi dan 41% diekelola oleh Petani Swadaya.