Sawit terlalu banyak diatur kementerian dan lembaga pemerintah. Perlu badan otoritas khusus sebagai dirigen memperkuat komoditas yang bernilai ekspor Rp 500 triliun per tahun.
Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) mengusulkan pendirian badan atau lembaga khusus yang mengurusi sektor perkelapasawitan dari hulu sampai hilir. Badan ini menjadi sangat penting agar dapat memperkuat tata kelola industri sawit nasional.
Usulan ini disampaikan Sahat Sinaga, Plt. Ketua Umum DMSI, saat menjadi pembicara Special Dialogue dengan tema “Menggapai Sawit Tetap Jadi Andalan Indonesia Saat Dunia Tidak Ada Kepastian”, yang diadakan CNBC Indonesia bekerjasama dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dan Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Senin (26 Juni 2023).
Usulan pendirian badan atau lembaga khusus sawit, disampaikan Sahat Sinaga Plt Ketua DMSI. Hal itu, didasari karena adanya historis dari komoditas karet Indonesia yang saat ini sudah kalah dengan karet sintetis. Dengan demikian, apa yang terjadi karet Indonesia terpuruk. Hal itu, jangan sampai terjadi pada bisnis sawit di Indonesia.
“Badan atau lembaga khusus yang mengurus bisnis sawit dan bertindak sebagai regulator bisnis sawit di Indonesia, sanga tperlu. Dalam arti untuk menjalankan bisnis sawit,” ujarnya.
“Kenapa perlu badan atau lembaga khusus yang menangani bisnis sawit supaya conflict of interest dan ego sektoral bisa diminimalisir,” imbuh Sahat yang sudah berkecimpung 50 tahun lamanya di industri kelapa sawit.
Selain itu, pemerintah melalui Menko Marves dan Kemaritiman, Luhut Panjaitan pernah menargetkan produksi sawit mencapai 100 juta di tahun masa keemasan Indonesia pada 2045. Disinilah perlunya badan khusus sawit, kata Sahat, sebagai regulator untuk mendukung capaian target tersebut. Karena sekarang ini, produktivitas sawit rerata 3,5 ton per ha per tahun pada hal angka ini dapat ditingkatkan menjadi 6,5 ton per ha per tahun dengan luas kebun 16,38 juta ha saa tini.
“Tidak ada yang memikirkan untuk menuju target tersebut. Makanya, butuh badan khusus agar target dapat tercapai dan jelas,” urai Sahat.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono menjelaskan bahwa kebijakan pemerintah di sektor kelapa sawitperlu Sinkronisasi di tengah ketidak pastian pasar. Di satu sisi, knsumsi minyak sawit masih terus meningkat, hanya saja ekspor menurun. Hal itu, ujarnya, tak hanya karena kondisi ekonomi global, tapi juga efek dari dalam negeri.
“Kalau dilihat data, ekspor tahun 2022 itu kita memecahkan sejarah, sebesar US$39,07 miliar. Tapi itu karena harga sawit dan minyak nabati baik. Kalau dari (volume) ekspor, tidak terlalu besar. Dibandingkan tahun 2017-2108 lebih rendah,” kata Eddy.
Eddy menjelaskan bahwa kinerja industri sawit harus dijaga supaya tidak terjadi penurunan. Maka, jangan sampai sejarah karet kita berulang. Karena itulah ini tugas bersama yang tidak bisa hanya dibebankan kepada pelaku usaha.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 141)