Produktivitas sawit petani harus ditingkatkan karena berjalan di tempat dalam 10 tahun terakhir. Jend TNI (Purn) Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan RI, mengatakan perkebunan sawit rakyat memiliki peranan signifikan dalam produksi dan luas perkebunan. Akan tetapi produktivitasnya relatif stagnan dalam 10 tahun terakhir.
“Kontribusi CPO dari perkebunan rakyat sebesar 16,7 juta ton atau 33,7 persen dari total produksi nasional. Dari struktur kepemilikan lahan, perkebunan rakyat seluas 6 juta atau 40 persen dari luas perkebunan sawit 16,3 juta hektare,” ujar Moeldoko yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina DPP APKASINDO dalam Webinar Bertemakan “Kondisi Perdagangan Sawit Nusantara” pada Juli 2022.
Tetapi, ada tantangan yang dihadapi perkebunan sawit dari aspek produktivitas. Moeldoko mengatakan walaupun perkebunan rakyat sangat berperan dari segi produksi dan kepemilikan luas perkebunan tetapi produktivitasnya relatif lebih rendah dari perkebunan swasta.
“Dalam satu dekade terakhir terjadi gap produktivitas antara perkebunan besar swasta dan perkebunan rakyat yang semakin lebar,” ungkap Moeldoko.
Sebagai perbandingan angka produktivitas sawit perkebunan rakyat sebesar 2,5 ton/ha. Sementara itu, produktivitas sawit hanya sebesar 2,99 ton/ha.
Namun gap produktivitas semakin lebar pada 2021. Produktivitas perkebunan rakyat relatif stagnan sebesar 2,75 ton/ha, sedangkan produktivitas sawit perkebunan swasta meningkat menjadi 3,84 ton/ha.
“Relatif stagnannya peningkatan produktivitas sawit rakyat menjadi suatu persoalan kritikal karena peran perkebunan rakyat dalam produksi CPO nasional cukup tinggi, ” ujarnya.
Moeldoko menjelaskan aspek perbaikan tata kelola menjadi sangat penting dan diharapkan dapat meningkatkan daya tawar petani swadaya (mandiri). Dengan begitu, kemampuan petani swadaya untuk menerapkan GAP dan menjaga kualitas hasil panen dapat meningkat.
Selain itu, berbagai upaya juga sudah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendorong tingkat produktivitas petani swadaya seperti program peremajaan sawit rakyat, (PSR), pendampingan teknis, dan peningkatan akses permodalan.
Dr. Gulat ME Manurung, Ketua Umum DPP APKASINDO, mengakui rendahnya produktivitas sawit rakyat yang terjadi di 22 sentra provinsi. Saat ini, program Peremajaan Sawit Rakyat menjadi tumpuan petani untuk mengejar ketertinggalan.
“Cara yang kami lakukan melalui penggunaan benih sawit unggul dan berkualitas. Tantangan yang ada tidak menjadi penghalang kendati harga TBS sawit anjlok,” ujarnya.
Dikatakan Gulat, turbulensi harga TBS dipengaruhi pencabutan larangan ekspor sawit beberapa waktu lalu. Saat itu, ada harga referensi Kementerian Perdagangan yang membuat pengaruh dampak secara langsung dan tidak langsung.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 130)