Indonesia mampu berdaulat di sektor energi melalui terobosan Pertamina yang menghasilkan Green Diesel (D100) di fasilitas existing Kilang Dumai, Riau. Produk ini berbahan baku Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO) 100 persen.
“Terobosan baru ini merupakan jawaban atas tantangan penyerapan minyak sawit yang produksinya hingga saat ini mencapai 42 juta—46 juta metric ton dengan serapannya sebagai FAME (Fatty Acid Metyhl Ester) sekitar 11,5 persen,” ujar Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati.
Sebagai informasi, Green Diesel ini berbahan baku RBDPO adalah minyak kelapa sawit atau CPO yang telah diproses lebih lanjut sehingga hilang getah, impurities dan baunya.
“Hal ini membuktikan bahwa secara kompetensi dan kapabilitas Pertamina pada khususnya dan anak negeri pada umumnya memliki kemampuan dan daya saing dalam menciptakan inovasi, terbukti bahwa kita mampu memproduksi bahan bakar reneawable yang pertama di Indonesia dan hasilnya tidak kalah dengan perusahaan kelas dunia,” ujar Nicke.
Uji coba pengolahan produksi yang dilakukan pada 2 – 9 Juli 2020 tersebut merupakan ujicoba ketiga setelah sebelumnya melakukan uji coba mengolah RBDPO melalui co-processing hingga 7.5 persen dan 12,5 persen. Pada saat yang sama, di kilang Plaju, Pertamina juga akan membangun unit green diesel dengan kapasitas produksi sebesar 20.000 barel per hari. Pengolahan RBDPO menjadi D-100 di kilang Dumai, lanjutnya, dapat direaksikan dengan bantuan katalis dan gas hidrogen untuk menghasilkan product Green Diesel.
“Katalis yang digunakan dalam pengolahan green diesel, merupakan Katalis Merah Putih. Katalis ini produksi putra putri terbaik bangsa di Pertamina Research and Technology Centre bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung,” jelas Nicke Widyawati.
Nicke menuturkan, keberhasilan tersebut tidak terlepas atas dukungan Pemerintah kepada Pertamina untuk mewujudkan produk bahan bakar dengan menyerap bahan baku dalam negeri, dalam rangka mewujudkan kedaulatan dan ketahanan energi nasional.
“Dari uji coba ini menunjukkan bahwa dari sisi kilang dan katalis kita sudah siap, selanjutnya kita perlu memikirkan agar sisi keekonomiannya juga dapat tercapai,” kata Nicke.
Di sisi lain, pemerintah bertekad untuk mengurangi tingginya impor bahan bakar minyak (BBM) dengan salah satu programnya adalah pemanfaatan minyak sawit sebagai bahan bakar nabati. Komitmen pemerintah tersebut telah dibuktikan dalam konsistensi penerapan kebijakan mandatory biodiesel 30% (B30) sejak Desember 2019 hingga saat ini.
“Presiden juga telah memerintahkan untuk menambah komposisi pencampuran bahan bakar nabati untuk jenis diesel sampai dengan 40%, 50% hingga 100%, untuk menunjukkan kedaulatan energi nasional yang mandiri dan berdikari,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita ketika melakukan kunjungan kerja di PT Pertamina (Persero) Refinery Unit II Dumai, Provinsi Riau, pada pertengahan Juli 2020.
Menperin menjelaskan, guna mewujudkan instruksi Presiden Joko Widodo tersebut, rekayasa produk serta proses produksi diesel hijau yang berkualitas tinggi dan keekonomian yang bersaing merupakan kunci utama. Dalam hal ini, tim peneliti dari PT. Pertamina (Persero) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) telah berhasil melakukan rekayasa co-processing minyak sawit, yang membuat Indonesia menjadi salah satu referensi teknologi produksi biofuel dunia.
“Di Dumai, kami menyaksikan langsung hasil karya riset dan aplikasi teknologi produksi green diesel (bahan bakar diesel hijau) dari minyak sawit. Kami sangat mengapresiasi hasil kerja keras, ketekunan, dan kepiawaian tim dari ITB di bawah pimpinan Prof. Dr.Soebagjo beserta tim peneliti PT. Pertamina yang telah berhasil mewujudkan teknologi produksi green diesel secara stand alone, dengan Katalis Merah Putih made in Indonesia,” paparnya.
Agus menambahkan, pengembangan industri diesel hijau merupakan salah satu program pemerintah untuk meningkatkan kelas petani rakyat sebagai stakeholder utama industri sawit nasional. “Artinya, program ini akan lebih banyak memberikan kesejahteraan bagi para petani kelapa sawit. Selain itu, program mandatory biodiesel, termasuk B30, telah dirancang dan dijalankan secara konsisten untuk mencegah turunnya harga CPO global akibat fenomena oversupply dunia,” tuturnya.
Lebih jauh lagi, kestabilan harga CPO global akan diwujudkan menjadi kestabilan harga beli Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat petani, sehingga menjamin keberlanjutan kehidupan petani rakyat. Tentunya, pencapaian membanggakan ini akan menjadi tonggak baru bagi Indonesia, sekaligus mengukuhkan PT Pertamina sebagai perusahaan energi berkelas dunia, sejajar dengan pemain bisnis energi global.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 105)