Apical terus mengembangkan riset dan inovasi produk pangan maupun energi terbarukan berbasis sawit. Perusahaan juga berkomitmen menerapkan tata kelola sawit berkelanjutan dari hulu sampai hilir
“Apical sangat berperan dalam inovasi industri pangan maupun energi berbasis sawit. Perusahaan juga fokus mengelola minyak sawit menjadi produk derivatif yang mempunyai nilai jual lebih tinggi,” kata Jummy Bismar Sinaga, Senior Manager Commercial Biofuel Apical Indonesia.
Jummy menuturkan bahwa Apical terus mengembangkan riset dan inovasi untuk menghasilkan produk hilir kelapa sawit. Dari sektor hulu, Apical mendapatkan dukungan dari Asian Agri yang memiliki luas 100 ribu ha kebun inti dan 60 ribu ha kebun plasma serta 41 ribu ha kebun swadaya. Didukung 22 pabrik kelapa sawit (PKS), 10 unit kernel crushing plant dan 10 pabrik biogas.
“Keberadaan kebun, pabrik sawit, dan refineri kami saling terjangkau sehingga mengoptimalkan efektivitas dan efisiensi rantai suplai Apical. Keunggulan ini menjadikan nilai jual kepada konsumen sehingga delivery bisa on time,” ujarnya.
Jummy menjelaskan bahwa fasilitas Apical yang berlokasi strategis yang berada di Indonesia, Cina dan Spanyol, sehingga menjadikan Apical dekat dengan pemasok dan konsumen, meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam operasional perdagangan secara global.
Apical juga mempunyai beberapa pabrik refinery diataranya: Sari Dumai Sejati yang berlokasi di Provinsi Riau. “Apical memiliki beberapa refineri berkapasitas besar seperti Sari Dumai Sejati di Dumai yang terintegrasi dengan perkebunan sawit Asian Agri,” kata dia.
Kemudian Kutai Refinery Nusantara berada di wilayah Indonesia Timur. Refinery ini juga mempunyai fasilitas pelabuhan lebih besar ketimbang Dumai. “Namun dekat dengan bahan baku minyak sawit wilayah Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Ini membuat perusahaan mempunyai integrasi suplai efektif dan efisien dari sisi jarak dengan konsumen,” ujarnya.
Ada pun produk-produk refinery Apical yakni minyak goreng curah maupun minyak goreng kemasan, margarin dan Shortening. Apical juga memperoduksi produk oleokimia berfungsi sebagai deterjen, kosmeik dan sabun. Produk-produk tersebut, kata dia, dihasilkan dari pabrik refinery di Dumai dan Jakarta.
“Produk kami dipasarkan dalam negeri maupun ekspor. Saat ini, perusahaan juga berkomitmen untuk mematuhi aturan pemerintah Domestic Market Obligation dan Domestic Price Obligation bagi ketersediaan minyak goreng di dalam negeri,” jelas Jummy.
Perusahaan juga berperan menghasilkan energi baru terbarukan, biodiesel yang sebagian besar diserap dalam negeri. “Semakin kita menghasilkan produk nilai tambah, maka ketergantungan pasar ekspor dapat berkurang,” ujar dia.
Apical telah meluncurkan Apical 2030, sebuah inisiatif keberlanjutan yang strategis. Inisiatif ini terdiri dari komitmen pada empat pilar strategis yaitu KemitraanTransformatif, AksiIklim, Inovasi Hijau, dan Kemajuan Inklusif dalam sepuluh (10) tahun kedepan, yang mana target yang ditetapkan terkait erat dengan filosofi bisnis dari Grup yaitu 5C (good for community, country, climate, customer, company), tujuan Lingkungan, Sosial dan Tata Kelola (LST), dan sembilan (9) dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNSDG).
“Empat pilar ini sudah dilakukan dengan tata kelola yang baik. Maka perusahaan optimis implementasinya akan memberikan manfaat bagi perusahaan, masyarakat, dan negara. Ini selalu dijaga dan disampaikan maupun dikampanyekan di internal perusahaan atau pihak luar yang menjadi stakeholder dari bisnis proses Apical,” terang Jummy.
Dia mengatakan, perusahaan dalam penerapan sustainability itu didasari pada permintaan atau demand. Pasalnya pasar-pasar kita di Eropa, Asia, Amerika dan Afrika sudah menerapkan sertifikasi terkait sustainability palm oil.
“Produk minyak goreng yang dihasilkan harus mampu ditelusuri sumber bahan bakunya. Begitu pula harus diketahui sertifikat berkelanjutan yang telah diperoleh pemasok bahan baku apakah telah memiliki ISPO, RSPO serta ISCC. Kami ingin memastikan pasokan berasal dari perkebunan yang menjalankan prinsip keberlanjutan, diantaranya melalui perlindungan area konservasi, perlindungan lahan gambut, serta memberikan dampak positif pada masyarakat di sekitar wilayah operasi,” jelas Jummy.
Dalam 10 tahun mendatang, ada empat pilar strategis di dalam Apical 2030. Pertama, Kemitraan Transformatif memiliki empat (4) target yang bertujuan untuk berkolaborasi dengan pemangku kepentingan di sepanjang rantai pasokan untuk memacu perubahan positif terkait kepatuhan akan kebijakan Tanpa Deforestasi, Tanpa Gambut, dan Tanpa Eksploitasi (NDPE), ketertelusuran, dan konservasi.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 128)