EU Deforestation-free Regulation (EUDR) akan mempengaruhi perkembangan industri bionergi di Indonesia. Pasalnya ada penggunaan country benchmarking yang berdampak kepada imej negara.
Dari tujuh komoditas yang terkena dampak EUDR, sektor kelapa sawit paling terkena imbasnya sebagai penyumbang bahan baku industri bioenergi. Pada 2022, Uni Eropa menempati pangsa ekspor komoditas minyak sawit Indonesia sebesar 9 persen.
“EUDR ini sangat dikhawatirkan memberikan dampak imej bagi sebuah negara. Karena penilaian tingkat deforestasi dilakukan dengan country benchmarking. Indikator ini mengkategorikan negara menjadi low risk, standard risk dan high risk,” ujar Direktur Kerja Sama Intra Kawasan dan Antar Kawasan Amerika dan Eropa Kementerian Luar Negeri Nindya Kartikasari saat menjadi pembicara Seminar “Tantangan Industri Bionergi” yang diadakan Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) di Jakarta pada 27 Februari 2024.
Nindya menjelaskan sebelum Juni 2023 untuk merespon penerapan EUDR telah ada langkah yang dilakukan oleh Kementrian Luar Negeri melalui diplomasi ekonomi. Walaupun dalam prosesnya, regulasi itu tetap diberlakukan oleh Uni Eropa.
“Sejak awal, sejak November 2021 sebelum political proses di Uni Eropa kami sudah engage mereka. Mengapa? karena yang kita khawatirkan sebelumnya hanya satu komoditas kita, kini dari tujuh ada lima komoditas kita,” ujar Nindya.
Selain kekhawatiran mengenai sistem benchmarking lewat penerapan EUDR, terdapat juga resiko penurunan jumlah ekspor Indonesia ke Eropa. Nindya Kartikasari, menyatakan terdapat penurunan ekspor bahkan sebelum EUDR diberlakukan, salah satunya adalah sarung tangan medis yang berbahan baku karet.
“Kami ada laporan dari Asosiasi Sarung Tangan Medis yang produknya terbuat dari karet, ekspornya juga turun bahkan sebelum pemberlakuan EUDR,” jelas Nindya Kartikasari.
Nindya menjelaskan akan ada potensi komoditas ekspor Indonesia sebesar 7,8 miliar euro yang terdampak karena implementasi EUDR. Komoditas itu meliputi minyak sawit, kopi, kakao, karet, kedelai, ternak, dan kayu. Kemudian khususnya untuk minyak sawit rata-rata ada di angka 4 miliar euro.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan telah terjadi penurunan ekspor bioenergi termasuk biofuel dari Indonesia hingga 70% akibat EUDR.
Nindya menjelaskan bahwa regulasi dari Uni Eropa yang perlu diwaspadai seperti EUDR dengan dasar pemikiran deforestasi dan ILUC (alih lahan). Regulasi seperti Sustainable EU Aviation dimana Uni Eropa melarang Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) dan Palm Derived Materials sebagai bahan baku Sustainable Fuel Aviation bagi maskapainya. Alasan Uni Eropa adalah produk kelapa sawit masuk kategori high Indirect Land Use Change (ILUC).
Selain itu, adapula Renewable Energy Directive (RED) III yang merupakan hambatan non tarif berupa sertifikasi low ILUC risk biofuel di mana produk sawit Indonesia dikategorikan high risk. RED III menyerukan peralihan dari biofuel konvensional tanaman pangan kepada advanced biofuel dari non recycleable waste.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 149)