JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM bernomor 26 Tahun 2016 Mengenai Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel Dalam Kerangka Pembiayaan BPDP-Kelapa Sawit. Dalam aturan baru ini, tidak ada lagi pembatasan antara biosolar subsidi dan non subsidi.
Terbitnya Permen ESDM Nomor 26/2016 ini secara langsung menghapus aturan sebelumnya yaitu Permen ESDM Nomor 29/2015 Mengenai Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Jenis Biodiesel Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit
Lalu, mengapa tidak ada lagi pembedaan antara biosolar subsidi dan non subsidi? Sebab dalam Permen ESDM Nomor 26/2016 tidak ada lagi definisi Jenis BBM Tertentu. Pengertian kata “tertentu” inilah yang menetapkan bahan bakar minyak/solar masuk kategori solar bersubsidi atau Public Service Obligation (PSO) yang wajib dicampur biodiesel sebesar 20% sesuai program mandatori. Itu sebabnya, perlakuan sama akan diterima semua jenis solar yang dicampur dengan biodiesel pasca berlakunya beleid baru ini yang ditetapkan oleh Luhut Panjaitan, Plt. Menteri ESDM, pada 10 Oktober 2016.
“Dalam permen sebelumnya (red-Peraturan Menteri ESDM Nomor 29/2015), ada pengertian BBM tertentu ditujukan solar bersubsidi atau PSO,” ujar Togar Sitanggang, Sekjen Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) kepada Sawitindonesia.com, dalam layanan pesan singkat WhatsApp.
Berbeda dengan Permen ESDM Nomor 26/2016. Di Permen ESDM Nomor 29/2015 memang tertera pengertian Jenis BBM tertentu yaitu bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari minyak bumi dan/atau bahan bakar yang berasal dan/atau diolah minyak bumi telah dicampurkan dengan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain dengan jenis, standar, dan mutu (spesifikasi), harga, volume, dan konsumen tertentuk dan diberikan subsidi.
Menurut Togar Sitanggang, hilangnya definisi “Jenis BBM Tertentu” dalam Permen ESDM Nomor 26/2016 merujuk kepada landasan hukum di atasnya yaitu Peraturan Presiden Nomor 24/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
“Akibat tidak adanya kata “tertentu” di Perpres 24 tadi. Maka hilang juga definisi tadi di permen 26 karena peraturan menteri itu turunan dari peraturan presiden,” jelas Togar.
Sebelumnya pada akhir Agustus kemarin, Luhut Panjaitan,Menteri Koordinator Kemaritiman yang kala itu juga menjabat Plt Menteri ESDM, mewajibkan seluruh badan usaha niaga BBM untuk mencampur biodiesel sebesar 20% per 1 November 2016. Kebijakan ini diambil guna meningkatkan penyerapan biodiesel sesuai program mandatori B20.
Paulus Tjakrawan, Ketua Harian Aprobi menyebutkan pasca terbitnya Permen 26/2016 semua solar yang telah dicampur biodiesel akan mendapatkan subsidi. “Kami apresiasi regulasi baru ini. Semoga implementasinya bisa lebih cepat,” jelas Paulus.