JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Togar Sitanggang, Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mendukung penguatan sertifikat ISPO sampai kepada produk hilir. Penguatan perlu dilakukan kepada mekanisme rantai pasok atau atau supply chain kelapa sawit yang belum diterapkan dalam prinsip dan kriteria ISPO.
“Proses sertifikasi di level supply chain ini dibutuhkan karena ekspor tidak hanya dalam bentuk CPO tapi juga produk turunan,” jelas Togar.
Menurut Togar dengan adanya sertifikasi supply chain ini semakin memperkokoh ISPO di mata dunia. Penguatan ISPO perlu dilakukan agar negara lain bisa mengakui ISPO sepenuhnya .
“Kita harus serius dalam membahas penguatan ISPO. Penguatan ISPO untuk menyambut tahun 2020 karena konsumen khususnya Uni Eropa di tahun tersebut hanya menerima produk bersertifikat sustainable,” ungkap Togar.
Bambang, Dirjen PerkebunanKementerian RI mengatakan usulan GAPKI sangatlah penting untuk ditindaklanjuti karena ada perusahaan sawit yang menghasilkan CPO sampai kepada produk turunan.
“Kami menyambut baik keinginan asosiasi. Tapi Kementerian Pertanian domainnya sampai kepada CPO. Maka perlu harmonisasi di tingkat Kementerian Perindustrian untuk ISPO ini,”paparnya.
Sekjen Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), Asmar Arsyad menyambut baik sertifikasi ISPO bisa dilakukan secara total termasuk menjadi kewajiban bagi petani ikut sertifikasi ISPO.
Sebab jika mengacu kepada data Kementerian Pertanian, dari total luas perkebunan kelapa sawit yang saat ini mencapai 11,9 juta ha sebanyak 4,7 juta ha dikuasai oleh petani pekebun. Artinya tandan buah segar (TBS) sawit juga dominan dari lahan petani yang diolah perusahaan.
Asmar mengusulkan agar adanya koperasi disetiap desa agar memudahkan dalam melakukan sertifikasi ISPO. Bahkan fungsi dari koperasi juga dapat digunakan untuk mengakomodir lahan petani yang sudah tua dan harus sesegera mungkin dilakukan peremajaan.