Jakarta, SAWIT INDONESIA – DPP APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia) menyampaikan rasa prihatin atas kejadian luar biasa (KLB) penjarahan sawit yang terjadi di Indonesia. Pasalnya, aksi kriminalitas juga menyasar perkebunan sawit petani yang mengakibatkan rugi ratusan juta rupiah.
“Kami sepakat dilakukan penindakan oleh Aparat Penegak Hukum karena ini jelas pidana,” ujar Dr. Gulat ME Manurung, MP.,C.IMA.,C.APO, Ketua Umum DPP APKASINDO di Jakarta.
Persoalan pencurian dan penjarahan yang menjadi isu nasional yang telah dibahas khusus oleh GAPKI Halal Bihalal bersama APROBI, GIMNI, GPPI, AIMMI, APOLIN, APKASINDO, ASPEK PIR, SAMADE, semua menyampaikan rasa simpati dan prihatinan.
“Namun saya ada juga mendengar dalil jika pencurian dibawah Rp2,5jt tidak perlu penindakan secara hukum (diproses). Hal ini perlu diluruskan bahwa tetap saja dapat diproses dengan kategori tindak pidana ringan.Saya menyarankan supaya pengamanan kebun dimasing-masing korporasi sawit ditingkatkan,” kata Doktor Lulusan Universitas Riau.
Gulat juga telah menyampaikan kepada anggota APKASINDO di 22 Provinsi APKASINDO supaya keamanan ditingkatkan karena pencurian ini juga kami alami dikebun petani bukan hanya di kebun korporasi.
Di Kalimantan Tengah, perkebunan sawit petani rugi ratusan juta rupiah lantaran dijarah oknum tidak bertanggungjawab. “Pencurian TBS sawit masih merajalela bahkan juga meluas di daerah lain. Saat ini, aksi pencurian yang menjurus penjarahan terjadi di Seruyan, Kotawaringin Timur, dan Pangkalanbun. Pencurian masih berlangsung dan tetap massif di kebun sawit baik milik perusahaan serta petani,” ujar JMT Pandiangan, Petani sawit di Kalimantan Tengah.
JMT Pandiangan mengatakan pencurian massal ini telah terjadi semenjak tahun lalu. Aksi ini dilakukan terorganisir yang pelakunya lebih dari 10 orang. Nilai kerugian yang ditanggung petani mencapai ratusan juta rupiah.
”Begitu datang, mereka bisa ambil 3-4 ton TBS. Karena diambil paksa akibatnya tanaman menjadi rusak. Kalau dikalikan harga TBS Rp 2.500 per kilogram. Maka total kerugian antara 7,5 juta sampai 10 juta. Itu baru di Kelompok Tani kami, belum di lokasi pencurian ataupun penjarahan di poktan atau koperasi petani lainnya,” kata Pandiangan yang juga Ketua DPW APKASINDO Kalimantan Tengah.
Pandiangan menjelaskan aksi pencurian ini telah merembet ke kebun masyarakat tidak hanya perusahaan. Begitu masuk masa panen, mereka akan beraksi kembali secara terstruktur, massif, dan sistematif.
Selanjutnya, dikatakan Gulat, anggapan bahwa penjarahan ini dikait-kaitkan ke PKS Tanpa kebun (PKS Komersial) atau PKS Brondolan CPO Asam Tinggi telah terjawab.”Sebagaimana penjelasan Ketua GAPKI Kalteng (Pak Syaiful Panigoro) sudah menjawab penilaian tersebut clear. Dimana dijelaskan bahwa pencurian/penjarahan terjadi karena Kesalahpahaman mengenai Fasilitasi Kebun Masyarakat (FPKM) dan anggapan Izin HGU yang belum clear,” jelasnya.
“Negara gak boleh kalah dengan hal yang seperti ini, semuanya ada regulasi yang mengaturnya,” tegas Gulat.
Menurutnya, apabila terdapat hak masyarakat disana sebaiknya segerakan atau terdapat perizinan yang belum clear.”Namun pencurian adalah dua hal yang berbeda dengan FPKM/izin HGU, tidak boleh main hakim sendiri atau pembenaran dan dalam hal ini negara tak boleh kalah.”
Gulat mengatakan mengamati bahwa “derasnya” pencurian dan penjarahan ini, dari 22 Provinsi APKASINDO, hanya terjadi di beberapa Provinsi di Kalimantan saja, kalau di Sumatera, Sulawesi, Papua, Jawa belum ada terdengar.
“Kami dari petani sawit berharap kerjasama semua stakeholder sawit, pemda dan APH perihal ini, karena hal ini memberi citra ketidaknyamanan investasi. Saya melihat perlu juga dilakukan pendekatan sosial, budaya dan ekonomi kreatif bagi masyarakat sekitar,” tambahnya.