Kelangkaan minyak goreng subsidi atau Minyakita diantisipasi oleh pemerintah. Kebijakan deposito ekspor sawit dijalankan untuk mengamankan kebutuhan dalam negeri.
Melalui laman Instagramnya, Menko Marves, Luhut Panjaitan, menjelaskan bahwa pemerintah mencermati adanya pergeseran konsumsi minyak goreng masyarakat yang terbiasa membeli minyak goreng premium, beralih membeli “Minyakita” yang merupakan senjata pemerintah untuk meredam kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri agar sesuai HET yang ditetapkan yakni Rp.14.000/liter.
Selain itu hal yang tak terhindarkan juga adalah kenaikan harga minyak goreng rakyat akibat pasokan DMO yang berkurang, terutama dari pasokan Minyakita. Tingginya hak ekspor yang dimiliki menjadi disinsentif untuk melakukan pasokan DMO di tengah perlambatan permintaan ekspor.
“Di luar itu, melambungnya harga minyak goreng juga terjadi karena adanya masalah pada proses distribusi. Baik dari indikasi masih adanya stok yang menumpuk maupun pelanggaran terhadap penetapan harga HET di lapangan,” kata Luhut.
“Dalam Rakor hari ini bersama Kementerian lembaga terkait dengan para produsen minyak goreng. Kami sepakati peningkatan pasokan DMO oleh produsen minyak goreng sebanyak 50% hingga memasuki masa Lebaran nanti,” urainya.
Pemerintah juga akan melakukan pengawasan yang ketat berbasiskan data simirah dan menindak berbagai pelanggaran yang ditemukan dilapangan.
Selain itu, Kementerian Perdagangan juga akan membuka kembali hotline pengaduan masyarakat tentang berbagai pelanggaran yang terjadi terkait ketersediaan minyak goreng di pasaran sehingga kita bisa menindaklanjuti aduan masyarakat secara langsung.
“Semoga upaya ini bisa membantu menstabilkan harga minyak goreng pada posisi semula sehingga masyarakat bisa mendapatkan minyak goreng dengan mudah dan terjangkau harganya,” kata Luhut Panjaitan.
Selain itu, Luhut Binsar Pandjaitan, meminta Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Indonesia National Single Window atau INSW untuk mendepositokan 66 persen hak ekspor CPO yang saat ini dimiliki eksportir.
Menurutnya, pencairan deposito akan dilakukan secara bertahap mulai 1 Mei mendatang. 66 persen hak ekspor yang ditahan oleh pemerintah mencapai 5,9 juta ton CPO. Pencairan hak ekspor melihat kepatuhan perusahaan dalam memenuhi kewajiban domestic market obligation atau DMO.
“Akan diberikan ruang pencairan deposito lebih cepat bagi perusahaan yang harus memenuhi kontrak yang sudah ada, tetapi hak ekspor yang dimiliki tidak mencukupi meski telah memenuhi tambahan DMO,” kata Luhut.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 136)