Terdapat dua cara yang permohonan yang diatur dalam dalam PP Pasal 20, yaitu melalui pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Setiap Orang mengajukan permohonan Perizinan di bidang kehutanan kepada Menteri.
Selain berdasarkan pemberitahuan, permohonan juga dapat dilakukan atas inisiatif sendiri oleh Setiap Orang yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1). (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilengkapi dengan persyaratan: a. administratif, paling sedikit meliputi: 1. identitas pemohon; dan 2. nomor induk berusaha. b. teknis, paling sedikit meliputi: 1. peta permohonan sesuai Rencana Tata Ruang; 2. lzin Lokasi dan/atau izin usaha di bidang perkebunan; dan 3. dokumen lingkungan hidup. Ketentuan ini tentu tidak selaras dengan ketentuan Pasal 110A UU No. 6 Tahun 2023 karena mensyaratkan yang tidak diatur oleh UU tetapi menambah persyaratan selain Peta Permohonan Sesuai Tata Ruang ditambah lagi dengan dokumen lingkungan hidup. Artinya meskipun memiliki STD-B dan lainnya, apabila tidak sesuai dengan tata ruang dan tidak mempunyai dokumen lingkungan hidup, maka tidak bisa mengikuti skema Pasal 110A.
Petani sawit dalam mengajukan permohonan dapat dilakukan dengan inisiatif sendiri juga tidak ada terobosan hukum seperti tax amnesty tetapi masih mengikuti prosedur biasa saja dengan hanya di awal pengajuan saja. Tentunya penyelesaian ini diperlukan penguatan dan aturan teknis yang cepat, tepat dan efisien karena dalam Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang berisi data dan informasi kegiatan usaha yang telah terbangun di dalam Kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di Bidang Kehutanan tidak memuat data yang jelas. Data tidak membedakan yang sudah ada hak atas tanah seperti HGU, SHM, Hak Pakai, dan hak lain yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Data juga luasannya ada yang 2 hektar, 5 hektar, 50 hektar, 100 hektar dan seterusnya ada yang lebih dari 1000 hektar, 10.000 hektar. Dalam ketentuan hukumnya mensyaratkan prosedur yang sama yang berarti memang turunan UU Cipta Kerja mestinya menyelesaikan hal yang demikian agar penyelesaian kebun sesegera mungkin, bukan sebaliknya UUCK sebagai dalih untuk mengambil paksa kebun masyarakat yang terbangun dengan menciptakan prosedur yang tidak mampu dipenuhi oleh pelaku sawit.
Verifikasi permohonan yang diatur dalam PP juga akan lambat karena selain memenuhi persyaratan yang banyak dan mahal terkait a. persyaratan administratif; dan b. persyaratan teknis. Setelah terpenuhi persyaratan administratif dan teknis baru dilakukan verifikasi fakta lapangan Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap pemenuhan persyaratan berupa: a. administratif dan teknis atas kelengkapan dan kebenaran dokumen permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3); dan b. kesesuaian antara dokumen permohonan dengan fakta lapangan. Berdasarkan hasil verifikasi administratif dan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan dinyatakan: a. diterima, dalam hal persyaratan lengkap dan benar; atau b. ditolak, dalam hal persyaratan tidak lengkap dan/atau tidak benar.
Apabila dalam hal permohonan dinyatakan diterima, Menteri melakukan verifikasi kesesuaian antara data administratif dan teknis dengan fakta lapangan. Dalam hal permohonan dinyatakan ditolak, Menteri dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja mengembalikan persyaratan administratif dan teknis kepada Setiap Orang untuk dilengkapi. Setiap Orang dalam jangka waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari mengembalikan persyaratan administratif dan teknis yang sudah dilengkapi kepada Menteri. Apabila Setiap Orang tidak mengembalikan persyaratan yang lengkap dan benar melewati jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja, dikenai Sanksi Administratif berupa pembayaran Denda Administratif dan/atau pencabutan Pertzinan Berusaha. Disini mengandung makna bahwa potensi dikabulkan atau potensi dikabulkan tentu tidak ada kejelasan bagi setiap Subyek Hukum yang mengajukan. Sedangkan dalam ketentuan Pasal 110A diatur tata cara yang mudah dengan biaya yang disesuaikan dengan kemampuan pelaku usaha, baik perusahaan maupun perorangan. Jika mengikuti alur PP ini, maka makna UUCK akan tidak ada artinya bagi penyelesaian kebun sawit terbangun.
Verifikasi fakta lapangan, dilakukan oleh Menteri terhadap kesesuaian antara persyaratan administratif dan teknis dengan fakta lapangan. Menteri dalam melakukan verifikasi fakta lapangan, membentuk tim terpadu. Tim terpadu bertugas untuk melakukan validasi atas kesesuaian dokumen administratif dan teknis dengan fakta lapangan terhadap: a. nomor induk berusaha; b. kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang; c. dokumen lzin Lokasi dan/atau izin usaha di bidang perkebunan; d. dokumen lingkungan hidup; e. luas Kawasan Hutan yang dikuasai; f. perhitungan besaran PSDH dan DR; dan g. tumpang-tindih dengan Perizinan di bidang kehutanan. Validasi yang dilakukan oleh tim terpadu, dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari. Hasil validasi yang dilakukan oleh tim terpadu, dilaporkan kepada Menteri. Dalam hal hasil validasi tim terpadu terdapat tumpang-tindih antara lzin Lokasi dan/atau izin usaha di bidang perkebunan dengan Perizinan di bidang kehutanan, penyelesaiannya dilakukan dengan cara: a. Apabila Perizinan di bidang kehutanan terbit terlebih dahulu dari Izin Lokasi danf atau izin usaha di bidang perkebunan maka luasan areal permohonan Persetujuan Pelepasan Kawasan Hutan produksi atau permohonan Persetujuan Melanjutkan Kegiatan Usaha di dalam kawasan Hutan Lindung dan/atau kawasan Hutan Konservasi, dikurangi dengan luasan areal yang masuk dalam Perizinan di bidang kehutanan. b. Apabila lzinLokasi dan/atauizin usaha di bidang perkebunan terbit terlebih dahulu dari Perrzinan di bidang kehutanan, Menteri berwenang melakukan revisi luasan Perizinan di bidang kehutanan. c. Terhadap perkebunan kelapa sawit yang masuk dalam areal Perizinan di bidang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, pengelolaannya dilakukan melalui: 1. kerja sama dengan pemegang Perizinan di bidang kehutanan untuk kawasan Hutan Produksi; atau 2. kemitraan atau kerja sama dengan Pemerintah untuk kawasan Hutan Lindung dan/atau kawasan Hutan Konservasi. Terhadap perkebunan kelapa sawit juga dikenai pembayaran PNBP di bidang kehutanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PP 24 tahun 2021 memberikan peluang penyelesaian Kegiatan Usaha Masyarakat yang Bertempat Tinggal di dalam dan/atau di Sekitar Kawasan Hutan Pasal 41 disebutkan: Dalam hal kegiatan usaha di dalam Kawasan Hutan yang tidak memiliki Perizinan di bidang kehutanan dilakukan oleh orang perseorangan yang bertempat tinggal di dalam dan/atari di sekitar Kawasan Hutan paling singkat 5 (lima) tahun secara terus menerus dengan luasan paling banyak 5 (lima) hektar, dikecualikan dari Sanksi Administratif dan diselesaikan melalui penataan Kawasan Hutan. Orang perseorangan yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar Kawasan Hutan dibuktikan dengan: a. kartu tanda penduduk; atau b. surat keterangan tempat tinggal dan/atau domisili yang diterbitkan oleh Kepala Desa atau Lurah setempat, yang alamatnya di dalam Kawasan Hutan atau di desa yang berbatasan langsung dengan Kawasan Hutan. Orang perseorangan yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar Kawasan Hutan paling singkat 5 (lima) tahun secara terus menerus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan memiliki tempat tinggal tetap dan surat keterangan yang diterbitkan oleh Kepala Desa atau Lurah setempat. Orang perseorangan yang menguasai Kawasan Hutan dengan luasan paling banyak 5 (lima) hektar dibuktikan dengan: a. bukti penguasaan tanah; b. surat keterangan dari Kepala Desa atau Lurah setempat; atau c. surat pengakuan dan perlindungan kemitraan kehutanan termasuk di dalamnya Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Pembuktian terhadap orang perseorangan dilakukan melalui verifikasi teknis.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 139)