Di jagat perkelapa sawitan, Mona Surya sangat dikenal sebagai nakhoda Indonesian Palm Oil Conference (IPOC). Kodratnya sebagai perempuan tidak menghalangi aktivitasnya di GAPKI.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) pada Maret mendatang dijadwalkan akan mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk memilih Ketua Umum periode 2023-2028. Mona Surya salah satu nama yang digadang-gadang menjadi calon Ketua Umum GAPKI mendatang.
Mona sapaan akrabnya, sudah berkiprah di organisasi GAPKI selama 23 tahun dan telah dipercaya menduduki jabatan jajaran pimpinan GAPKI selama beberapa periode kepengurusan. Mona juga merupakan salah satu ikon perempuan yang berkiprah di industri sawit dengan memimpin perusahaan sawit swasta.
Baginya, GAPKI adalah organisasi sawit yang sangat penting karena GAPKI merupakan mitra strategis pemerintah dalam membangun industri sawit Indonesia.
“Hubungan GAPKI dengan pemerintah terjalin baik. Keberhasilan ini harus dijaga, jangan sampai rusak. Karena organisasi ini mitra strategis bagi pemerintah,” ujar Mona Surya melalui sambungan telepon.
Ia mencontohkan peranan GAPKI sangat dibutuhkan saat harga minyak goreng naik tinggi. Pasalnya, minyak goreng telah menjadi kebutuhan masyarakat di mana bahan bakunya berasal dari minyak sawit. Itu sebabnya, GAPKI membangun komunikasi dengan pemerintah untuk memastikan ketersediaan bahan baku. Di sisi lain, pelaku usaha juga meminta kepastian regulasi kepada pemerintah supaya bisnis tidak terganggu.
“Akibat dari inkonsistensi aturan berdampak kepada masyarakat termasuk pelaku usaha juga. Misalkan HET diberlakukan, pasokan minyak goreng mendadak hilang di masyarakat. Kondisi ini tentu merugikan masyarakat yang harus membeli minyak goreng dengan harga tinggi,” ujarnya.
Sedangkan pengusaha juga merasakan dampaknya ketika larangan ekspor sawit berlaku. Menurutnya, perusahaan sawit skala kecil sampai menengah juga terkena imbas dari kebijakan tersebut.
”Kebijakan larangan ekspor sawit ini jangan sampai terulang karena imbasnya sangat dirasakan petani termasuk perusahaan. Tidak semua perusahaan sawit itu skala besar, ada juga yang kecil,” ujar lulusan IPB University ini.
Selain itu, GAPKI harus dapat diterima semua pemangku kepentingan mulai dari pemerintah, petani, akademisi, dan perguruan tinggi. Pasalnya, industri sawit telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat selama 24 jam. Produk turunan sawit digunakan untuk kebutuhan pangan dan energi yang bernilai strategis.
“Selain dengan pemerintah, keberadaan stakeholder lain juga dibutuhkan. GAPKI tidak bisa berjuang sendiri. Semua pihak harus diajak bergandengan tangan supaya industri sawit dirasakan manfaatnya bagi masyarakat,” kata Ibu dari empat anak ini.
Menurutnya, ada 16 juta kepala keluarga yang menggantungkan hidupnya dari sektor perkebunan kelapa sawit. Beserta keluarga, berarti ada lebih dari 48 juta orang yang hidup dari sektor ini.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 135)