Peredaran benih sawit illegitim (tidak bersertifikat/palsu) semakin marak di market place dan sosial media. Kerugian ditaksir mencapai Rp 700,5 miliar. Produsen benih diminta melaporkannya ke penegak hukum.
Tidak sulit untuk membeli benih sawit di sosial media dan market place. Cukup mengetik kata kunci “benih sawit”, “kecambah sawit”, atau “kecambah sawit asli” di mesin pencarian google ataupun market place. Maka, akan ditemukan ratusan akun penjual online yang menawarkan beragam varietas benih ternama.
“Tokopedia dan Shopee sudah membekukan kata kunci pencarian untuk short tail keyword (red-kata kunci yang pendek). Tetapi belum sampai kepada long tail keyword (red-kata kunci pencarian yang spesifik). Sudah ada 9 short tail keyword yang dinonaktifkan,” ujar Dr. Dwi Asmono, Ketua Forum Kerjasama Produsen Benih Kelapa Sawit Indonesia, dalam diskusi bertemakan “Mencari Solusi Peredaran Benih Illegal di Platform Digital” pada awal April 2023.
Pembekuan sembilan short tail keyword ini diusulkan Forum Kerjasama Produsen Benih Kelapa Sawit Indonesia kepada Tokopedia dan Shopee. Namun, masih ada 60 kata kunci baik short tail dan long tail yang belum dimatikan. Ini artinya, benih sawit palsu tetap beredar dan mudah ditemukan.
Saat tim redaksi memakai kata kunci “benih sawit PPKS” di Tokopedia. Hasilnya akun penjual benih “abal-abal” PPKS mudah ditemukan dan aktif menjual. Saat dikonfirmasi, Edwin Lubis, Kepala PPKS menegaskan benih yang dijual melalui perdagangan online (e-commerce) adalah palsu.
“Kalau dari toko online sudah pasti palsu. Kami sudah berkali-kali lapor ke market place tersebut ,” ujar Edwin.
Masalah ini tidak hanya dialami PPKS. Seluruh produsen benih sawit dibuat pusing untuk menghadang penjualan benih illlegitim di market place. Malahan, peredaran benih sawit illegitim (tidak bersertifikat/palsu) melalui perdagangan online semakin marak dan sulit dikendalikan. Forum Kerjasama Produsen Benih Kelapa Sawit Indonesia (FKPB-KS) mencatat peredaran benih sawit illegal di toko online mencapai 87,563 juta kecambah. Jumlah ini berasal dari penjualan 87.563 pax benih (1 pax= 100 kecambah).
Data ini diperoleh dengan pencarian kata kunci pencarian “benih sawit unggul” di salah satu platform e-commerce terbesar di Indonesia. Namun, jumlah benih sawit yang palsu yang beredar diperkirakan masih banyak apabila menggunakan kata kunci pencarian lainnya.
“Dengan asumsi harga kecambah palsu yang dijual di e-commerce Rp 8000 per kecambah. Kami perkirakan potensi kerugian yang dialami pembeli mencapai Rp 700,5 miliar,” ujar Dr. Dwi Asmono.
Dwi Asmono menjelaskan lokasi penjualan benih illegitim di market place berasal dari Lampung (80%), Sumatera Utara (15%), dan Sumatera Barat (5%). Dengan asumsi penanaman 1 ha lahan butuh 200 bibit sawit, potensi tersebut persebaran benih illegitim ini telah menjangkau 437.817 ha.
“Paling terkena dampaknya adalah petani swadaya yang berimbas kepada produksinya. Jadi, masalah ini yang menyebabkan gap produksi antara petani dengan perusahaan,” jelasnya.
Bagi petani, infomasi pembelian benih sawit lebih mudah ditemukan secara online. Data menunjukkan bahwa ada 212 juta pengguna internet di Indonesia. Kendati sudah ada 19 produsen benih sawit dengan total kapasitas produksi 241 juta kecambah setiap tahun. Tetapi, petani masih kesulitan mengakses benih sawit yang bersertifikat dan berkualitas.
Untuk pembelian langsung ke produsen, memang bukan perkara gampang. Pembeli harus menghubungi ataupun mendatangi langsung produsen bersangkutan. Selanjutnya, ada sejumlah persyaratan yang wajib dipenuhi. Bagi petani perorangan mesti lampirkan syarat antara lain foto kopi KTP, Surat keterangan kepemilikan lahan dari Kepala Desa atau fotocopy sertifikat lahan, dan surat pernyataan penggunaan benih untuk kebun sendiri.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 138)