Parakuat Diklorida mendapatkan tekanan di dunia internasional. Bahan aktif herbisida ini dituding berbahaya oleh sejumlah negara lain. Tetapi hasil penelitian menunjukkan bahwa parakuat minim resiko bagi lingkungan dan kesehatan
Kalangan akademisi dan peneliti berkumpul di Bogor pada pertengahan April 2019. Mereka mengulas dan menyajikan fakta ilmiah untuk menjawab isu negatif seputar penggunaan parakuat diklorida. Riset ini dibahas dalam Seminar Nasional bertemakan “Tinjauan Kritis Penggunaan Herbisida Parakuat Diklorida di Indonesia”, yang diadakan The International Society for The Southeast Asia Agricultural Sciences (ISSAAS) bersama Alishter.
Adapun kegiatan ini menghadirkan delapan pembicara dari kalangan akademisi, peneliti, dan praktisi perusahaan. Mereka adalah Prof.Nanik Sriyani (Guru Besar Universitas Lampung), Tri Ligayanti (Kementerian Perindustrian RI), Prof. Dadang (Institut Pertanian Bogor), Prof.Dr. M.Firdaus (Institut Pertanian Bogor), Dr.Dedi Budiman Hakim (Institut Pertanian Bogor), Dr.Tomy Perdana (Universitas Padjajaran), Henny Hendarjanti (PT Astra Agro Lestari Tbk), dan Mulyadi Benteng (Direktur Alishter).
Prof.Dr. Nanik Sriyani membawakan makalah berjudul “Herbisida Parakuat Diklorida dan Penggunaanya di Indonesia”. Dalam makalahnya ia menjelaskan dampak parakuat terhadap lingkungan. Disebutkan bahwa sebagianbesar(>90%) terjerap sangat kuat oleh partikel tanah. Selain itu, tidak dapat diserap akar tumbuhan, tidak didegradasi oleh mikroba, proses desorpsi sangat kecil dan lambat, serta tidak tercuci. Tidak ada residu yang berpengaruh negatif terhadap sifat fisik, dan kimia tanah. Bagi organisme tanah, ternyata parakuat tidak menurunkan keragaman, keseimbangan, dan komposisi bakteri, nematoda, cacing, dan mikroartopoda tanah.
“Ini berarti minim bagi parakuat untuk dapat mencemari tanah dan air minimum karena dapat terjerap oleh partikel tanah,” jelas Nanik.
Terkait dampak bagi ekologi, Prof.Dr.Dadang,MSc, Dosen IPB, menunjukkan fakta melalui penelitian di tiga tanaman: padi, jagung, dan sawit. Lokasi penelitian berada di Bogor. Tetapi jenih tanah yang dijadikan sampel penelitian berbeda. Di padi, jenis tanahnya adalah aluvial, jagung sampel tanah latosol, dan lahan sawit tanah podsolit.
Model analisis yang diterapkan Prof. Dadang menggunakan DMRT. Serta memakai analisis keragaman arthropoda tanah dengan Shannon-Wiener (keanekaragaman) dan Simpson (dominansi).
Hasilnya adalah aplikasi herbisida parakuat diklorida di pertanaman kelapa sawit dan jagung serta pada pengolahan lahan pertanaman padi tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada arthropoda tanah baik pengambilan sampel tanah maupun dengan perangkap jebakan, demikian juga terhadap mikroba tanah. Pada awalnya secara umum terjadi penurunan rata-rata jumlah arthropoda namun seiring waktu populasi arthropoda kembali menunjukkan kenaikan. Aplikasi herbisida parakuat diklorida di pertanaman kelapa sawit dan jagung serta persiapan lahan pada pertanaman padi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap sifat fisik dan kimia tanah.
Sementara itu, penelitian Prof.Dr. M Firdaus menyajikan fakta menarik terkait dampak parakuat bagi kesehatan. Riset ini kerjasama Institut Pertanian Bogor, LPPM IPB, dan Kementerian Pertanian. Wilayah penelitian tersebar mulai Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Riau, Sumatera Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan. Jumlah responden yang terlibat mencapai 756 orang. Adapun komoditas yang menjadi objek penelitian adalah sawit, padi, jagung, dan kakao.