Kacific memiliki teknologi satelit Kacific1 untuk mendukung kecepatan telekomunikasi dan distribusi data perkebunan sawit yang berada di remote area.
Yudi Cahyadipura, National Partnership Manager Indonesia Kacific Broadbrand Satellites Group, membuka pemaparannya dengan penjelasan jumlah penduduk Indonesia terkoneksi internet sebanyak 204,7 juta jiwa. Dari data Kominfo dan Kemenkeu per Juli 2022 disebutkan pula 84 ribu desa belum tersambung internet. Padahal, sekarang ini Indonesia dituntut masuk era digitalisasi.
“Data APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) menyebutkan baru 77,02% populasi penduduk Indonesia yang terkoneksi dengan internet. Tantangan yang dihadapi Indonesia sebagai negara kepulauan karena memiliki lebih 17.000 pulau. Artinya, Indonesia perlu usaha besar untuk menggelar jaringan internet di pulau-pulau kecil termasuk wilayah yang tidak begitu banyak populasinya. Faktor ini menjadi tantangan tersendiri seperti menyediakan jaringan kabel laut; ini membutuhkan dana tidak sedikit,” urai Yudi.
Informasi ini disampaikan Yudi Cahyadipura saat menjadi pembicara Diskusi “Menciptakan Produktivitas Dan Sustainability Sawit Berbasis Digitalisasi” yang diselenggarakan Majalah Sawit Indonesia didukung PT Link Net Tbk dan Kacific pada 28 September 2022 di Jakarta.
Yudi menjelaskan tantangan penyediaan layanan komunikasi adalah secara geografis, wilayah Indonesia terletak pada rangkaian Ring of Fire (Cincin Api). Maka dari kontur geografis ini berbukit-bukit sehingga menjadi tantangan lain untuk penyediaan jaringan internet.
Yudi melanjutkan bahwa luas perkebunan kelapa sawit mencapai 16,38 juta hektare di mana lebih dari 34% kebun sawit berada di pulau Sumatera. ”Mungkin di atas 40% dari total luas wilayah perkebunan merupakan area blankspot. Padahal saat ini kita sudah berbicara digitalisasi untuk perusahaan perkebunan dimana digitalisasi tentunya perlu infrastruktur pendukung yang bisa membantu proses tersebut,” ujarnya.
Infrastruktur jaringan telekomunikasi secara garis besar terbagi atas wire (kabel) dan wireless (tanpa kabel). Media jaringan untuk wire terdiri dari coaxial, twisted pair, dan fiber optic. Sementara, media jaringan wireless yaitu terrestrial dan satelit. Lalu kapan jaringan ini harus digunakan?
Yudi menjelaskan bahwa komunikasi harus efektif dan efisien apabila dinilai tidak efisien maka metode komunikasinya harus dievaluasi. Sebagai contoh, sebuah lembaga perbankan ingin memasang unit Anjungan Tunai Mandiri (ATM) di wilayah perkotaan. Biasanya di wilayah tersebut sudah tersedia jaringan fiber optic, maka akan lebih efisien menggunakan sarana fiber optic sebagai penunjang telekomunikasinya.
Lalu, studi kasus lain misalkan ada ATM yang ingin ditempatkan di wilayah Gunung Salak, Bogor. Jarak antara lokasi ATM dengan jaringan fiber optik terdekat sekitar 40 Km. Kalau menyediakan kabel sampai 40 km akan sangat tidak efisien. Sebagai gantinya dapat membangun Radio Point to Point.
“Kasus lain adalah ketika akan menempatkan ATM di daerah pedalaman Papua. Maka tidak akan efisien membangun fiber optic dan Radio Point to Point karena harus melewati beberapa hub. Solusi paling efisien menggunakan satelit tanpa harus membangun infrastruktur lain karena yang diperlukan power sources saja,” jelas Yudi.
Yudi menjelaskan bahwa peranan satelit dapat mengatasi beberapa hal yang dapat menjadi kendala sistem telekomunikasi terrestrial baik itu waktu, jarak, atau kompleksitas konten. Dengan satelit, daerah terpencil dapat dengan mudah memiliki sistem komunikasi yang sama seperti di kota dan dapat terhubung dengan daerah lain dengan lebih cepat. Satelit memiliki cakupan area luas, bandwidth yang besar dan instalasi lebih cepat dengan karakteristik layanan beragam.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 132)