Tim Penguatan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) memperkenalkan sistem grading (peringkat). Melalui sistem ini, calon peserta ISPO bisa mengaudit sendiri (self audit) sebelum mengajukan sertifikasi kepada Lembaga Sertifikasi.
Dalam wawancara di awal 2019, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian Musdalifah Machmud mengumumkan bahwa sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) akan memberlakukan sistem pemeringkatan (grading) terhadap perusahaan kelapa sawit dan petani di Tanah Air.
Tujuan sistem dijelaskan Musdhalifah, supaya perkebunan swasta, plasma maupun swadaya, akan terdaftar dan terpantau performanya. “Ke depan, perkebunan yang terdaftar dapat menunjukkan perbaikan performa untuk mendapatkan sertifikasi ISPO,” kata Musdhalifah.
Menurutnya, sistem ini dapat membantu seluruh perkebunan untuk diberikan pembinaan sesuai tingkat pengetahuan dan kekurangan mereka. Kekurangan tersebut akan dibantu supaya dapat diperbaiki dan ditingkatkan. “Dengan begitu, proses sertifikasi ISPO betul-betul dilaksanakan secara menyeluruh. Artinya tidak ada kebun yang tidak lakukan perbaikan,”tambahnya.
Sistem peringkat ini akan dicantumkan dalam regulasi terbaru tentang ISPO. Pemerintah berencana menetapkan ISPO untuk diatur dalam peraturan presiden (perpres), setelah selama ini ISPO diatur berdasarkan Permentan No 19/Permentan/OT.140/3/2011.
Diah Suradiredja, Wakil Ketua Tim Penguatan ISPO, menjelaskan sistem grading akan diterapkan dalam ISPO di level operasionalisasinya. Sistem grading atau peringkat ini bagian
pencapaian kinerja sustainability, disusun berlandaskan pemenuhan standard ISPO. Makin rendah nilai pencapaian setiap indikator dalam 7 prinsip ISPO, maka makin rendah nilai peringkatnya.
Dijelaskan Diah bahwa peringkat bisa terbagi 4 atau 5 grading, dan bisa diartikulasikan dengan angka (1 – 5 misalnya), dengan warna (orange – kuning – hijau – hijau tua – biru), dengan peringkat logam (iron – bronze – silver – gold – platinum).
“Kami sedang rumuskan standar ISPO saat ini terdiri dari: Prinsip (7), Kriteria, Indikator, dan dilengkapi dengan Verifier,” ujarnya.
Dengan adanya sistem dapat dimanfaatkan oleh unit usaha perkebunan, untuk menilai sendiri (self audit) terlebih dahulu. Menurut Diah, apabila peringkat masih di bawah, bisa dianalisis gap ataupun kesenjangannya. Selanjutnya dijadikan basis untuk pemenuhan lebih lanjut.
Proses penilaian ini dapat dilakukan sendiri atau dengan bantuan konsultan atau pendamping. Bila sudah mencapai nilai tertentu sesuai kriteria kelulusan. Barulah, unit usaha bisa mengajukan sertifikasi kepada LS (red-Lembaga Sertifikasi),” kata Diah.
Menurut Diah, sistem grading ini membuat prosesnya lebih mudah dan lebih efisien dibandingkan tanpa self assement. Jika penilaian awal tidak dilakukan maka peserta ISPO akan lebih mahal dan lama saat mengajukan ke Lembaga Sertifikasi.
Penerapan sistem grading, dikatakan Diah, akam bermanfaat bagi pemerintah dalam memantau, membina, dan mempersiapkan dukungan terutama bagi kelompok pekebun dalam menyiapkan sertifikasi ISPO. Dengan mengetahui grading dan tingkat kesiapan setiap unit usaha, dapat dilihat usaha pembinaan dan pendampingan, dan berapa perkiraan biayanya.
Selain itu, standar ISPO yang disusun ditujukan memenuhi standar yang diatur dalam setiap peraturan peundangan, tidak multi interpretasi sehingga konsisten diterapkan oleh siapapun auditor yang terakreditasi, dan ada kesamaan persepsi antara auditor dengan auditee dan pihak-pihak lain seperti pemantau untuk menghindari dispute yang tidak terselesaikan.
Apa yang membedakan sistem grading dengan penilaian kelas kebun? Dikatakan Diah, ada perbedaan tujuan dan prosedur antara kelas kebun serta grading. Penilaian kelas kebun tujuannya untuk pembinaan oleh pemerintah yang dalam hal ini didesentralisasikan ke Dinas Perkebunan di Provinsi dan Kabupaten. Standarnya mirip dengan Prinsip satu (1) ISPO, dan beberapa Prinsip lainnya. “Dengan logik itu, ISPO (sekarang) menggunakan Kelas Kebun sebagai persyaratau untuk penapisan awal. Pada saat audit, semua yang sudah dinilai di kelas kebun, diaudit lagi,” jelasnya.