JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Kementerian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memastikan lahan seluas sebanyak 948.418 hektare akan menjadi objek moratorium. Pasalnya, lahan ini dalam status usulan perijinan sehingga akan ditunda pemberian ijinnya.
Kriteria lahan perkebunan yang menjadi sasaran moratorium antara lain; pertama, pelepasan dan tukar menukar kawasan hutan untuk tujuan perkebunan kelapa sawit yang belum dibangun. Kedua, terindikasi dipindahtangankan pada pihak lain.
Ketiga, izin sawit yang telah berjalan atau existing dengan tutupan hutan masih produktif. Keempat, terindikasi tidak sesuai dengan tujuan pelepasan dan tukar menukar. Kelima, perkebunan kelapa sawit yang terindikasi masuk kawasan hutan.
San Afri Awang, Direktur Jenderal Planologi KLHK, menjelaskan sudah mendata lahan yang masuk kategori moratorium di beberapa daerah khususnya Kalimantan. Sementara itu, sudah ada 3,5 juta lahan yang berpotensi dimoratorium masuk tahapan perizinan.
Keputusan moratorium sawit dijadwalkan terbit awal Agustus. Menurut San Afri Awang pihaknya terus membahas pelaksanaan teknis dari instruksi presiden (Inpres) terkait penundaan peruntukan kawasan hutan alam untuk dikonversi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit.
Pada tahap ini, ujarnya, semua instansi diharapkan dapat bersinergi dengan mengeluarkan kebijakan diantara instansi yang berada di pusat lalu pusat dengan daerah dan seluruh strata eksekutif. Dalam hal ini tugas KLHK adalah menunda perubahan peruntukan kawasan hutan untuk perkebunan sawit. Selanjutnya bakalan mengevaluasi pelepasan dan tukar menukar kawasan hutan untuk perkebunan sawit.
Moratoriumditargetkan produktivitas kebun sawit. Saat ini rata-rata produktifitas minyak sawit atau CPO masih dikisaran 2 ton per ha hingga 3 ton per ha. Jumlah ini bisa naik menjadi 6 ton per ha hingga 7 ton per ha.
Selain itu, dengan asumsi moratorium berjalan selama lima tahun maka dapat dihemat pengeluaran emisi sebesar 0,26 GtCO2. (Redaksi)
Sumber foto: istimewa