Fase Kebangkitan, setelah Orde Baru berkuasa tahun 1966 di Indonesia, politik ekonomi pemerintah mengalami perubahan dengan membuka peluang sebesar-besarnya dunia usaha (investor swasta) termasuk termasuk perkebunan kelapa sawit (Saragih, 1980). Dikeluarkannya Undang-undang No.1 Tahun 1967 tetang Penanaman Modal Dalam Negri (PMDN) dalam Undang-undang No. 6 tahun 1968 tetang Penanaman Modal Asing (PMA), membuka peluang masuknya investor baru dalam perkebuanan kelapa sawit. Kondisi politik dan ekonomi yang sedang stsbil waktu itu serta bantuan modal dan tenaga ahli dari berbagai negara yang diterima Indonesia, memberi energi baru pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Kebijakan kondusif yang diciptakan pemerintah waktu itu merangsang dunia usaha termasuk perkebunan negara mengembangkan perkebunan kelapa sawit baik peningkatan produktivitas maupun perluasan areal baru. Hal ini terlihat dari perkembangan luas areal maupun produksi perkebunan swasta maupun perkebunan negara. Luas areal meningkat cepat dari hanya 119 ribu tahun 1969 menajadi 3,9 juta pada tahun 1999. Produksi CPO meningkat dari hanya 188 ribu ton tahun 1969 menjadi 6,4 juta ton tahun 1999, baik akibat peningkatan luas areal maupun (terutama) peningkatan produktivitas. Selain itu, perkebunan rakyat berkembang pesat dan sentra perkebunan kelapa sawit menyebar ke provinsi lain (Badrun, 2010; Sipayung, 2012).
Sumber: PASPI