JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Pemerintah telah menerima laporan dari petani sawit berkaitan tingginya harga pupuk beberapa bulan terakhir terutama pupuk non subsidi. Masalah ini terus dipantau pemerintah supaya kenaikan harga pupuk tidak membebani biaya produksi petani.
“Masalah pupuk ini telah menjadi masalah nasional bahkan internasional. Sudah ada informasi kekurangan space untuk shipment (bahan baku),” ujar Jend TNI (Purn) Dr Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan RI.
Akibatnya dikatakan Moeldoko, pasokan bahan baku menjadi terhambat. Faktor inilah yang membuat harga pupuk tinggi. “Saya terus pantau penyebab harga pupuk tinggi, apakah benar ketersediaan bahan baku yang terganggu. Atau ada permainan di pasar,” tegas pria kelahiran Kediri ini .
Pernyataan ini menjawab laporan dari Dr. Gulat ME Manurung, Ketua Umum DPP APKASINDO dan Prof Dr Almasdi Syahza Dewan Pakar DPP APKASINDO, saat bertemu di Bina Grha, Jakarta, Selasa (19 Oktober 2021).
Pada kesempatan tersebut Gulat melaporkan perkembangan organisasi petani sawit yang tersebar di 144 kabupaten/kota dari 22 DPW PROVINSI. Semua petani sangat menikmati harga TBS dan semangat meningkatkan produktivitas buah sawitnya dengan tetap menjaga keseimbangan lingkungan, ekonomi dan sosial. Tetapi, kenaikan harga pupuk yang sangat tinggi berdampak negatif kepada biaya produksi petani.
“Namun harga pupuk telah menggerus trend positif harga TBS karena kenaikannya melampaui ambang batas wajar. Di tingkat distributor, harga naik 76%. Begitu sampai kios pengecer, langsung melesat kenaikannya sebesar 120% di level pengecer. Kenaikan ini merata baik pupuk Majemuk (NPK) dan pupuk tunggal. Mohon perhatian Pak Moeldoko sebagai Kepala KSP dan Ketua Dewan Pembina DPP APKASINDO,” ujar Gulat.

Dalam pertemuan tersebut, Moeldoko mengatakan petani juga dapat mencari alternatif pupuk organik supaya tidak bergantung kepada pupuk kimia.”Pupuk organik bukan hanya suburkan tanah saja tapi juga sangat baik untuk produktivitas dan tentunya hal ini sangat bersahabat dengan kelestarian lingkungan (berkelanjutan). Pupuk organik cukup banyak jenisnya seperti pupuk organik cair. Coba didalami lagi potensi sumberdayanya,” paparnya.
Menurut Moeldoko penggunaan pupuk organik dapat menjadi “penekan” bagi produsen pupuk an-organik. Karena selama ini, produsen an-organik bermain sendiri. Kalau petani beralih atau berbagi, perusahaan pupuk kimia (an-organik) akan kelabakan juga karena pasarnya tergerus.
“Saya memberi semangat kepada petani sawit seluruh Indonesia, karena petani telah menjadi pahlawan ekonomi Indonesia (devisa) dan berpesan tetap mengedepankan protokol kesehatan dalam beraktivitas sawit, ” kata ayah dua anak ini .
Selain masalah pupuk. Gulat juga melaporkan bahwa lambatnya capaian PSR Petani dikarenaka 84% petani sawit gagal usul PSR. Penyebab utamanya rekomendasi teknis ditolak Ditjen Perkebunan karena terindikasi dalam kawasan hutan.
“Padahal beberapa kali rapat koordinasi Percepatan PSR antara Dirjenbun-KLHK, BPDPKS, APKASINDO dan GAPKI selalu dikatakan tidak ada masalah lagi dengan kawasan hutan. Faktanya usulan pekebun 84% berguguran karena kawasan hutan,” ujar Gulat.