JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Komoditas cangkang sawit telah memberikan kontribusi cukup besar kepada perdagangan ekspor Indonesia. Merujuk data Bea Cukai, ekspor cangkang sawit tumbuh sepanjang tiga tahun terakhir seiring dengan permintaan pasar global.
Pada 2019, ekspor cangkang sawit berjumlah US$ 188,114 juta atau setara Rp 2,61 triliun dengan nilai kurs tengah BI Rp 13.090, periode ini volume ekspornya mencapai 2,858 juta ton.
Selanjutnya memasuki 2020, nilai ekspor 53,3 persen menjadi US$ 288,357 juta atau setara Rp 4 triliun dengan volume ekspor sebanyak 3 juta ton.
Kenaikan ekspor dan volume cangkang tetap tumbuh pada 2021. Di tengah pandemi, nilai ekspor cangkang tumbuh 10,13% menjadi US$312,077 juta atau setara Rp 4,45 triliun dengan nilai kurs tengah BI Rp 14 269. Jumlah ekspor cangkangnya mencapai 3,19 juta ton.
“Cangkang sawit yang tadinya sampah dan limbah ini telah berkontribusi kepada devisa ekspor termasuk penerimaan APBN. Kontribusi cangkang sawit terhadap APBN diperkirakan Rp 1,2 triliun,” ujar Dikki Akhmar, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Cangkang Sawit Indonesia (APCASI) dalam Diskusi bertemakan “Peluang Ekspor Biomasa Sawit Indonesia dan Pemanfaatan Biomasa Sawit Dalam Negeri Sebagai Kesatuan Dalam Mensinergikan Peningkatan Perekonomian yang Berbasis Penyelamatan Lingkungan”, Senin (28 Maret 2022).
“Saya bangga dengan teman-teman (pengusaha) cangkang sawit ini. Tidak mudah mengumpulkan cangkang. Ibaratnya mereka ini pemulung, ambilin cangkang dan limbah sawit. Lalu dibawa ke tempat penyimpanan,” jelasnya.
Ia menjelaskan kebutuhan terhadap produk cangkang kelapa sawit menjadi bahan bakar alternatif yang banyak diburu sektor industri di banyak negara. Sepanjang 2021 harga cangkang sawit berkisar US$95/ton sampai US$105/ton free on board (FOB). Memasuki 2022, nilai ekspornya diperkirakan tembus US$118/ton.
Kenaikan harga cangkang, dijelaskan Dikki, lantaran faktor peningkatan penggunaan energi baru dan terbarukan (renewable energy) dalam program bauran energi di beberapa negara di dunia. Terdapat faktor permintaan sebagai imbas besarnya kebutuhan energi dunia.
Di Jepang saat ini menjadi pangsa pasar terbesar cangkang sawit Indonesia dan diperkirakan akan terus menjadi pasar utama untuk komoditas tersebut.
“Tiap tahun kebutuhan Jepang sampai berjuta-juta ton, bahkan tahun 2022 diprediksi sampai 6,2 juta ton,” ujar peraih penghargaan 110 Tokoh Sawit Indonesia ini.
Dikki mengatakan permintaan besar-besaran tersebut disebabkan karena kebijakan energi Jepang yang menetapkan 24 persen pemenuhan energi pada 2030 harus berasal dari energi baru dan terbarukan.
Di dalam negeri, jumlah produksi cangkang sawit diperkiran 11,3 juta ton. Pasokan cangkang diperoleh dari pabrik kelapa sawit yang tersebar dari Aceh sampai Papua Barat.
“Di tahun ini, potensi ekspor cangkang sawit diperkirakan akan terus meningkat. Ekspor bisa tembus Rp 4,7 triliun untuk mendukung devisa negara,” ujar Dikki yang juga menjabat Wakil Ketua Komite Eropa Tengah KADIN Indonesia ini.
Kegiatan diskusi ini merupakan bagian dari rangkaian Musyawarah Nasional APCASI yang berlangsung mulai 29-30 Maret 2022, di Bogor, Jawa Barat.