Permentan Nomor 01/2018 dinilai tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman. Kalangan petani terutama petani swadaya minta direvisi untuk mendapatkan perlindungan harga. Ditjen Perkebunan mendukung keinginan ini.
Jumat, 2 November 2022, Ditjen Perkebunan mengundang perwakilan asosiasi pengusaha, asosiasi petani, dan akademisi dalam Diskusi Pembahasan Permentan Nomor 01/2018 mengenai Pedoman Penetapan Harga TBS Kelapa Sawit Produksi Pekebun. Baginda Siagian, Direktur Perlindungan Perkebunan Kementerian Pertanian mengawali diskusi dengan mempersilakan perwakilan petani untuk berbicara.
Kawali Tarigan, Pengurus DPP APKASINDO, mengambil kesempatan pertama ini. Pria yang tinggal di Riau ini langsung menegaskan bahwa Permentan 01/2018 tidak memberikan perlindungan kepada petani swadaya. Di Riau, ia mencontohkan, sekitar 97% petani masuk kategori swadaya. Sedangkan, petani mitra/plasma sedikit jumlahnya.
“Dalam pasal 6 Permentan Nomor 01/2018 yang diakomodir hanyalah petani bermitra. Itulah yang dipegang selama ini oleh perusahaan yang kebunnya berdekatan dengan petani,” urai Kawali.
Kawali menambahkan seluruh komponen biaya indeks K dibebankan kepada pekebun/petani. Sementara, perusahaan sawit belum semuanya mau transparan dengan komponen biaya yang dibebankan dalam indeks K. Akibat ketidak konsistenan indeks K ini mengakibatkan petani menerima harga murah. Begitupun penetapan harga CPO merujuk harga KPBN merugikan petani.
“Permentan 01/2018 tidak memberikan sanksi tegas juga kepada perusahaan yang tidak menyampaikan dokumen harga dan jumlah penjualan CPO serta palm kernel. Selain itu, banyak perusahaan enggan hadir dalam rapat penetapan harga karena tak ada sanksi,” ujarnya.
Jajaran pengurus DPP APKASINDO yang dipimpin Gus Dalhari Harahap, Ketua Harian, menyampaikan kelemahan lain dari Permentan Harga TBS sekarang ini. Gus Harahap meminta semua pihak mendukung penguatan aturan harga TBS melalui revisi Permentan 01/2018.
“Kami tidak ingin menyalahkan siapapun. Yang lalu biarlah berlalu. Permentan 01/2018 memang bagus pada eranya. Tetapi tidak relevan untuk sekarang. Mari kita semua terbuka baik petani dan pengusaha,” harapnya.
Di sela-sela Gus Harahap berbicara, Andi Nur Alamsyah, Dirjen Perkebunan Kementan RI masuk kedalam ruangan diskusi. Pria kelahiran Pinrang, Sulawesi Selatan ini, langsung menegaskan sangat terbuka dengan masukan revisi Permentan 01/2018 dari kalangan petani sawit.
“Atas masukan teman-teman asosiasi petani sawit, kami akan memulai proses revisi sebagai jalan tengah. Karena peraturan ini bukan seperti kitab suci yang tidak bisa diubah ,” urai Andi Nur Alamsyah.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit indonesia, Edisi 131)