Komisi Minyak Sawit Indonesia (KMSI) menyelenggarakan seminar untuk menerima usulan terhadap prinsip dan kriteria ISPO yang sudah berjalan dua tahun ini. Diharapkan akan memperkuat praktek budidaya sawit berkelanjutan di dalam negeri.
Rosediana Suharto, Ketua Pelaksana Harian Komisi Minyak Sawit Indonesia, menjelaskan seminar ISPO bertujuan membuka secara transparan kegiatan praktek ISPO yang telah berjalan selama dua tahun. Seminar Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia 2013 berlangsung pada 24-25 September 2013, di Hotel Gran Melia Jakarta, dihadiri pemangku kepentingan industri kelapa sawit dalam negeri seperti perusahaan, lembaga auditor, asosiasi, akademisi, peneliti, dan LSM.
“Kami berencana meminta masukan dari pemangku kepentingan sawit. Untuk itu, dirasakan perlu diskusi secara terbuka dan transparan untuk mendapat berbagai masukan yang positif dari para pemangku kepentingan terkait,” kata Rosediana.
Menurut Rosediana, dengan berbagai macam usulan tersebut dapat memperbaiki kekurangan dalam prinsip dan kriteria. ISPO ini bertujuan memenuhi persyaratan pembangunan berkelanjutan dan menjawab tuntutan pasar global serta mendorong pelaku usaha perkebunan supaya dapat mencapai produksi yang sustainable. Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19/Permentan/OT.140/3/2011 tanggal 29 Maret 2011 menetapkan Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO). Pedoman ini adalah rangkuman dari seluruh peraturan perundang-undangan mengenai industri perkelapasawitan di Indonesia, bersifat wajib dipatuhi oleh seluruh pelaku usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Persyaratan ISPO terdiri dari 7 (tujuh) prinsip, 41 (empat puluh satu) kriteria dan 130 (seratus tiga puluh) indikator yang mencakup isu hukum, ekonomi, lingkungan dan sosial yang diekstraksi dari 137 ketentuan.
Seminar ISPO ini akan dihadiri pembicara dari dalam dan luar negeri seperti UNDP Indonesia, MVO, Neste Oil, The Solvent Extractors Association of India, Kementerian Kehutanan, dan Badan Pertanahan Nasional. Jumlah peserta yang hadir ditargetkan mencapai 250 orang.
Materi seminar yang akan disampaikan antara lain persyaratan perkebunan ISPO untuk kebun petani plasma maupun mandiri, sistem sertifikasi perkebunan kelapa sawit berkelanjutan, hasil studi ISPO dan RSPO mengenai perbedaan dan kesamaan kedua standar tersebut, undang-undang pertanahan.
Rosediana Suharto menyatakan pihak kementerian akan mendengarkan pula tanggapan konsumen kelapa sawit dunia yang berasal dari India dan Uni Eropa. Keduanya merupakan salah satu pembeli utama CPO Indonesia.
“Penting juga meminta pendapat pembeli mengenai ISPO bagaimana potensi pasar sustainable palm oil. Lalu, kita ingin tahu apakah ada harga premium atau tidak untuk minyak sawit yang berkelanjutan,” ujar Rosediana yang juga menjabat sebagai ketua panitia seminar.
Hal ini sejalan dengan tujuan seminar ini yang memberikan ruang berinteraksi para pelaku usaha perkebunan sawit Indonesia, lembaga sertifikasi dan pemangku kepentingan lainnya. Yang paling utama, kata Rosediana, ingin membuka pikiran dalam melaksanakan undang-undang. Mengingat, Indonesia adalah negara yang berlandaskan kepada negara hukum. Sebagai negara hukum,idealnya pelaku sawit patuh kepada regulasi di dalam negeri bukannya menyimpang dari aturan yang ada.
“Kalaupun pembeli global ingin minyak sawit berkelanjutan tetap harus tunduk dengan peraturan disini. Karena, ISPO ini dapat mengantisipasi kerusakan hutan dan meminimalkan emisi gas rumah kaca,” pungkas Rosediana Suharto penuh semangat. (Qayuum Amri)